Tuesday, September 26, 2006

"Mud Volcano" Sidoarjo 1: kita hanya bicara



Dalam sepekan yang lalu, ada hal yang menarik muncul di media massa, yaitu berita tentang berbagai pernyataan para pengambil keputusan yang simpang siur tentang upaya menangani berbagai hal yang terkait dengan aktifitas "Mud Volcano" di Sidoarjo. Mari kita perhatikan bagaimana simpang-siurnya pendapat itu muncul ke permukaan, yang dapat kita simak dari pemberitaan media massa.

Kutipan 1.
Lumpur Lapindo Mengandung Racun
Jum'at, 15 September 2006 | 01:48 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta:Pengkampanye energi Jaringan Advokasi Tambang Andre S. Wijaya menyatakan lumpur panas Lapindo Brantas mengandung racun. "Dari hasil uji laboratorium ditemukan ada kandungan logam berat," kata Andre kepada Tempo semalam.

Kandungan bahan kimia lumpur yang menyembur di Porong, Sidoarjo, itu antara lain phenol, sejenis alkohol yang bisa membuat iritasi kulit, dan senyawa chlor yang berpotensi menjadi racun jika menjadi gas clorida. Selain itu, terdapat juga logam berat seperti raksa (hg), kromium, kadmium, dan besi.

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi merekomendasikan kepada pemerintah untuk membuang lumpur Lapindo langsung ke pesisir Sidoarjo. Pesisir yang kini berupa rawa itu bisa disulap menjadi pulau lumpur dengan bahan sekitar 41,5 juta meter kubik lumpur.

Langkah ini ditempuh jika opsi penyumbatan dan pembuangan lumpur Lapindo di Banjar Panji 1 Renokenongo gagal. Derasnya luapan lumpur panas sejak 29 Mei ditakutkan menimbulkan bencana saat hujan tiba. Volume semburan yang rata-rata 50 ribu meter kubik lumpur per hari, telah menggenangi sembilan desa dan memaksa ribuan penduduk mengungsi.

Andre menambahkan, masih perlu pengkajian terhadap konsentrasi, sebaran logam guna memastikan risiko bagi kesehatan dan lingkungan. Karena lumpur sudah masuk ke siklus hidrologi seperti sungai dan sumur galian, maka standar baku mutu air harus negatif dari kandungan logam.

Dia khawatir kandungan kimia berubah menjadi racun dalam kondisi suhu tertentu. Mengingat kawasan pantai banyak faktor yang mempengaruhi terurainya bahan kimia. "Tidak ada satu pihakpun yang menjamin keamanannya," ujarnya.

Farah Sova, Deputi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, mengatakan, pembuangan lumpur tidak sekadar menutup permukaan laut. "Air laut bisa membawa lumpur ke tempat lain, sehingga dampaknya bisa meluas," ujar kata Farah.

Ketua Dewan Lingkungan Sidoarjo Nurul Ahdi juga menemukan lumpur Lapindo mengandung bahan kimiawi di atas ambang batas kewajaran. "Selain logam berat raksa serta kandungan minyak, lemaknya cukup tinggi sehingga bisa mematikan biota air," katanya.

Kementerian Lingkungan Hidup meminta ada kajian matang sebelum opsi ini dilaksanakan. "Harus dicari cekungan yang tepat dengan kemiringan tertentu pada lokasi tertentu sehingga dapat dibentuk sliding untuk membendung," kata Asisten Deputi Urusan Pengkajian Dampak Lingkungan KLH, Hermien Roosita.

Bupati Sidoarjo Win Hendrarso, meminta solusi apapun yang hendak diambil cepat diwujudkan. Rekomendasi pembuatan Pulau Lampur, menurutnya, sangat mungkin dan relatif mudah karena tanah-tanah di daerah yang diincar sebagian besar milik negara. "Belum ada pemilik sah secara perorangan," katanya.

