Thursday, October 19, 2006

SOLUSI PERMANEN LUMPUR SIDOARJO

Kondisi Sekarang

Ada dua kenyataan yang kita hadapi saat dan tidak dapat ditawar berkaitan dengan masalah Lumpur Sidoarjo: Pertama, semburan lumpur masih terus berlangsung dan tidak menunjukkan gejala akan berhenti dalam waktu dekat, tetapi sebaliknya, debit semburan lumpur makin besar dari sekitar 50.000 meter kubik per hari menjadi sekitar 120.000 meter kubik per hari. Kenyataan kedua adalah, bahwa lumpur tidak mudah dialirkan begitu saja ke laut. Lumpur yang lama ditampung di kolam-kolam penampungan itu telah mengendap, dan karena karakter lumpur maka tidak mudah mengencerkan kembali endapan lumpur itu untuk kemudian mengalirkannya ke laut.

Menghadapi kenyataan tersebut, memang tepat bila Pemerintah (Tim Nasional Penanggulangan Bencana Luapan Lumpur Sidoarjo) segera memikirkan upaya penyelesaian permanen maslah lumpur itu. Karena, hanya akan menghabiskan banyak tenaga, waktu, dan biaya bila terus memikirkan solusi sementara. Selain itu, keputusan solusi permanen akan segera memberikan kepastian pada penyelesaian berbagai masalah lainnya, seperti masalah penduduk yang kehilangan tempat tinggal dan pekerjaan, relokasi jalan tol dan rel kereta api, rekolasi sekolah dan berbagai fasilitas publik lainnya, masalah kompensasi, dan berbagai persoalan lainnya yang mungkin ada.

Sejauh ini, telah ada tiga pilihan konsep penyelesaian permanen yang belum dimatangkan. Sebagaimana diberitakan oleh suarasurabaya.net pada tanggal 18 Oktober 2006 kemarin, ketiga konsep yang bermuara pada pembuangan lumpur ke laut tersebut adalah:

1. Membuang lumpur ke laut dengan menggunakan alat conveyor. Alat ini biasa dioperasikan di tambang-tambang batu bara berupa ban berjalan untuk mengangkut lumpur dari pond menuju ke laut. Selain dengan conveyor, bisa dilakukan dengan membuat semacam talang sepanjang 27 km ke arah laut untuk penyaluran lumpur.

2. Membangun open channel, yakni membuat kanal dari titik yang terdekat dengan pond menuju laut. Prinsip kerja konsep ini dengan memanfaatkan elevasi daratan. “Cara cukup mahal dan memakan waktu lama karena harus dilakukan pembebasan lahan dan mobilisasi peralatan dan SDM cukup besar,” terang BASUKI.

3. Membangun saluran majemuk di Kali Porong. Menurut BASUKI, Kali Porong bisa dibagi menjadi 2. Yang satu bisa digunakan sebagai saluran air normal, sedangkan yang lainnya dipergunakan khusus untuk pembuangan lumpur ke laut.

Selain itu, Kompas online tanggal 19 Oktober 2006 memberitakan bahwa dua lembaga teknis, yaitu Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi dan Tim Nasional Penanggulangan Lumpur, sepakat menyiapkan waduk atau tanggul permanen untuk menampung semburan lumpur panas di Sidoarjo, Jawa Timur.

Selanjutnya disebutkan dalam berita itu bahwa menurut Basuki, sekarang ini tim pakar dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, dan Institut Teknologi Bandung masih mengkaji dan menyelesaikan desain tanggul permanen. Salah satunya adalah membangun tanggul permanen terbuat dari beton atau cukup dengan penguatan tanggul tanah yang sudah ada dengan ditembok. Pembangunan tanggul permanen baru bisa dimulai tahun 2007, tepatnya sekitar bulan April, ketika musim hujan selesai.

Menurut rencana, tanggul permanen akan didirikan di sekitar bagian terluar tanggul tanah yang ada saat ini. Berturut-turut dari utara, pembangunan tanggul tersebut akan melewati Desa Kedungbendo, Desa Renokenongo, Desa Besuki, Desa Kedungcangkring, Desa Pejarakan, Desa Mindi, Desa Jatirejo, Desa Siring, dan akhirnya kembali ke Desa Kedungbendo. Rencananya, tanggul permanen tersebut memiliki panjang 7 kilometer dengan lebar 10 meter.

