Tuesday, July 03, 2007

Apa Penyebab Semburan Lumpur Sidoarjo?

Telah setahun lebih semburan lumpur di Sidoarjo terjadi, dan tidak menunjukkan tanda-tanda akan berhenti semburannya meskipun berbagai upaya telah dilakukan. Sementara masalah yang berkaitan dengan semburan lumpur itu terus berkembang, upaya dari Pemerintah untuk mengatasinya tetap jauh dari memadai. Seakan ada hal yang menahan langkah Pemerintah untuk memberikan bantuan kepada para korban.

Sampai sekarang, sementara persoalan terus berkembang dan penduduk yang terkena musibah terus menderita, belum ada kesepakatan dari para ahli tentang penyebab semburan lumpur itu. Padahal, menentukan penyebabnya sangat penting bagi penentuan langkah selanjutnya dalam mengelesaikan masalah lumpur tersebut.

Berkenaan dengan masalah penyebab semburan lumpur tersebut, mungkin ada baiknya kita menyimak tulisan dari seorang teman di bawah ini, yang dipublikasikan sebelumnya melalui iagi-net.

---------------

Sebenarnya, pertanyaan2 Pak Nataniel juga rekan2 lain tentang kemungkinan hubungan gempa dengan semburan LUSI pernah saya jawab dan didiskusikan di milis ini serta milis2 lain tahun lalu, juga saat saya dimintai pendapat oleh ANTV dalam acara Topik Kita.

Sebagai geologist, kita tentu biasa bermain dengan ruang dan waktu. Bila ada kejadian yangsecara temporal berhubungan atau berurutan dan secara spasial bisaberhubungan, dalam pemahaman saya kita tak boleh mengabaikannya.

Terkait dengan semburan LUSI, pemboran BJP-1 tentu harus kita curigai, tetapi kita juga harus curigai gempa Yogya 27 Mei 2006 karena menurut hemat saya secara temporal dan spasial ia terhubung ke LUSI, kita juga harus melihat reaktivasi Semeru pada saat yang sama dengan mulai tersemburnya LUSI (29 Mei 2006), kita juga tak bisa mengabaikan terekamnya energi gelombang gempa tersebut di perairan Pangkah saat Hess melakukan survai seismic pada 27 Mei 2006.

Selain pemboran BJP-1 yang jaraknya tak sampai 1/2 km dari titik semburan LUSI, yang saya sebutkan itu puluhan-ratusan km jaraknya dari LUSI. Maka, penjelasan gempa sebagai pemicu LUSI akan tak popular dan mungkin sulit diterima sebab bisa menjadi penjelasan yang sulit. Jauh lebih mudah menerima penjelasan pemboran BJP-1 sebagai penyebab LUSI. Tetapi, yang mudah belum tentu benar dan yang sulit belum tentu salah.

Argumentasi dan perdebatan kita tentang penyebab LUSI ini sudah berjalan setahun lebih. Ada publikasi yang jelas-jelas menyebut bahwa (1) LUSI akibat pemboran BJP-1 (misalnya Richard Davis dari Durham University yang banyak dikutip "kubu" pemboran BJP-1 sebagai penyebab LUSI), (2) ada publikasi yang jelas-jelas menyebut bahwa LUSI akibat gempa Yogya 27 Mei 2006 (misalnya Mazzini dari University of Oslo dan Akhmanov dari MoscowUniversity). (3) Ada yang menganut dua-duanya, kombinasi pemboran BJP-1 dan gempa Yogya 27 Mei 2006 (Jim Mori, Kyoto Univ.). (4) Tim LUSI IAGI menyebut penyebab LUSI sebagai "tektonik" (yang bisa berhubungan (direaktivasi) dengan gempa Yogya 27 Mei 2006). (5) Banyak juga publikasi yang menyebut "tidak tahu" apa penyebabnya.

Jawaban yang benar atas penyebab LUSI ini penting sebab akan menentukan apakah LUSI itu bencana alam atau bencana buatan manusia, atau seberapa % bencana alam-nya, seberapa % bencana akibat manusianya kalau itu hasil kombinasi.