Di pesisir Sidoarjo, menurut Win, terdapat sekitar 1.000 hektare rawa. Dia minta pemerintah pusat 100 persen yang menangani opsi ini sehingga memperkecil potensi gejolak masyarakat terutama di Selat Madura.

Dari pantauan Tempo, pesisir yang dibidik untuk pembuangan lumpur berada di Desa Tegalsari, Kecamatan Jabon. Satu satunya akses menuju bibir pantai dengan berjalan kaki menyusuri hutan bakau sejauh 2,5 kilometer. Hutan mangrove memanjang mulai dari Jabon sampai Juanda, perbatasan Sidoarjo-Surabaya yang berjarak kurang lebih 50 kilometer.
****************
DIALOG YANG RAMAI DAN SERU DI TENGAH BAHAYA LUMPUR YANG MAKIN MENDEKAT. SEMUA MENYADARI BASARNYA ANCAMAN BAHAYA BILA MUSIM HUJAN TIBA?. TETAPI, SEMUANYA MASIH BERBICARA TERUS, TANPA TINDAKAN NYATA. MEMANG KITA PANDAI BERBICARA.

Kutipan 2.
Pulau Lumpur Tak Menjadi Opsi
Selasa, 19 September 2006 | 11:14 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta:Pulau lumpur tidak menjadi pilihan bagi penanganan lumpur Lapindo Brantas yang terus menyembur di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Gagasan ini dianggap memerlukan waktu lama dan membutuhkan biaya yang sangat mahal.

Opsi pulau lumpur direkomendasikan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) bersama Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, beberapa waktu lalu. Lahan yang dibutuhkan untuk pulau lumpur sekitar 6.800 hektar untuk menampung sekitar 41 juta meter kubik lumpur.

Lahan itu berada di kawasan delta Sidoarjo yang sudah mengalami sedimentasi secara alami sejak puluhan tahun lalu.

Ketua Tim Nasional Pelaksana Penanganan Penanggulangan Semburan Lumpur Basuki Hadimulyono mengatakan,menyediakan tanah ribuan hektare untuk pulau lumpur bukan perkara gampang.
"Belum tentu masyarakat mau diberi ganti rugi. Ini soal waktu yang mepet. Kalau kondisi ideal itu bisa menjadi pilihan yang baik," katanya usai rapat koordinasi di Gedung Negara Grahadi Surabaya tadi malam hingga dini hari tadi.
********************
ENTAH LAH, INI ALTERNATIF KE BERAPA YANG DITOLAK. TAPI, HANYA BISA MENOLAK TANPA MEMBERIKAN ALTERNATIF JALAN KELUAR.

Kutipan 3.
Tanggul Permanen Lumpur Lapindo Dibangun Januari 2007
Selasa, 19 September 2006 | 13:42 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta:Rasa waswas warga Porong, Sidoarjo, akan bencana lumpur belum akan berakhir dalam waktu dekat. Tanggul jebol dan luberan lumpur masih terus mengancam. Sebab, Tim Nasional Penanggulangan Semburan Lumpur Sidoarjo baru memutuskan membangun tanggul permanen guna mencegah terjadinya tanggul jebol. Namun, pembangunan itu baru bisa dilaksanakan paling cepat akhir Januari 2007.

Menurut Ketua Pelaksana Tim Nasional Penanggulangan Semburan Lumpur Sidoarjo Dr Basuki Hadimulyono, saat ini tanggul permanen masih dalam tahap desain. Karena November, Desember hingga Januari adalah musim penghujan, kata dia, secara teknis membangun tanggul permanen pada bulan itu tidak dimungkinkan.
*****************
MUSIM HUJAN MASUK BULAN OKTOBER 2006, TANGGUL BARU AKAN DIBUAT BULAN JANUARI 2007. BERARTI HARUS SIAP-SIAP BERNAFAS DALAM LUMPUR DIKALA MUSIM HUJAN NANTI.
SEPERTI INIKAH YANG DIKATAKAN MEMENTINGKAN KESELAMATAN MANUSIA?