Demikian perkembangan terakhir mengenai masalah Lumpur Sidoarjo yang diberitakan oleh media massa.

Perlu Merubah Dasar Pemikiran

Mencermati apa yang diberitakan itu, nampaknya dasar pemikiran yang utama masih pada upaya membuang lumpur ke laut. Memperhatikan kondisi aktual di lapangan yang telah disebutkan di depan, nampaknya sudah perlu kita merubah pemikiran untuk membuang semua lumpur ke laut atau membuatan lumpur ke laut sebagai upaya utama dalam menyelesaikan masalah lumpur tersebut. Rasanya perlu kita merubah pemikiran kita menjadi, tidak semua lumpur harus dibuang ke laut, atau biarkan lumpur sebagian di darat dalam jumlah tertentu dan kita sanggup menanganinya dan mengalirkan atau membuang sebagian ke laut bagian yang selebihnya. Dengan kata lain, kita perlu menampung sebagian lumpur di darat.

Dengan pemikiran yang demikian maka,

1. Kita perlu membangun tanggul permanen di darat untuk menampung lumpur yang volumenya terus bertambah itu. Tanggul agar dibuat dari beton yang kokoh (tidak cukup hanya dengan tanggul tanah yang diperkuat), karena kita tidak tahu sampai kapan semburan lumpur itu berhenti. Dengan kata lain kita harus siap dengan kondisi semburan lumpur permanen.

2. Melengkapi tanggul permanen dengan alternatif ke-dua yang disebutkan di atas – membangun open channel. Alternatif ke-dua itu tepat untuk dijadikan pilihan permanen. Memang akan ada kesulitan dalam upaya pembebasan lahan, tetapi secara teknis pilihan ini lebih dapat diterima karena akan lebih mudah menyalurkan lumpur ke laut bila diperlukan.

3. Pembuatan tanggul permanen hendaknya memperhitungkan kemungkinan perluasan tanggul. Perlu dibuat suatu zona penyangga (buffer zones) di sekeliling tanggul agar bila diperlukan dapat segera dibuat tanggul tambahan di tempat tersebut. Lebar atau luas zona penyangga ini diperhitungkan dengan mempertimbangkan suplai lumpur dari semburan dan kemampuan menyalurkan lumpur ke laut.

4. Jangan jadikan kawasan genangan lumpur sebagai tempat yang seram yang tidak boleh dikunjungi. Tetapi, jadikanlah sebagai tempat wisata atau rekreasi, dan tempat belajar. Tentu saja dengan kondisi keamanan yang diperbaiki. Pasti banyak yang mau datang melihatnya.

Mengapa Perlu Menampung Lumpur di Darat?

Terjadinya semburan lumpur menunjukkan adanym material yang keluar dari dalam bumi. Dengan volume lumpur keluar yang sedemikian besar, kita bisa berasumsi bahwa ada perubahan di dalam bumi, minimal keseimbangan tekanan fomasi batuan. Dikhawatirkan, penyesuaian formasi batuan di dalam bumi karena perubahan tekanan itu akan berpengaruh sampai ke permukaan bumi dalam bentuk suatu amblesan. Apabila skenario ini yang terjadi di masa depan, maka lumpur yang kita tampung itulah yang akan mengisi cekungan yang terbentuk di permukaan bumi karena amblesan itu.

Kekhawatiran akan terjadinya amblesan ini saya kira tidak berlebihan. Karena beberapa waktu yang lalu telah dilaporkan adanya indikasi pemurunan permukaan tanah di sekitar kawasan semburan, dan telah terukur secara geodetik. Lihat alamat berikut: http://www.mediacenter.or.id/article/5/tahun/2006/bulan/10/tanggal/02/id/737/, bila ingin memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang amblesan ini. Atau alamat ini: http://rovicky.wordpress.com/2006/09/27/penampakan-mud-volcano-dalam-rekaman-penampang-seismik/.


Salam dari Ancol, 19 Oktober 2006
Wahyu

"Selamat Menunaikan Ibadah Puasa dan Selamat Idul Fitri 1427 H"
Semoga Allah subhanahu wa ta'ala mengampuni segala kesalahan kita dan menerima segala amal dan ibadah kita. Amin.

