Wednesday, April 26, 2006

Mengendalikan dan Memanfaatkan Alam

Alam memang tidak dapat ditaklukkan, tetapi dalam batas-batas tertentu dapat dimanfaatkan atau dikendalikan untuk kepentingan manusia. Pengembangan prinsip pengendalian dan pemanfaatan inilah yang membuat kita dapat mendapai kemajuan teknologi dan dapat hidup dengan lebih "baik". Contoh sederhana: dengan mengendalikan api dan memanfaatkan logam-logam kita membuat mesin, dengan memanfaatkan api dan logam-logam dan angin kita bisa menerbangkan pesawat terbang. Di pantai, dengan bangunan teknik tertentu kita bisa mengatur pola arus dan dapat merubah kondisi erosi menjadi sedimentasi. Panas bumi dari magma bisa dimanfaatkan sebagai sumber tenaga pembangkit listrik.

Tentang perubahan lingkungan akibat aktifitas manusia? Itu suatu pilihan. Bisa diperhitungkan neraca untung ruginya. Untuk Terusan Suez atau Panama misalnya. Bila tidak dibuat hanya karena takut lingkungan berubah atau rusak, sampai sekarang manusia yang berlayar masih harus berkeliling ujung Afrika dan Amarika Selatan. Kerusakan ada, tapi keuntungan jauh lebih besar.

Prinsipnya, alam itu harus dipelajari, dikonservasi dan dimanfaatkan untuk kepentingan manusia. Ketiga hal itu harus seimbang.

Tentang menaklukkan Gunung Merapi? Jangan mimpilah! Mengapa harus ditaklukkan? Saat ini Gunung Merapi sedang memenuhi kodratnya untuk "mengeluarkan" isi perutnya yang nanti akan menjadi lahan yang subur bagi manusia untuk bercocok tanam dan berternak. Toh apa pun yang akan dikeluarkan oleh Gunung Merapi nanti untuk kepentingan manusia juga. Karena itu, apa salahnya untuk sementara manusia "menyingkir" dahulu. Sebentar saja. Bayangkan, kalau Gunung Merapi mengikuti keinginan manusia.

Untung manusia hadir setelah gunung, laut dan segalanya siap untuk dimanfaatkan. Kalau tidak, mungkin manusia akan berkeinginan jangan ada letusan gunung api, jangan ada gempa, jangan ada erosi, jangan ada banjir, jangan ada badai, dan lain sebagainya yang oleh manusia sekarang dipandang sebagai bencana. Padahal semua itu bagian dari skenario memakmurkan bumi dari yang menciptakannya untuk kepentingan manusia.

Salam,

Wahyu

NB. Ketika tulisan ini dibuat, Gunung Merapi di Jawa Tengah sedang aktif dan dalam kondisi siaga. Penduduk telah diungsikan, dan berbagai pihak telah bersiap melakukan tindakan bila Gunung Merapi benar-benar meletus. Di dalam diskusi IAGI.net, sempat ada yang melontarkan gagasan agar gunungapi itu dibom agar tekanan magmanya berkurang sehingga letusan dahsyat yang dibayangkan tidak akan terjadi.

Saturday, April 22, 2006

Menunggu kabar baik dari Gunung Merapi

Persiapan pemerintah pusat dan daerah dan berbagai pihak untuk menghadapi kemungkinan erupsi GunungMerapi telah dilakukan. Pengungsian sejumlah ribuan penduduk dari beberapa desa yang berada dalam zona bahaya telah dilakukan. Dan, 4 skenario evakuasi telahpula disiapkan (Kompas online, Sabtu, 22 April, 06.30). Disebutkan pula bahwa untuk menghindari simpang siur, wewenang telah diberikan kepada Direktorat Volkanologi dan Mitigasi Gunung Berapi untuk mengubah dan menetapkan status Gunung Merapi menjadi lebih berbahaya atau bersahabat. Para ahli gunungapi pun terus bekerja keras mengawasi aktifitas Gunung Merapi. Dan, sekarang semuanya tinggal menunggu waktu perubahan status Siaga menjadi Awas (Kompas online, Sabtu 22 April, 14.49).

Dari berita-berita terakhir itu, tampaknya kita semua telah siap untuk menghadapi erupsi Gunung Merapi bilabenar-benar terjadi.

Selama "menunggu" perubahan status itu sebenarnya ada persoalan lain yang perlu perhitungkan. Pertanyaannya adalah "Berapa lama kita harus menunggu?". Berapa lama penduduk harus berada di pengungsian dengan segala ketidak-nyamanan dan ketidak-pastian?, Bagaimana dengan nafkah hidup mereka selama dipengungsian?, Bagaimana dengan pengawasan terhadap keamanan harta benda yang mereka tinggalkan selama mengungsi?