Kutipan 4.
Lumpur Lapindo Tidak Akan Dibuang ke Laut
Selasa, 19 September 2006 | 14:58 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta:Menteri Negara Lingkungan Hidup Rahmat Witoelar mengatakan, lumpur yang ada di Sidoarjo tidak akan dibuang ke laut. "Kami tetap ingin menyelamatkan lingkungan," katanya di Gedung DPR siang tadi.

Kementerian lingkungan hidup, dia melanjutkan, tetap mengusahakan keselamatan lingkungan dan manusia. Karena, berbahaya apabila dikonfrontasi antara keselamatan alam dengan kepentingan manusia. Namun, jika pilihan akhir harus menyelamatkan manusia maka lumpur tersebut mau tidak mau akan dibuang ke laut. "Prioritas kita tetap menyelamatkan manusia," katanya.

Sebelumnya, Bupati Sidoarjo, Win Hendarso mengatakan bahwa lumpur yang saat ini masih terus keluar dari perut bumi akan dibuang ke laut untuk menyelamatkan kepentingan manusia. Menurut Rahmat, ucapan bupati tersebut, sah-sah saja. "Itu soal pilihan bahasa saja," katanya.

Saat ini pemerintah sedang menyiapkan skenario bahwa lumpur tersebut seolah-olah tidak akan pernah berhenti. Maka tetap akan ada sistem pemisahan air dan lumpur agar lingkungan tidak rusak.
**************
HE HE HE HE , SEMUA MENGATAKAN UNTUK KEPENTINGAN MANUSIA. TAPI, TERUS BERDEBAT SAJA TANPA TINDAKAN NYATA, SEMENTARA ANCAMAN BAHAYA LUMPUR MAKIN MEMBESAR.
TAHU ADA ANCAMAN BAHAYA DI MUSIM HUJAN YANG AKAN DATANG, TAPI TINDAKAN NYATA TIDAK ADA. DI BUAT PULAU LUMPUR NGAK BOLEH; DIBUANG KE LAUT, JUGA NGAK BOLEH; KATANYA MAU BUAT TANGGUL PERMANEN, TAPI SETELAH MUSIM HUJAN (SETELAH BENCANA MELANDA?). AH ....., KATANYA BERBUAT UNTUK MENYELAMATKAN KEPENTINGAN MANUSIA.

Kutipan 5.
Tanggul Lumpur Lapindo Setinggi Tujuh Meter Jebol
Rabu, 20 September 2006 | 13:43 WIB

TEMPO Interaktif, Sidoarjo:Desa Siring, Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, kembali tenggelam lumpur panas, Rabu malam, setelah tanggul setinggi tujuh meter yang mengelilingi desa tersebut jebol.

Dari pantauan Tempo, desa yang berada di sisi barat dari pusat semburan tersebut saat ini sudah tenggelam hingga setinggi lutut orang dewasa. Parahnya, lumpur yang mengalir deras masuk ke dalam desa adalah lumpur yang masih hangat dengan hanya sedikit kandungan air.
-------
Karena lumpur sudah hampir menyamai tinggi tanggul. Bahkan, sejak kemarin pagi beberapa kali lumpur meluap. Untuk menghindari luapan aparat TNI dari Batalion Zipur mencoba menghalau dengan cara membuat tanggul setengah melingkar untuk mengarahkan lumpur supaya mengarah ke sisi selatan menuju kolam penampungan (Pond) 5.

******************
AH....., YANG NAMANYA LUMPUR TETAP LUMPUR. TIDAK AKAN MENUNGGU DEBAT SELESAI. DIA TETAP MENGIKUTI HUKUM DARI PENCIPTANYA
KALAU SEKARANG SAJA TANGGUL SUDAH JEBOL, BAGAIMANA BILA MUSIM HUJAN TIBA NANTI MULAI BULAN OKTOBER?