Thursday, October 05, 2006

SEMBURAN LUMPUR SIDOARJO: penyebab dan implikasinya

Pada tanggal 27 September 2006, bertepatan dengan acara Sidang Kabinet yang membicarakan masalah Lumpur Sidoarjo, IAGI mengadakan diskusi tentang Lumpur Sidoarjo di Hotel Sahid Jaya. Ada tiga orang pembicara, yaitu Bapak Bambang Istadi, Eddy Sunardi, dan Rudi Rubiandini.

Saya waktu itu ikut hadir di arena diskusi. Secara singkat, dari tiga pembicara itu tertangkap oleh saya, ada 3 kemungkinan penyebab semburan LUSI:
1. Mud Volcano:
2. Geothermal:
3. Underground Blowout:

Ke-3 kemungkinan itu mempunyai bukti-bukti pendukungnya, dan tidak ada yang mengklaim yang paling benar.

---------------------
Pembicara 1. Bapak Bambang Istadi

Secara garis besar, Pak Bambang Istadi cenderung mengatakan bahwa fenomena semburan lumpur di Sidoarjo itu adalah suatu aktifitas Mud Volcano.

Fakta yang diajukan antara lain, pada pengamatan 29 Mei 2006:
1. Kandungan Hidrokarbon dan H2S.
2. Geyser behavior
3. Pulsation setiap 30 menit
4. Solid 30% dan water 70&

Analisis komposisi lainnya menunjukkan kandungan: CO2, N2, CH2, C2H6, C3H8 dan beberapa komponen lain (ngak sempat saya catat).

Dari kandungan H2S, ditafsirkan bahwa sumber lumpur adalah Formasi Kujung.

Airnya dari mana: (1) Formasi Kujung, dan (2) Batupasir di atas lumpur.

Analisis lingkungan pengendapan lumpur: outer shelf sampai non-marine.

Asal lumpur dari kedalaman 5000 - 6000 ft (telah dilewati bor).

Selanjutnya, untuk memperkuat pendapatnya, Pak Bambang memberikan gambaran bahwa di Jawa Timur banyak ditemukan fenoimena Mud Volcano. Beberapa fenomena yang ditunjukkan adalah:
1. Kalang Anyar, terletak di sebelah selatan Bandara Juanda.
2. Gunung Anyar, di daerah Rungkut, Surabaya. Ada oil seep.
3. Pulungan, ditunjukkan ada rumah yang dibangun di atas Mud Volcano. Tampak lantai rumah yang retak dan lumpur yang keluar di dalam rumah meskipun sedikit.
4. Sangiran.
5. Bledug Kuwu.

Selain itu ditunjukkan beberapa contoh fenomena Mud Volcano dari Azerbaijan, yang berasosiasi dengan kegiatan pemboran minyak. Ada juga Mud Volcano yang terbakar.

Ditampilkan juga pendapat dari peneliti Rusia (Alexei Milkov, ?, tolong dikoreksi) yang mengatakan bahwa fenomena Mud Extrution:
1. Bisa terjadi di onshore maupun offshore.
2. Lumpur berasal dari sedimentasi yang cepat
3. Keluarnya lumpur bisa karena Lateral tectonic compresion.
4. Bisa juga karena Magmatic.
5. Dan bisa pula karena Fluidized.

Ditekankan bahwa ada korelasi erat antara fenomena Mud Volcano dengan deposit hidrokarbon.
-------------------------
Pembicara 2. Bapak Eddy Sunardi

Pak Eddy mengatakan bahwa fenomena semburan lumpur Sidoarjo sebagai "surface upwelling of watery mud".

Fakta-fakta yang diungkapkan adalah:
1. Lumpur.
2. Adanya air asin
3. Adanya gelembung gas
4. Adanya aroma hidrokarbon.
5. Hubungan segaris / pelurusan / patahan dari sumber-sumber erupsi lumpur.

Dipertanyakan: Diapirisme atau Overpressure shale?

Selanjutnya dikungkapkan bahwa:
1. Permukaan lumpur memperlihatkan struktur vesikuler, mengindikasikan pelepasan gas.
2. Umur 4,9 - 2,8 My BP atau Early Pleiosen
3. Lingkungan laut dangkal
4. Alumina, Al2O3, tinggi.
5. Fe tinggi, red shale.
6. Anomali Cu - mineralisasi Cu, lingkungan tertutup.

