Thursday, September 28, 2006

"Mud Volcano" Sidoarjo 3: front baru

Dalam rapat, Presiden menyetujui usulan Tim Nasional untuk membuang air lumpur Lapindo ke laut melalui Kali Porong. BASUKI Ketua Tim Nasional mengatakan kebijakan ini diambil setelah melihat kondisi krisis di lapangan dan asumsi Tim Nasional semburan lumpur sulit dihentikan (suarasurabaya.net, Rabu 27 September 2006).

Selain itu, Presiden juga mengeluarkan tujuh petunjuk kepada Tim Nasional Penanganan Semburan Lumpur Sidoarjo. Tujuh petunjuk itu sampaikan Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto didampingi Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar, Gubernur Jawa Timur Imam Utomo, Bupati Sidoarjo Wien Hindarso, dan Ketua Tim Nasional Penanganan Semburan Lumpur Sidoarjo Basuki Hadimuljono.

Ketujuh petunjuk itu adalah sebagai berikut (Kompas Online, Rabu, 27 September 2006):

Pertama, kawasan seluas 400 hektar yang saat ini tergenang lumpur dan diberi tanggul sebagai daerah rawan bencana dan tidak layak ditinggali.

Kedua, upaya penutupan semburan lumpur terus dilakukan meskipun kemungkinan berhasilnya kecil.

Ketiga, lumpur yang terus keluar akan ditampung terus, dimanfaatkan untuk industri, dan dialirkan ke Sungai Porong.

Keempat, memukimkan kembali rakyat tidak hanya rumah tetapi juga penghidupan dan pekerjaannya berikut ganti rugi yang wajar.

Kelima, tanggul tetap diperkuat dan dipelihara meski sudah ada solusi dialirkan ke Sungai Porong.

Keenam, memanfaatkan lumpur untuk hal-hal yang berguna karena tidak bebahaya.

Ketujuh, membuat rute baru untuk jalan tol, pipa gas, dan jalur kereta api.

----------------------

Persetujuan Presiden untuk membuang melegakan, dan ini merupakan bukti dukungan Pemerintah atas upaya penyelesaian masalah Lumpur Sidoarjo ini secara rasional. Namun demikian, persoalan lumpur ini tidak serta merta selesai. Persetujuan Pesiden itu dapat pula berarti sebagai persetujuan untuk membuka front perjuangan baru dalam mengatasi masalah Lumpur Sidoarjo itu. Sebuah front baru telah dibuka di kawasan pesisir Sidoarjo.

Sementara itu, dengan dibukanya saluran pembuangan lumpur atau air lumpur ke laut melalui kali Porong, belum pula berarti bahwa persoalan di darat selesai. Masih menggantung pertanyaan, (1) apakah semburan lumpur setiap harinya sekarang mensuplai lumpur sebanyak kurang lebih 50.000 meter kubik dapat diimbangi dengan pembuangan pengalirannya ke laut?, dan (2) seberapa cepat kemampuan kita membuat tanggul yang kuat untuk menghadapi musim hujan mendatang?

Kembali kepada hasil sidang kabinet di atas, ada satu hal yang sangat disayangkan, yaitu Pemerintah belum mengantisipasi kemungkinan dampak negatif yang terjadi akibat diizinkannya pengaliran air lumpur atau lumpur ke laut. Kalau hanya air yang dialirkan, memang akan tidak bermasalah atau hanya kecil masalah yang akan timbul di kawasan pesisir. Tetapi bagaimana bila musim hujan tiba? Bisa kita pastikan bahwa lumpur dalam jumlah besar juga akan ikut masuk ke laut. Memang, lumpur itu tidak mengandung bahan yang beracun dan berbahaya. Tetapi perlu kita ingat bahwa masuknya lumpur ke laut akan meningkatkan Total Suspended Solid (TSS) yang dapat menganggu keseimbangan ekosistem. Gangguan terhadap ekosistem pada gilirannya akan menganggu kegiatan perikanan, baik itu perikanan tambak maupun perikanan tangkap. Singkat kata, kehidupan masyarakat pesisir akan terganggu dengan dengan keputusan untuk mengalirkan air lumpur atau lumpur ke laut.

Akan muncul persoalan baru di kawasan pesisir. Itu pasti. Tetapi petunjuk untuk mengatasi hal itu dari Presiden (Pemerintah) belum ada. Oleh karena itu akan wajar bila masyarakat pesisir bertanya: "Bagaimana nasib kami nanti?"

Mari kita simak apa yang dikatakan oleh Bupati Sidoarjo. "Sesuai anjuran Menteri Perikanan dan Kelautan, kalau seandainya suatu saat volume lumpur sedemikian basar dan mematikan biota laut, harus dihiung ganti ruginya" (Detik.com, Rabu, 27 September 2006).

Pertanyaan itu menunjukkan bahwa Pemerintah belum melakukan antisipasi terhadap kemungkinan kerugian yang akan dialami masyarakat pesisir, sementara ancaman kerugian atau bahaya sangat nyata. Rasanya pantas bila kita bertanya: "Apakah Pemerintah tidak melihat deposit lumpur yang sedemikian besar dengan saluran yang terhubung ke laut merupakan ancaman yang nyata terhadap masyarakat pesisir?". Dengan analisis sederhana pun masyarakat dapat menarik kesimpulan bahwa, bila musim hujan tiba akan banyak muatan lumur yang masuk ke laut.

Jadi, cepat perhatikan masyarakat pesisir di kawasan Muara Kali Porong dan sekitarnya, sebelum terlambat.

Ada satu hal lagi yang masih tetap perlu kita ingat. Bahwa kita belum pengetahui kapan semburan lumpur itu akan berhenti. Bila ternyata semburan itu tidak dapat dihentikan, alias semburan permanen, maka akan selamanya pula akan terjadi suplai air lumpur atau lumpur ke laut (Selat Madura) melalui Kali Porong. Konsekunsinya, perubahan lingkungan di kawasan pesisir akan permanen. Lalu, masyarakat pesisir juga harus menata kembali kehidupannya. Menghadapi persoalan itu, bantuan Pemerintah adalah suatu keharusan.


Salam dari Ancol, 28 September 2006
Wahyu

1 comment:

Anonymous said...

Harus ada sidang koordinatif yang jelas dimana semuanya duduk satu meja. Benar, semuanya berbicara solusi satu pihak dan sisanya membicarakan ttg bahayanya terhadap sistem lainnya.

Yang jelas adanya solusi kongkret jangka pendek dan efektif. Walhi harus merekomendasi langkah tersebut secara bijaksana,bukannya hanya berbicara ekosistem yang rusak. Kita menghadapi masalah yang sangat pelik baik secara sosial, ekonomi,dan sebagainya.

Mengingat Sidoarjo adalah daerah delta tentu penangannya berbeda, Sidoarjo itu labil lha wong jalannya saja sekarang diaspal seminggunya lagi sudah gronjal-gronjal (kalo gak salah istilahnya tanah gerak ya..).

Jangan-jangan mud volcano tersebut adalah kawah sebuah puncak gunung yang terpendam .. who knows? (mengkhayal dikit pak) seperti film Volcano versi non movie..hehehe

Terus terang saya yang tinggal di dekat daerah sana juga merasa was-was bukan karena lumpur saja,tetapi banyaknya orang yang ngomong pak,tapi gak ada knowledge sharing dengan masyarakat sehingga yang terjadi adalah "mau begini didemo, mau begitu juga didemo". parah kan?

lha terus piye?

yandi