Kutipan 6.
Lapindo Tak Sudi Danai Bedol Desa
Kamis, 21 September 2006 | 02:56 WIB

TEMPO Interaktif, Sidoarjo:Lapindo Brantas tidak akan mencarikan lahan apalagi membangunkan rumah untuk warga di delapan desa yang hendak bedol desa karena semburan lumpur panas. "Itu mustahil dilakukan karena apapun yang dibeli Lapindo secara otomatis menjadi aset negara," ujar juru bicara PT Lapindo Brantas Inc Yuniwati Teriana, kemarin.

Menurutnya, Lapindo hanya kontraktor Badan Pengelola Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas). Jika membeli segala sesuatu berkaitan dengan eksplorasi gas, konsekuensinya menjadi aset negara. "Kalau harus membeli seluruh aset korban, untuk apa?" tanya Yuniwati kepada Tempo.

Prinsipnya, kata dia, pembelian seluruh aset korban lumpur tidak mungkin diwujudkan. Apalagi luapan lumpur sudah menenggelamkan lebih dari 350 hektare lahan dan 1.810 tempat tinggal penduduk.
Yuniwati mengaku akan membahas persoalan ini dengan tim nasional yang memegang kendali penanggulangan lumpur. "Kami juga mengirimkan surat kepada BP Migas, tapi belum ada jawaban pasti apakah diizinkan membeli seluruh aset korban lumpur atau tidak," ungkapnya.

Konsentrasi Lapindo terhadap korban lumpur, katanya, memberi ganti rugi berupa uang kontrak rumah selama 2 tahun, uang transportasi Rp 500 ribu setiap keluarga, dan uang makan Rp 300 ribu per orang.

Wakil Ketua Badan Pengelola Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) Trijana Kartoatmodjo mengatakan, Lapindo harus menanggung seluruh biaya bedol desa. Sebab, pemerintah tidak akan mengganti kerugian yang ditimbulkan.

Trijana menganggap keliru jika Lapindo tidak akan membeli rumah dan tanah warga korban lumpur yang hendak direlokasi secara permanen. "Itu tidak benar," ujar Trijana Kartoatmodjo yang juga sebagai Wakil Ketua Tim Nasional Penanggulangan Lumpur Lapindo.

Anggota tim nasional lainnya, Rawindra, menambahkan Lapindo harus membayar semua dampak semburan lumpur. "Mau tidak mau harus bayar," ujarnya Rawindra yang juga menjabat sebagai General Manajer PT Lapindo Brantas.

Dalam kondisi normal, menurutnya, secara bisnis apapun yang dibeli Lapindo akan menjadi aset negara dengan asumsi mendapat penggantian biaya atau cost recovery. "Kondisi saat ini berbeda, semua menjadi tanggung jawab Lapindo."

Mendengar ketidaksanggupan PT Lapindo, Bupati Sidoarjo Win Hendrarso menilai perusahaan itu memang tidak pernah menunjukkan kesungguhannya menangani bencan lumpur. Dia mengaku tidak akan berhenti menuntut tanggung jawab Lapindo. "Seluruh ganti rugi harus ditanggung," Win menegaskan.
Win pun sudah menyiapkan lahan alternatif untuk permukiman warga dari delapan desa. Di antaranya di Kecamatan Candi meliputi Desa Kecabean (24,2 ha), Desa Klurak (8 ha), dan Desa Kendal (3 ha). Sedangkan di Kecamatan Krembung meliputi Desa Krembung Kecamatan Krembung (50 ha), Desa Tulangan (50 ha) dan Desa Banjarasri Kecamatan Tanggulangin (50 ha).
*****************
SEMUA TANGGUNGJAWAB LAPINDO. LAPINDO HARUS MEMBAYAR. SEMENTARA ITU, LAPINDO MENJAWAB: TIDAK AKAN MENCARI LAHAN, APALAGI MEMBANGUNKAN RUMAH UNTUK DELAPAN DESA.
SEMUA DEBAT ITU TENTU SERU, TETAPI MASYARAKAT LAMA-LAMA BISA NGAK SABAR LHO. DAN LUMPUR JUGA NGAK AKAN BERHENTI MENYEMBUR DAN MENUNGGU DEBAT SELESAI.