Diinterpretasikan sebagai: produk volkanisme dan lingkungan reduksi.

Kemudian ditampilkan hasil analisis XRD:
1. Ada Halite
2. Indikasi batuan teralterasai (pirit, albit, kaolinit, paragonit, dan beberapa lagi?)
3. Alterasi hidrothermal.

Fakta lain:
1. NaCl sangat tinggi.
2. Unsur mineral air: seperti Na, Ca, K dll yang tinggi
3. Temperatur 110 - 120 derajad Celsius.
4. Aliran lumpur deras.

Driving force: H2S dan Hidrokarbon
---------------------
Pembicara 3: Bapak Rudi Rubiandini

Pak Rudi mengawali pembicaraan dengan menceritakan secara kronologi mulai dari kegiatan pemboran sampai terjadinya semburan lumpur.

Bapak Rudi Rubiandini, dengan keyakinannya bahwa ini adalah Underground Blowout, berpendapat semburan ini masih dapat diatasi dengan relief well.

Sementara itu, dikhawatirkan bahwa LUSI mendapat suplai air dari sistem aquifer yang berpangkal di kawasan Gunung Arjuna. Kalau ini yang terjadi, maka ngak ada obatnya.

Demikian pula kalau mud volcano. Ngak tahu cara menghentikannya.

Tentang tanggungjawab, itu urusan pengadilan.

Bagaimana mengetahui salah satunya? Ditentukan hasil relief well.

************

Pendapat Bapak Awang Harun Satyana, disampaikan melalui iagi.net tanggal 2 Oktober 2006.

Benar, kita tunggu saja apa yang akan terjadi beberapa bulan ke depan.

Perdebatan tak akan ada habisnya. Pendapat saya bisa didebat yang lain, saya juga bisa mendebat pendapat yang lain. Kita tak pernah bisa memahami alam 100 % bukan. Yang penting, warga direlokasi permanen, dan pembuangan lumpur/air tetap memperhatikan lingkungan.

Kejahatan lingkungan ? Ini musibah, tak ada kesengajaan merusak lingkungan, tentu berbeda dengan orang/perusahaan yang sengaja membuang limbah beracun ke sungai atau laut.

Salam,
awang

************

Saat pertemuan dengan Presiden di dalam sidang kabinet yang lalu. Upaya untuk menghentikan semburan lumpur yang dilaporkan adalah apa yang dilakukan oleh (berdasarkan pendapat dari) Bapak Rudi Rubiandini.

Selanjutnya, ketika Presiden memberikan 7 petunjuk, salah satunya adalah meneruskan upaya menghentikan lumpur yang sedang dilakukan saat ini (maksudnya upaya yang dilakukan Bapak Rudi Rubiandini). Bila demikian, dengan persetujuan untuk melanjutkannya, tentu kita bisa mengatakan bahwa hipotesa dari bapak Rudi Rubiandini bisa diterima dan dipersilahkan untuk mengujinya atau membuktikannya.

Selanjutnya, bila alur pikiran di atas dapat diterima maka, konsekuensi dari hasilnya saya kira sebagai berikut:
1. Bila semburan berhasil diatasi, berarti hipotesa Bapak Rudi Rubiandini benar, yaitu semburan terjadi karena underground blow out.
2. Bila semburan tidak berhasil, berarti dua kemungkinan:
a. semburan itu fenomena mud volcano atau hidrothermal (fenomena alam), atau
b. underground blow out yang telah termodifikasi menjadi bencana alam.

Selanjutnya, bila kita menerima itu sebagai fenomena alam, maka kita tidak fair bila membebankan semua biaya kepada Lapindo.

Sebaliknya, bila itu underground blow out yang berkembang menjadi fenomena alam, apakah semuanya masih tetap ditanggung Lapindo? Bisakah untuk penyelesaiannya kita mengacu pada kasus Exxon Valdez?

*************

Bapak Rovicky, pada iagi.net tanggal 2 Oktober 2006.