Di lain pihak, kita tahu sangat sulit membuat analisis yang benar tentang hal itu. Mungkin kita tak akan tahu apa penyebab yang sebenarnya. Yang jelas, kita tahu bahwa LUSI adalah bencana besar dan massif yang sudah menyebabkan puluhan ribu masyarakat menderita dan banyak sarana umum rusak dan bencana2 ikutannya tak mustahil akan terus berurut terjadi terkait dengan LUSI. Subsidence !

Data terakhir, dalam sebulan wilayah ini bisa ambles 23-88 cm, atau 0.7-3 cm per hari, padahal dalam standar normal penurunan di wilayah itu hanya 10 cm pertahun. Pak Widya Utama dari ITS bahkan bilang "Pasuruan terancam amblas" juga.

Ini bencana massif. Pemerintah tak boleh absen lagi, (dan adalah) tak masuk akal bagaimana bencana sebesar ini ditumpahkan semuanya ke sebuah perusahaan ? Skalanya bisa sebesar tsunami Aceh Desember 2004 sebab rentetan bencananya banyak dan akan banyak, tetapi penanganannya sangat minimal, sumbangan terkumpul pun sangat minimal... padahal Jawa Timur kita tahu ia salah satu daerah terpenting di Indonesia.

Kita kembali ke pertanyaan Pak Nataniel,

1. Jarak episentrum utama gempa Yogya 27 Mei 2006 ke lokasi semburan utama LUSI adalah sekitar 250 km.

2. Liquefaction, stream flow, dan mudvolcano adalah gejala umum ikutan gempa. Manga dan Brodsky (2006) pernah membuat cross plot dengan sumbu Y jarak episentrum-tiga kejadian ikutan di atas, dan sumbu Y magnitude gempa dalam skala Mw (body wave magnitude). Semua kejadian itu bisa terjadi di jarak 2-1000 km dari titik episenrum. Khusus mudvolcano pernah terjadi di jarak 40 - 1000 km dari episentrum. Berapa magnitude minimal gempa agar mudvolcano terjadi ? dari cross plot berdasarkan kejadian2 yang ada adalah 7.0 Mw.

Kita lihat kasus gempa Yogya 27 Mei 2006-LUSI. Jarak keduanya sekitar 250 km, Mw gempanya 6.3. Berarti, LUSI mudvolcano bukan akibat gempa Yogya dong sebab Mw-nya di bawah 7.0 ? Ini banyak dipakai sebagai alasan bahwa LUSI bukan akibat gempa Yogya.

Tunggu dulu. (1) Cross plot Manga and Brodsky (2006) adalah hanya mengumpulkan data statistic dari kejadian yang telah ada lalu diambil general trend, itu bukan cross plot analisis bagaimana gempa akan mengakibatkan mudvolcano. Kemudian, (2) cross plot ini juga tak memperhitungkan bagaimana kekhasan geologi dan pola tektonik setiap wilayah. Artinya, gempa "kecil" seperti Yogya bisa saja menyebabkan mudvolcano di wilayah Sidoarjo kalau ada jalan propagasi gelombang gempa yang seolah seperti "freeway" di bawah sana. Freeway semacam itu ada dalam kasus LUSI. Sesar Opak tersambung secara right stepping dextral ke Sesar Watukosek yang memotong LUSI.

Goncangan skala MMI III-IV diwilayah Sidoarjo saat gempa Yogya terjadi sering dipakai sebagai alasan bahwa goncangannya terlalu lemah untuk bikin mudvolcano LUSI. Jangan salah, skala MMI adalah ukuran kerusakan di permukaan, bukan kekuatan yang terukur di bawah permukaan, sedangkan hubungan pembangkitan mudvolcano oleh gempa adalah masalah bawah permukaan.

3. Antara liquefaction, stream flow, mud volcano, reaktivasi gunungapidengan kejadian gempa yang membangkitkannya selalu ada jeda waktu. Kasus-kasus (saya tak bisa menyebutnya satu per satu karena banyak sekali) yang ada (kebanyakan) jeda waktu itu antara hitungan jam-seminggu setelah kejadian gempa. Ini sangat biasa. Reaktivasi Merapi dan Semeru akibat gempa Yogya terjadi 2 hari setelah gempa Yogya, atau bertepatan dengan mulai tersemburnya LUSI.