Kutipan 7.
Tidak ada Penambahan Kolam Penampungan Lumpur Lapindo
Kamis, 21 September 2006 | 22:26 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta: Ketua Tim Nasional Penanggulangan Lumpur Panas Sidoarjo Basuki Hadimoeljono mengatakan kolam penampungan tidak akan ditambah lagi. Sebab penambahan lokasi penampungan berpotensi menimbulkan gejolak sosial.

"Itu dikhawatirkan ada implikasi sosial,"katanya dalam rapat dengar pendapat di DPR Kamis malam (21/9). Selama ini sudah dibuat hingga kolam (pond) 5 dengan total 354 hektar. Namun untuk pond 5 ini sedang dipersiapkan dan diharapkan mampu menampung lumpur hingga 4 bulan.

*********************
KALAU KITA BOLEH BERTANYA PADA PAK BASUKI, BILA KOLAM PENAMPUNGAN TIDAK DITAMBAH, LUMPUR TIDAK BOLEH DIBUANG KE LAUT, PULAU LUMPUR TIDAK BOLEH DIBUAT, SEMENTARA ITU LUMPUR TERUS BERTAMBAH, LALU SEBAIKNYA BAGAIMANA? KIRA-KIRA APA JAWABNYA YA.

Kutipan 8.
Lapindo Memang Harus Membayar Ganti Rugi
Kamis, 21 September 2006 | 23:35 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta: Ketua Timnas Penanggulangan Semburan Lumpur di Sidoarjo Basuki Moeljono mengatakan, semua kerugian akibat semburan lumpur panas ditagung oleh Lapindo. Apalagi saat ini pemerintah telah membentuk tim nasional penanggulangan, sehingga biaya ganti rugi harus diganti Lapindo.

Untuk menanggulangi semburan lumpur ini, kata Basuki, pemerintah juga harus menetapkan semburan lumpur itu sebagai keadaan bahaya. "Sebab semburan lumpur itu telah mengancam keselamatan manusia dan lokasi lumpur itu sendiri sudah tidak layak dihuni," kata Basuki di Jakarta, kemarin.

Menurut Anggota Komisi Energi DPR Ahmad Farial, Lapindo memang harus membayar ganti rugi dampak semburan lumpur Lapindo. Tapi, untuk biaya operasional tim nasional juga dibebankan ke Lapindo. Padahal pembentukan tim ini melalui Keputusan Presiden. "Seharusnya ada anggarannya," ujarnya.
*****************
MASIH BELUM ADA TINDAKAN NYATA KAN? MALAH PERDEBATANNYA MAKIN TAMBAH SERU.
BARANGKALI PANTAS JUGA BILA KITA BERTANYA: BENAR NGAK SIH, KALAU TIM NASIONAL YANG DIBENTUK DENGAN KEPUTUSAN PRESIDEN MINTA DUITNYA PADA LAPINDO?

Kutipan 9.
Wapres: Lapindo Tanggung Semua Biaya Penanganan Lumpur
Jum'at, 22 September 2006 | 20:18 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta:Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan seluruh biaya penangganan lumpur di Porong, Sidoarjo, menjadi tanggung jawab PT Lapindo Brantas Inc. "Ini sesuai kesepakatan awal," kata Jusuf Kalla, Jumat siang.

Biaya yang harus ditanggung Lapindo, katanya, termasuk untuk bedol desa warga di delapan desa yang permukimannya tergenang lumpur. Begitu pula dengan dana yang dibutuhkan Tim Nasional Penanggulangan Lumpur yang dipimpin Basuki Hadimoeljono.

Dalam Keputusan Presiden tentang pembentukan tim itu dijelaskan, biaya tim ditanggung Lapindo. "Kalau mereka minta dibiayai pemerintah, kami menolak," ujar Kalla.