Kalau mengacu pada kecelakaan exxon Valdez, maka hal yg mirip adalah kecelakaan disebabkan kegiatan Exxon (Kapal tankernya tenggelam, menumpahkan minyak di laut), namun berkembang menjadi bencana alam karena faktor alam yang "unpredicted" (weather, sea current dll). Akibatnya membunuh 250,000 sea birds, 2,800 sea otters, 300 harbor seals, 250 bald eagles, bahkan juga ikan paus 22 orcas, jutaan salmon, dll

Sepertinya smua sepakat menganggap effect dari tumpahnya minyak Exxon Valdez sebagai bencana. Dan Exxon sebagai penyandang dana untuk mengatasinya.

Bedanya kejadian Exxon Valdez ada di Alaska yg tidak dihuni manusia tapi hanya hewan saja, dengan jumlah koran tsb diatas.

Tapi aku ga tau apakah dulu ada kepres Amrik utk menyatakan exxon
Valdez sebagai bencana....

rdp
*************

Pendapat Bapak R.P. Koesoemadinata, disampaikan melalui iagi.net pada tanggal 3 Oktober 2006

Sebetulnya dari apa yang saya pelajari terjadi suatu kombinasi dari blow out dan mudvolcano, tapi bukan "shale extrusion". Blow-out terjadi pada Fm Kujung dan telah menyemburkan air bertekanan tinggi yang kemudian, karena casing telah tersumbat, keluar melalui rekahan pada endapan Pliocene dan Pleistocene yang kemudian menyeret lempung itu keluar sehingga membentuk semburan lumpur, yang boleh dikatakan juga sebagai mudvolcano (tergantung definisi mudvolcano). Makanya lumpur yang keluar itu sangat encer (70% air) kalau dibandingkan dengan shale extrusion. Sesuai dengan gradien geothermal temperatur di TD itu cukup tinggi, lebih dari 100 derajad C sehingga tidak perlu mencari air dari dari reservoir geothermal volkanik.

Saya kira relieve well akan berhasil menghentikan semburan jika dapat mencapai tepat pada entry point dimana sumur Banjar Panji menembus puncak gamping terumbu Fm Kujung atau apapun nama formasi ini. Ini yang saya tidak tahu apa yang jadi sasaran dari relieve well ini. Juga tergantung apakah entry point ini pada terumbu karbonat itu belum rusak.

Ini pendapat saya.
RPK
****************

Penjelasan Bapak R.P. Koesoemadinata tentang Mud Volcano, disampaikan melalui iagi.net tanggal 4 Oktober 2006.

Ini sekedar penjelasan: Gunungapi Lumpur

Dalam buku Geologi Minyak-dan Gasbumi yang saya tulis dan diterbitkan pada tahun 1978, saya mengklasifikasikan 2 jenis gunungapi lumpur:
(1). Gunungapi lumpur dangkal dan (2). Gunungapi lumpur dalam

Gunungapi Lumpur Dangkal:
Yang dimaksud dengan gunungapi lumpur dangkal adalah gejala munculnya erupsi lumpur beserta gas yang membentuk kerucut dan terjadi kobaran api, yang berhubungan dengan terjadinya kebocoran dari suatu reservoir hydrocarbon. Tekanan gas dalam reservoir ini yang menjadi pendorong cairan serta serpih yang ada di atasnya sehingga terjadi erupsi lumpur di permukaan.

Gunungapi Lumpur Dalam:
Yang dimaksud dengan gunungapi lumpur dalam adalah gejala munculnya erupsi lumpur di permukaan yang membentuk kerucut yang disebabkan extrusi lempung dari overpressured shale yang biasanya terdapat pada kedalaman besar. Keberadaan gas hanyalah terbawa secara kebetulan dari lapisan2 yang mengandung gas pada formasi yang ada di atas overpressured shale itu

Disebut gunungapi (volcano) karena sering gejala ini menyala karena terjadinya pembakaran gas.

Dalam hal Lusi saya klasifikasikan sebagai gunungapi lumpur kombinasi dangkal dan dalam, walaupun tidak terjadi pembakaran gas, dan reservoir yang bocor ini terdapat cukup dalam, sedangkan di atas reservoir ini terjadi overpressured shale. Mengingat bahwa komposisi lumpur sangat encer (70% air), air yang keluar itu sebagian besar berasal dari reservoir yang bocor

RPK
***************

Demikian, sebagian pendapat yang berkembang di sekitar masalah penyebab dan implikasinya dari semburan lumpur di Sidoarjo.


Salam dari Ancol, 5 Oktober 2006
Wahyu