Ada beberapa hal lain yang mungkin tak banyak disinggung dalam diskusi2 tetapi dapat mengindikasi bahwa kaitan gempa Yogya dan mudvolcano LUSI cukup erat :

1- propagasi energy gempa Yogya lebih "terbuang" kekuatannya ketimur-timurlaut daripada ke arah lain. Banyak bukti mendukung hal ini : ploting semua episentrum aftershocks, reaktivasi Semeru, gempa yang terukur di perairan Pangkah, dll.

2- terjadi penurunan laju alir produksi sumur Carat (masih di wilayah Lapindo, sekitar 10 km ke arah timur dari BJP-1) saat gempa Yogya 27 Mei 2007 terjadi.

3- terjadi partial loss di sumur BJP-1 10 menit setelah terjadi gempaYogya 27 Mei 2006.

4- Sejak awal semburan, laju semburan meningkat dari 5000 m3/hari -120.000 m3/hari selama 11 minggu pertama. Lalu pada periode 14Agustus-10 September 2006, laju semburan berfluktuasi dari 0-120.000m3/hari, dan meningkat secara drastic mengikuti swarms of earthquakes pada bulan September-Desember 2006 sampai pernah mencapai 200.000m3/hari. Swarms of earthquake yang dimaksud adalah semua gempa di atas Mw > 3.7 dengan episentrum pada radius max 300 km dari titik LUSI (dataUSGS). Dengan kata lain, terjadi korelasi positif antara volume semburan, peningkatan CH4 dan H2S dengan aktivitas gempa di wilyah ini, LUSI is a pulsating mud-volcano.

5- Ketika VSP dilakukan di BJP-1 beberapa hari sebelum gempa Yogya, saat perekaman dilakukan di section tight hard volcaniclastic sandstone di kedalaman > 8500 ft terekam banyak "noise". Apakah noise ini terhubung dengan "foreshock" gempa Yogya yang kemudian terjadi pada 27 Mei 2006 ? Bisa kita kaji lebih jauh.

Akan halnya telah terjadi reaktivasi tektonik di wilayah ini dapat ditampilkan beberapa gejala sbb. :

1- titik-titik semburan LUSI dalam beberapa hari kejadian awalnyatersebar mengikuti garis lurus BD-TL, sejajar dengan splay Sesar Watukosek.

2- terdapat retakan besar dan panjang di wilayah lokasi BJP-1 dengan arahyang sama, yaitu BD-TL.

3- terjadi pembengkokan rel kereta api yang lokasinya persis di jalur pemotongan sesar, dari pembengkokan itu kita ketahui terjadi reaktivasi dextral.

Akan halnya betapa labilnya secara seismotektonik wilayah Sidoarjo ini dilaporkan bahwa pada 26 Desember 2004 saat Aceh-Sumatra Utara digoncang gempa dahsyat berkekuatan 8.9 SR, terjadi semburan lumpur pada hari yang sama di sebuah rumah penduduk di Kab. Sidoarjo. Ini informasi yang dihimpun tim LUSI IAGI.

Saya cukupkan dulu. Sebagai pengetahuan umum, gempa bisa mengaktifkan semburan semacam LUSI dengan mekanisme triggering : strain changes (nearfield static displacement), unclogging of cracks, desolution of gas. Dan, sering terjadi bahwa goncangan2 kecil akan mengubah sistem geothermal yang akan segera mengubah sistem tekanan di wilayah bawah permukaan, lalu ... these initially small events can cascade into largerevents... tak mustahil terjadi hal seperti itu di LUSI.

Argumentasi dan perdebatan kita tentang penyebab LUSI ini sudah berjalan setahun lebih. Tak ada kesepakatan di antara para ahli geologi, para ahli geologi mengalami "perpecahan" begitu pernah dimuat di Koran Tempo. Jangan sampai pecah tentunya, jangan terpancing, jangan emosi, lihat semua fakta, jangan menutup mata terhadap fakta-fakta yang ada. Harus kita akui bahwa kita tak bisa memahami seluruh misteri Bumi Pertiwi.

Pertanyaannya : siapa yang akan menuntaskan kasus penyebab LUSI ini ?

Salam,
awang
-------------------
Tulisan di atas dikutip dengan izin tertulis dari penulisnya melalui e-mail dari penulisnya tanggal 3 Juli 2007.