Sebelumnya, juru bicara PT Lapindo Brantas Inc. Yuniwati Teriana mengatakan, perusahannya tidak akan mendanai bedol desa. Delapan desa yang akan dipindahkan yakni Desa Siring, Jatirejo, Kedungbendo, Renokenongo, Mindi, Pejarajab, Kedungcangkring, dan Besuki.
**********************
YAH ...., MAKIN SERU KAN PERDEBATANNYA? ORANG NOMOR SATU DAN NOMOR DUA DI NEGARA INI JUGA IKUT BERBICARA. SEMENTARA ITU, LAPINDO DENGAN JURU BICARANYA JUGA NGAK MAU DIAM BEGITU SAJA.
YANG AKAN MENANG DEBAT INI SIAPA YA? ATAU, SIAPA YANG AKAN MENDERITA DENGAN DEBAT INI YA?

Kutipan 10.
Luapan Lumpur Sidoarjo Telah Mencapai 6,15 Juta M3

ssnet| Tim Nasional Penanggulangan Lumpur Sidoarjo mengungkapkan, sejak terjadinya luapan pada 29 Mei 2006 hingga 12 September 2006, volume lumpur telah mencapai 6,15 juta meter kubik (m3).

Ini disampaikan BASUKI HADIMOELJONO Ketua Pelaksana Tim Nasional Penanggulangan Lumpur selesai rapat kerja dengan Komisi VII DPR di Jakarta, Kamis (21/09). Ia mengatakan, saat ini, kecenderungan volume keluarnya lumpur semakin besar. "Lumpur sudah sulit dikontrol dan berlangsung terus," katanya.

Menurut BASUKI yang juga Kepala Balitbang Departemen Pekerjaan Umum (PU), antara 29 Mei hingga 7 September 2006 volume luapan lumpur mencapai 5,7 juta m3 atau 55.000 m3 per hari.

"Sementara antara 7-12 September 2006 volume luapan lumpur mencapai 450.000 m3 atau per hari 75.000 m3," katanya.

Kata BASUKI, tingkat keberhasilan penutupan lumpur dengan metoda relief well hanya 10 persen. "Kita perkirakan 90 persennya tidak berhasil, karena harus menutup luapan yang berada tiga km di bawah permukaan tanah," katanya.

Menurut BASUKI, solusi penanggulangan lumpur tidak lagi dengan menambah kolam penampungan. Hingga saat ini, luapan lumpur telah menyebabkan 2.700 kepala keluarga mengungsi, menggenangi delapan desa, 250 ha sawah, 23 pabrik, jalan tol, rel KA, jaringan listrik, telepon, irigasi, dan drainase.

KUSWIYANTO Wakil Ketua Komisi E DPRD Jatim pada Sara Surabaya, Jumat (22/09) menjelaskan, sesudah pertemuan dengan Komisi VII DPR RI semalam diharapkan makin memantapkan Tim Nas Penanggulangan Lumpur untuk menetapkan kondisi bahaya di lokasi lumpur Sidoarjo. Untuk itu penyelamatan warga menjadi prioritas utama.

Diakui KUSWIYANTO ada beberapa skenario penanganan warga korban lumpur, pertama ganti untung, resettlement, dan relokasi. Tapi ke-3 upaya ini harus benar-benar ada jaminan riil dan kongkrit untuk dilaksanakan.

Senada dengan KUSWIYANTO, LATIEF BURHAN Ketua Dewan Lingkungan Hidup Propinsi Jatim menyatakan, langkah awal penyelesaian lumpur Lapindo ini adalah resettlement warga.

Semestinya kata LATIEF BURHAN, Pemkab Sidoarjo segera menetapkan pemindahan warga. Lalu mereka yang menerima dampak jangan meminta dikembalikan lagi pada kondisi semula karena pasti tidak mungkin.