Setelah semua bersiaga dan menunggu. Tantangan terbesar sekarang ada dipundak para ahli volkanologi untuk memastikan apakah akan terjadi erupsi atau tidak. Mereka harus dapat menjawab pertanyaan yang nantinya akan muncul, yaitu: "Kapan kami boleh pulang?", dari para pengungsi bila mereka mulai jemu dan menjadi tidak sabar di pengungsian. Itulah tantang yang sedang kita hadapi sekarang. Daya tahan dan kesabaran penduduk untuk tetap dipengungsian. Kemampuan Pemerintah mengakomodasi mereka selama di pengungsian. Kemampuan para ahli membacaGunung Merapi. Dan, kredibilitas Pemerintah danIlmuwan serta keselamatan penduduk menjadi taruhannya.

Pada kasus erupsi gunung De Colima episode 1998-2000di Meksiko (Gavilanes-Ruiz, 2000), evakuasi dilakukansampai 3 (tiga) kali.

Semoga kita segera mendengar kabar baik dari Gunung Merapi, sebelum kesabaran habis dan kredibilitas runtuh.

Salam,

WBS

Thursday, April 20, 2006

Mitigasi Bencana Gunungapi yang Sukses: pelajaran dari Filipina dan Meksiko

Sukses atau gagalnya upaya mitigasi bencana gunungapi diukur dari ada atau tidaknya korban jiwa karena erupsi gunungapi. Persoalan inilah yang sekarang sedang kita hadapi seiring dengan aktifitas Gunung Merapi di Jawa Tengah saat ini. Ada 2 contoh kasus sukses mitigasi bencana gunungapi, yaitu dari Filipina ketika erupsi Gunung Mayon tahun 2000, dan Meksiko ketika erupsi Gunung De Colima episode 1998-2000.

Dari Filipina, Corpuz et al. (2000) menyebutkan sukses tersebut ditentukan oleh 4 hal:
1). pengamatan terus menerus sepanjang waktu,
2). asesmen bencana bertahun-tahun,
3). pemerintah pusat dan lokal yang responsif,
4). sedikit KEBERUNTUNGAN.

Dari Meksiko, Ganivales-Ruiz (2000) menyebutkan mitigasi bencana gunungapi tidak akan berhasil hanya dengan penelitian dan monitoring aktifitas gunungapi. Diperlukan juga pemahaman lingkungan sosial masyarakat setempat. Untuk mendapatkan partisipasi masyarakat dalam mitigasi bencana, pemerintah dan ilmuwan perlu memandang serius batas-batas bencana yang dapat diterima oleh masyarakat. Untuk itu diperlukan dukungan penelitian geo-sosial dan aktifitas komunkasi bencana dengan memasukkan spesialis yang ahli dalam kerentanan sosial dalam komite ilmiah gunungapi aktif.

Kemudian, dari Meksiko disebutkan pula bahwa: kemampuan memprediksi terjadinya erupsi gunungapi dan efeknya dalam bentuk suatu Peta Daerah Bahaya merupakan kunci utama keberhasilan kegiatan mitigasi. Kemampuan tersebut dikatakan sangat penting karena:
1). dengan kemampuan itu dapat ditentukan apa yang harus dilakukan dalam upaya mitigasi,
2). peta bahaya sangat diperlukan bagi penyusunan rancangan pengelolaan bencana ketika bencana ituterjadi,
3). kredibilitas pemerintah dan para ilmuwan dipertaruhkan di hadapan masyarakat yang terancam bahaya erupsi gunungapi, dan ini mempengaruhi sukses atau tidaknya upaya mitigasi bencana. Berkaitan dengan kondisi Gunung Merapi saat ini, yang perlu dilakukan adalah:
1). ilmuwan terus berupaya mengamati tingkah laku gunungapi dalam upaya memprediksi waktu terjadinya erupsi dan bahaya yang akan terjadi,
2). pemerintah pusat dan daerah terus melakukan persiapan untuk melakukan tindakan penyelamatan bila bencana itu benar-benar terjadi,
3). para ilmuwan beserta pemerintah (pusat dan daerah) hendaknya berhati-hati dalam mengeluarkan pernyataan berkaitan dengan prediksi waktu terjadinya erupsi untuk menjaga kredibilitas di mata masyarakat. Perlu disadari bahwa peringatan yang semu (false alarm) akan memunculkan masalah sosial-ekonomi bagi penduduk yang dievakuasi, dan dapat menghilangkan kredibilitas pemerintah serta ilmuwan di hadapan masyarakat yang perlu dievakuasi.

Salam,
WBS

Disarikan dari:
Setyawan, W.B., 2001. Mitigasi bencana gunungapi yang sukses: pelajaran dari Filipina dan Meksiko. Alami, vol. 6, no. 2: 42-46.

Sunday, April 09, 2006