Tentang rencana air lumpur dibuang ke laut, kata Ketua Dewan Lingkungan Hidup ini, silakan asal sudah diolah.(gk)

*****************
MEMANG SERU KAN, DITENGAH BENCANA YANG MAKIN MENGANCAM, SEMUANYA MASIH DIRAPATKAN, DIRENCANAKAN, MASIH BERBICARA SEMESTINYA, MASIH BERBICARA RENCANA YANG BELUM ADA JAMINAN DILAKSANAKAN. YANG PASTI, SAMPAI TANGGAL INI BELUM ADA TINDAKAN NYATA DARI MEREKA YANG MENGATAKAN MEMENTINAGKAN KESELAMATAN WARGA.

Kutipan 11.
Dana Tim Nasional Penangulangan Lumpur Urusan Lapindo
Sabtu, 23 September 2006 | 01:30 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta:Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan seluruh biaya penangganan lumpur di Porong, Sidoarjo, menjadi tanggung jawab PT Lapindo Brantas Inc. "Ini sesuai kesepakatan awal," kata Jusuf Kalla kemarin.

Biaya yang harus ditanggung Lapindo, katanya, termasuk untuk bedol desa warga di delapan desa yang permukimannya tergenang lumpur. Begitu pula dengan dana yang dibutuhkan Tim Nasional Penanggulangan Lumpur yang dipimpin Basuki Hadimoeljono.

Dalam Keputusan Presiden tentang pembentukan tim itu dijelaskan, biaya tim ditanggung Lapindo. "Kalau mereka minta dibiayai pemerintah, kami menolak," ujar Kalla.

Sebelumnya, juru bicara PT Lapindo Brantas Inc. Yuniwati Teriana mengatakan, perusahannya tidak akan mendanai bedol desa. Delapan desa yang akan dipindahkan yakni Desa Siring, Jatirejo, Kedungbendo, Renokenongo, Mindi, Pejarajab, Kedungcangkring, dan Besuki.

Semburan lumpur panas Lapindo makin mengkhawatirkan. Selain menenggelamkan permukiman penduduk juga merusak jalan tol Surabaya-Gempor serta menutup Jalan Raya Porong. Dinas Perhubungan Jawa Timur telah membuat jalur alternatif lalu lintas jalur Surabaya-Malang dan sebaliknya.

Angkutan kereta api Surabaya-Malang, misalnya, rutenya akan dialihkan ke selatan melintasi Mojokerto, Jombang, Kertosono, Kediri, Blitar, dan Malang. Untuk mengantisipasi lonjakan penumpang, jalur penerbangan langsung ke Malang akan ditambah frekwensinya.
****************
KUTIPAN YANG KE-11 INI SUBSTANSINYA SAMA DENGAN KUTIPAN KE 9. HANYA JUDULNYA DAN TANGGAL PEMBERITAANNYA YANG BERBEDA. ENTAH MENGAPA BERITA DEBAT INI DITERBITKAN ULANG. MUNGKIN KITA MEMANG SUKA BERDEBAT, DAN BUKAN BERUPAYA MENCARI JALAN KELUAR DARI PERSOALAN.

*******************
Catatan Penutup

Hari senin, 25 September 2006. Detik.com memberitakan bahwa:
1. Siang: Ada berita bahwa Siring mengkhawatirkan.
2. Sore: Ada berita bahwa tanggul di pusat semburan lumpur jebol. Ada berita simulasi dari para Ahli Geologi yang menyatakan bahwa pada Bulan Desember 2006, Porong tenggelam.
3. Malam: Diberitakan bahwa tanggul lumpur di Siring kembali jebol menggenangi jalan Tol Surabaya - Gempol, mengancam jalur kereta api Surabaya - Malang sehingga harus ditinggikan, dan merusak peralatan elektronik milik Jasa Marga.

Apa yang akan kita saksikan hari-hari selanjutnya?

Salam dari Ancol, 26 September 2006
Wahyu

No comments: