Gempa yang mengguncang Situbondo pada Senin 10 September 2007 tampaknya mempengaruhi kondisi semburan lumpur di Sidoarjo. Secra sederhana kita bisa menganalogikan kondisi semburan lumpur itu sebagai sebotol botol minuman bersoda yang diguncang-guncang dan kemudian dibuka tutupnya, maka air di dalam botol itu akan menyembur keluar dengan kuat.
-----------------------
Berikut ini adalah fakta yang dikutip dari berita dari Harian Republika, Rabu, 12 September 2007 21:40:00.
Semburan Lumpur dan Kadar H2S Makin MeningkatSidoarjo-
RoL-- Semburan lumpur Lapindo di Porong Sidoarjo dalam dua hari terakhir ini menunjukkan peningkatan yang cukup besar. Pantauan Antara, Rabu petang menunjukkan, jika biasanya volume sekitar 80 ribu kubik per hari, sejak dua hari terakhir ini volume semburan mencapai 120 ribu kubik per hari. Selain volume semburan yang membesar, kadar H2S yang dibawa lumpur juga tampak meningkat dari 20 part/milion (ppm) menjadi antara 30-35 part/milion (ppm).
Kadar H2S ini tergolong di atas standar rata-rata yang ditetapkan untuk keamanan kerja yaitu kurang dari 20 ppm. "Kami tadi sempat mengevakuasi para pekerja di tanggul bagian selatan karena angin mengarah ke selatan. Tidak terlalu lama, sekitar 30 menit. Sementara itu para pekerja di bagian utara tanggul utama masih diperbolehkan bekerja karena dinilai masih cukup aman," kata Humas BPLS Achmad Zulkarnaen.
Meski belum diketahui secara pasti penyebab peningkatan semburan dan kadar H2S, Namun BPLS menduga dipengaruhi tekanan dari dalam tanah pasca gempa bumi yang terjadi di Situbondo, beberapa waktu lalu. "Kami menduga peningkatan semburan dan kadar H2S ini, dipengaruhi gempa bumi yang terjadi di Situbondo," kata Achmad Zulkarnaen yang akrab disapa Izul ini.
Akibat peningkatan volume semburan itu, kini luapan lumpur tidak hanya mengalir ke arah selatan, melainkan juga mulai kembali mengarah ke utara dan barat menuju rel dan jalan raya Porong. Bendera kuning yang biasanya dipasang di sekitar tanggul utama, kini sudah diturunkan petugas dan diganti menjadi bendera merah, yang berarti kondisi di sekitar semburan membahayakan.
Terkait peningkatan yang terjadi mendadak ini, BPLS kini kembali sibuk memperkuat tanggul, baik yang ada di sekitar pusat semburan maupun tanggul di Desa Siring dan Jatirejo. "Selain penguatan tanggul, kami juga memasang karung pasir yang dipasang di sejumlah titik tanggul utama yang dianggap rawan jebol," kata Izul. antara/mim
----------------
Selanjutnya, berikut ini adalah analisis dari seorang rekan yang melihat adanya hubungan temporal dan kemungkinan adanya hubungan spasial antara Gempa Situbondo, meningkatnya Semburan Lumpur Sidoarjo dan Bangkitnya Gunung Kelud.
Gempa Situbondo yang menggoncang ujung Jawa Timur dan sekitarnya pada Senin 10 September 2007 dengan kekuatan 4.5 SR ternyata tak hendak lekas-lekas lenyap. BMG mencatat sampai saat ini telah tercatat gempa susulan sebanyak 482 kali (!). Dari gempa sebanyak itu yang dirasakan hanyalah 61 kali dengan kekuatan 2-4 SR. Kapan gempa-gempa ini akan pergi dari Situbondo, tidak ada yang bisa menduganya.
Dua hari setelah gempa utama Situbondo menggoncang ujung utara wilayah tapal kuda Jawa Timur itu, hari Rabu kemarin, 12 September 2007, BPLS (Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo) mencatat volume semburan LUSI meningkat tajam, juga semburan H2S-nya. Semula, LUSI menyembur pada 80.000 m3/hari, lalu naik menjadi sekitar 120.000 m3/hari. Sementara itu, kandungan gas H2S mencatat rekor tertingginya sejak LUSI menyembur, yaitu mencapai 35 ppm, padahal biasanya rata-rata kandungan gas H2S sekitar 20 ppm. Pertambahan volume dadakan ini membuat BPLS lebih repot daripada biasanya. Puluhan truk dikerahkan untuk mengangkut material guna memperkuat tanggul. Ratusan karung pasir ditambah untuk memperkuat tanggul utama. Pipa cadangan segera digunakan untuk membuang lumpur yang mendadak berlebih.
Gunung Kelud, gunung di sebelah baratdaya Kabupaten Sidoarjo, yang terletak di ujung sesar Watukosek, sekaligus menyembunyikan atau menghentikan sesar besar ini, juga bangkit kembali sejak beberapa hari terakhir ini. Maka, status gunung ditingkatkan dari Aktif Normal menjadi Waspada. Danau kawah Kelud yang terkenal itu semakin menunjukkan kegiatannya. Kegempaan, deformasi, visual, pengukuran suhu kawah, dan data kimia air kawah menunjukkan bahwa gunung ini sedang bangkit lagi.
Ketiga peristiwa geologi di atas apakah saling berhubungan ? Apakah gempa Situbondo telah memprovokasi LUSI dan Kelud ? Silakan dipikirkan. Hubungan temporal ada, hubungan spatial bisa ada bisa tidak.
Tulisan di atas disarikan berdasarkan berita-berita di koran Media Indonesia dan Bisnis Indonesia Kamis 13 September 2007, dilengkapi dengan komunikasi lisan bersama beberapa personal yang berhubungan langsung dengan LUSI.
salam,
awang
(Izin tertulis via email pada 13 September 2007)
---------------------
Ancol, 2 Ramadhan 1428 H / 14 September 2007
Salam,
WBS
Friday, September 14, 2007
Wednesday, September 05, 2007
10 Sungai Dunia
Berikut ini adalah tentang 10 sungai utama di Bumi yang mengalami tekanan terutama karena aktifitas manusia maupun perubahan perubahan iklim. Mari kita cermati kondisi ke-sepuluh sungai itu dan mencoba menarik pelajaran darinya.
From: waterforum@yahoogroups.com, [WaterForum] Digest Number 1516
Fwd: ENDANGERED RIVERS
Posted by: "Dr.Syed.S. Ahmed"
Date: Tue Sep 4, 2007 9:54 am
The ten river basins across the world which face the greatest risk of drying out:
1. Rio Grande
Flows through: US, Mexico
Length: 1,890 miles.
Key threats: Water extraction, salination, invasive species
Dependent wildlife: 69 of the 121 fish species found nowhere else
2. Yangtze
Flows through: China
Length: 3,910 miles
Key threats: Pollution, 105 planned dams, overfishing
Dependent wildlife: 350 fish species including Yangtze Sturgeon, 160 amphibian species, Finless Porpoise, Chinese Alligator, Giant Panda, and the largest salamander in the world
3. Mekong
Flows through: China, Laos, Burma, Vietnam, Thailand, Cambodia
Length: 2,860 miles
Key threats: Overfishing, 149 dams planned, deforestation, pollution
Dependent wildlife: Mekong giant catfish (the world's largest freshwater fish), 160 amphibian species, estimated 1,700 fish species, Irrawaddy river dolphin
4. Salween
Flows through: China, Burma, Thailand
Length: 1,740 miles
Key threats: 16 proposed dams
Dependent wildlife: The fishing cat, Siamese crocodile, small panda, wild donkey of Dulong, 92 amphibian species. 47 of its 143 fish species are found nowhere else
5. Murray-Darling basin
Flows through: Australia
Length: 2,100 miles
Key threats: Invasive species, salinisation, climate change
Dependent wildlife: Silver perch, freshwater catfish, Murray cod, crayfish and freshwater snails, 16 mammal and 35 bird species
6. Ganga
Flows through: India, but also drains from Nepal and China
Length: 1,560 miles
Key threats: Water extraction, 14 proposed dams, climate change
Dependent wildlife: Ganges river dolphin, freshwater shark (Glyphis gangeticus), 140 fish species and 90 amphibian species
7. Indus
Flows through: Pakistan, but also drains from Afghanistan, India and China
Length: 1,800 miles
Key threats: Climate change, water extraction, pollution, 6 proposed dams
Dependent wildlife: Indus river dolphin, 22 of 147 species of fish are found nowhere else, 25 amphibian species
8. La Plata basin
Flows through: Paraguay, Brazil, Uraguay, Bolivia, Argentina
Length: 2,500 miles
Key threats: 27 proposed dams, dredging, overfishing, climate change, pollution
Dependent wildlife: La Plata river dolphin, ocelots, 85 of 350 species of fish are found nowhere else, more than 1,600 species of flowering plants. Fills the Pantanal, the largest freshwater wetland in the world
9. Nile
Flows through: Egypt, Sudan, Ethiopia, Uganda, and drains from Tanzania, Burundi, Rwanda, Democratic Republic of Congo, Eritrea and Kenya.
Length: 4,160 miles
Key threats: Climate change, extraction, invasive species
Dependent wildlife: Nile crocodile, 26 of its 129 fish species are found nowhere else, 137 amphibian species
10. Danube
Flows through: Germany, Austria, Slovakia, Hungary, Serbia, Romania and Bulgaria
Length: 1,730 miles
Key threats: 8 proposed dams, shipping infrastructure, flood protection measures, pollution, invasive species
Dependent wildlife: 7 of its 103 fish species and 18 of its 88 freshwater molluscs are found nowhere else
--- End forwarded message ---
Salam dari Ancol,
WBS
From: waterforum@yahoogroups.com, [WaterForum] Digest Number 1516
Fwd: ENDANGERED RIVERS
Posted by: "Dr.Syed.S. Ahmed"
Date: Tue Sep 4, 2007 9:54 am
The ten river basins across the world which face the greatest risk of drying out:
1. Rio Grande
Flows through: US, Mexico
Length: 1,890 miles.
Key threats: Water extraction, salination, invasive species
Dependent wildlife: 69 of the 121 fish species found nowhere else
2. Yangtze
Flows through: China
Length: 3,910 miles
Key threats: Pollution, 105 planned dams, overfishing
Dependent wildlife: 350 fish species including Yangtze Sturgeon, 160 amphibian species, Finless Porpoise, Chinese Alligator, Giant Panda, and the largest salamander in the world
3. Mekong
Flows through: China, Laos, Burma, Vietnam, Thailand, Cambodia
Length: 2,860 miles
Key threats: Overfishing, 149 dams planned, deforestation, pollution
Dependent wildlife: Mekong giant catfish (the world's largest freshwater fish), 160 amphibian species, estimated 1,700 fish species, Irrawaddy river dolphin
4. Salween
Flows through: China, Burma, Thailand
Length: 1,740 miles
Key threats: 16 proposed dams
Dependent wildlife: The fishing cat, Siamese crocodile, small panda, wild donkey of Dulong, 92 amphibian species. 47 of its 143 fish species are found nowhere else
5. Murray-Darling basin
Flows through: Australia
Length: 2,100 miles
Key threats: Invasive species, salinisation, climate change
Dependent wildlife: Silver perch, freshwater catfish, Murray cod, crayfish and freshwater snails, 16 mammal and 35 bird species
6. Ganga
Flows through: India, but also drains from Nepal and China
Length: 1,560 miles
Key threats: Water extraction, 14 proposed dams, climate change
Dependent wildlife: Ganges river dolphin, freshwater shark (Glyphis gangeticus), 140 fish species and 90 amphibian species
7. Indus
Flows through: Pakistan, but also drains from Afghanistan, India and China
Length: 1,800 miles
Key threats: Climate change, water extraction, pollution, 6 proposed dams
Dependent wildlife: Indus river dolphin, 22 of 147 species of fish are found nowhere else, 25 amphibian species
8. La Plata basin
Flows through: Paraguay, Brazil, Uraguay, Bolivia, Argentina
Length: 2,500 miles
Key threats: 27 proposed dams, dredging, overfishing, climate change, pollution
Dependent wildlife: La Plata river dolphin, ocelots, 85 of 350 species of fish are found nowhere else, more than 1,600 species of flowering plants. Fills the Pantanal, the largest freshwater wetland in the world
9. Nile
Flows through: Egypt, Sudan, Ethiopia, Uganda, and drains from Tanzania, Burundi, Rwanda, Democratic Republic of Congo, Eritrea and Kenya.
Length: 4,160 miles
Key threats: Climate change, extraction, invasive species
Dependent wildlife: Nile crocodile, 26 of its 129 fish species are found nowhere else, 137 amphibian species
10. Danube
Flows through: Germany, Austria, Slovakia, Hungary, Serbia, Romania and Bulgaria
Length: 1,730 miles
Key threats: 8 proposed dams, shipping infrastructure, flood protection measures, pollution, invasive species
Dependent wildlife: 7 of its 103 fish species and 18 of its 88 freshwater molluscs are found nowhere else
--- End forwarded message ---
Salam dari Ancol,
WBS
Tuesday, July 03, 2007
Apa Penyebab Semburan Lumpur Sidoarjo?
Telah setahun lebih semburan lumpur di Sidoarjo terjadi, dan tidak menunjukkan tanda-tanda akan berhenti semburannya meskipun berbagai upaya telah dilakukan. Sementara masalah yang berkaitan dengan semburan lumpur itu terus berkembang, upaya dari Pemerintah untuk mengatasinya tetap jauh dari memadai. Seakan ada hal yang menahan langkah Pemerintah untuk memberikan bantuan kepada para korban.
Sampai sekarang, sementara persoalan terus berkembang dan penduduk yang terkena musibah terus menderita, belum ada kesepakatan dari para ahli tentang penyebab semburan lumpur itu. Padahal, menentukan penyebabnya sangat penting bagi penentuan langkah selanjutnya dalam mengelesaikan masalah lumpur tersebut.
Berkenaan dengan masalah penyebab semburan lumpur tersebut, mungkin ada baiknya kita menyimak tulisan dari seorang teman di bawah ini, yang dipublikasikan sebelumnya melalui iagi-net.
---------------
Sebenarnya, pertanyaan2 Pak Nataniel juga rekan2 lain tentang kemungkinan hubungan gempa dengan semburan LUSI pernah saya jawab dan didiskusikan di milis ini serta milis2 lain tahun lalu, juga saat saya dimintai pendapat oleh ANTV dalam acara Topik Kita.
Sebagai geologist, kita tentu biasa bermain dengan ruang dan waktu. Bila ada kejadian yangsecara temporal berhubungan atau berurutan dan secara spasial bisaberhubungan, dalam pemahaman saya kita tak boleh mengabaikannya.
Terkait dengan semburan LUSI, pemboran BJP-1 tentu harus kita curigai, tetapi kita juga harus curigai gempa Yogya 27 Mei 2006 karena menurut hemat saya secara temporal dan spasial ia terhubung ke LUSI, kita juga harus melihat reaktivasi Semeru pada saat yang sama dengan mulai tersemburnya LUSI (29 Mei 2006), kita juga tak bisa mengabaikan terekamnya energi gelombang gempa tersebut di perairan Pangkah saat Hess melakukan survai seismic pada 27 Mei 2006.
Selain pemboran BJP-1 yang jaraknya tak sampai 1/2 km dari titik semburan LUSI, yang saya sebutkan itu puluhan-ratusan km jaraknya dari LUSI. Maka, penjelasan gempa sebagai pemicu LUSI akan tak popular dan mungkin sulit diterima sebab bisa menjadi penjelasan yang sulit. Jauh lebih mudah menerima penjelasan pemboran BJP-1 sebagai penyebab LUSI. Tetapi, yang mudah belum tentu benar dan yang sulit belum tentu salah.
Argumentasi dan perdebatan kita tentang penyebab LUSI ini sudah berjalan setahun lebih. Ada publikasi yang jelas-jelas menyebut bahwa (1) LUSI akibat pemboran BJP-1 (misalnya Richard Davis dari Durham University yang banyak dikutip "kubu" pemboran BJP-1 sebagai penyebab LUSI), (2) ada publikasi yang jelas-jelas menyebut bahwa LUSI akibat gempa Yogya 27 Mei 2006 (misalnya Mazzini dari University of Oslo dan Akhmanov dari MoscowUniversity). (3) Ada yang menganut dua-duanya, kombinasi pemboran BJP-1 dan gempa Yogya 27 Mei 2006 (Jim Mori, Kyoto Univ.). (4) Tim LUSI IAGI menyebut penyebab LUSI sebagai "tektonik" (yang bisa berhubungan (direaktivasi) dengan gempa Yogya 27 Mei 2006). (5) Banyak juga publikasi yang menyebut "tidak tahu" apa penyebabnya.
Jawaban yang benar atas penyebab LUSI ini penting sebab akan menentukan apakah LUSI itu bencana alam atau bencana buatan manusia, atau seberapa % bencana alam-nya, seberapa % bencana akibat manusianya kalau itu hasil kombinasi.
Di lain pihak, kita tahu sangat sulit membuat analisis yang benar tentang hal itu. Mungkin kita tak akan tahu apa penyebab yang sebenarnya. Yang jelas, kita tahu bahwa LUSI adalah bencana besar dan massif yang sudah menyebabkan puluhan ribu masyarakat menderita dan banyak sarana umum rusak dan bencana2 ikutannya tak mustahil akan terus berurut terjadi terkait dengan LUSI. Subsidence !
Data terakhir, dalam sebulan wilayah ini bisa ambles 23-88 cm, atau 0.7-3 cm per hari, padahal dalam standar normal penurunan di wilayah itu hanya 10 cm pertahun. Pak Widya Utama dari ITS bahkan bilang "Pasuruan terancam amblas" juga.
Ini bencana massif. Pemerintah tak boleh absen lagi, (dan adalah) tak masuk akal bagaimana bencana sebesar ini ditumpahkan semuanya ke sebuah perusahaan ? Skalanya bisa sebesar tsunami Aceh Desember 2004 sebab rentetan bencananya banyak dan akan banyak, tetapi penanganannya sangat minimal, sumbangan terkumpul pun sangat minimal... padahal Jawa Timur kita tahu ia salah satu daerah terpenting di Indonesia.
Kita kembali ke pertanyaan Pak Nataniel,
1. Jarak episentrum utama gempa Yogya 27 Mei 2006 ke lokasi semburan utama LUSI adalah sekitar 250 km.
2. Liquefaction, stream flow, dan mudvolcano adalah gejala umum ikutan gempa. Manga dan Brodsky (2006) pernah membuat cross plot dengan sumbu Y jarak episentrum-tiga kejadian ikutan di atas, dan sumbu Y magnitude gempa dalam skala Mw (body wave magnitude). Semua kejadian itu bisa terjadi di jarak 2-1000 km dari titik episenrum. Khusus mudvolcano pernah terjadi di jarak 40 - 1000 km dari episentrum. Berapa magnitude minimal gempa agar mudvolcano terjadi ? dari cross plot berdasarkan kejadian2 yang ada adalah 7.0 Mw.
Kita lihat kasus gempa Yogya 27 Mei 2006-LUSI. Jarak keduanya sekitar 250 km, Mw gempanya 6.3. Berarti, LUSI mudvolcano bukan akibat gempa Yogya dong sebab Mw-nya di bawah 7.0 ? Ini banyak dipakai sebagai alasan bahwa LUSI bukan akibat gempa Yogya.
Tunggu dulu. (1) Cross plot Manga and Brodsky (2006) adalah hanya mengumpulkan data statistic dari kejadian yang telah ada lalu diambil general trend, itu bukan cross plot analisis bagaimana gempa akan mengakibatkan mudvolcano. Kemudian, (2) cross plot ini juga tak memperhitungkan bagaimana kekhasan geologi dan pola tektonik setiap wilayah. Artinya, gempa "kecil" seperti Yogya bisa saja menyebabkan mudvolcano di wilayah Sidoarjo kalau ada jalan propagasi gelombang gempa yang seolah seperti "freeway" di bawah sana. Freeway semacam itu ada dalam kasus LUSI. Sesar Opak tersambung secara right stepping dextral ke Sesar Watukosek yang memotong LUSI.
Goncangan skala MMI III-IV diwilayah Sidoarjo saat gempa Yogya terjadi sering dipakai sebagai alasan bahwa goncangannya terlalu lemah untuk bikin mudvolcano LUSI. Jangan salah, skala MMI adalah ukuran kerusakan di permukaan, bukan kekuatan yang terukur di bawah permukaan, sedangkan hubungan pembangkitan mudvolcano oleh gempa adalah masalah bawah permukaan.
3. Antara liquefaction, stream flow, mud volcano, reaktivasi gunungapidengan kejadian gempa yang membangkitkannya selalu ada jeda waktu. Kasus-kasus (saya tak bisa menyebutnya satu per satu karena banyak sekali) yang ada (kebanyakan) jeda waktu itu antara hitungan jam-seminggu setelah kejadian gempa. Ini sangat biasa. Reaktivasi Merapi dan Semeru akibat gempa Yogya terjadi 2 hari setelah gempa Yogya, atau bertepatan dengan mulai tersemburnya LUSI.
Ada beberapa hal lain yang mungkin tak banyak disinggung dalam diskusi2 tetapi dapat mengindikasi bahwa kaitan gempa Yogya dan mudvolcano LUSI cukup erat :
1- propagasi energy gempa Yogya lebih "terbuang" kekuatannya ketimur-timurlaut daripada ke arah lain. Banyak bukti mendukung hal ini : ploting semua episentrum aftershocks, reaktivasi Semeru, gempa yang terukur di perairan Pangkah, dll.
2- terjadi penurunan laju alir produksi sumur Carat (masih di wilayah Lapindo, sekitar 10 km ke arah timur dari BJP-1) saat gempa Yogya 27 Mei 2007 terjadi.
3- terjadi partial loss di sumur BJP-1 10 menit setelah terjadi gempaYogya 27 Mei 2006.
4- Sejak awal semburan, laju semburan meningkat dari 5000 m3/hari -120.000 m3/hari selama 11 minggu pertama. Lalu pada periode 14Agustus-10 September 2006, laju semburan berfluktuasi dari 0-120.000m3/hari, dan meningkat secara drastic mengikuti swarms of earthquakes pada bulan September-Desember 2006 sampai pernah mencapai 200.000m3/hari. Swarms of earthquake yang dimaksud adalah semua gempa di atas Mw > 3.7 dengan episentrum pada radius max 300 km dari titik LUSI (dataUSGS). Dengan kata lain, terjadi korelasi positif antara volume semburan, peningkatan CH4 dan H2S dengan aktivitas gempa di wilyah ini, LUSI is a pulsating mud-volcano.
5- Ketika VSP dilakukan di BJP-1 beberapa hari sebelum gempa Yogya, saat perekaman dilakukan di section tight hard volcaniclastic sandstone di kedalaman > 8500 ft terekam banyak "noise". Apakah noise ini terhubung dengan "foreshock" gempa Yogya yang kemudian terjadi pada 27 Mei 2006 ? Bisa kita kaji lebih jauh.
Akan halnya telah terjadi reaktivasi tektonik di wilayah ini dapat ditampilkan beberapa gejala sbb. :
1- titik-titik semburan LUSI dalam beberapa hari kejadian awalnyatersebar mengikuti garis lurus BD-TL, sejajar dengan splay Sesar Watukosek.
2- terdapat retakan besar dan panjang di wilayah lokasi BJP-1 dengan arahyang sama, yaitu BD-TL.
3- terjadi pembengkokan rel kereta api yang lokasinya persis di jalur pemotongan sesar, dari pembengkokan itu kita ketahui terjadi reaktivasi dextral.
Akan halnya betapa labilnya secara seismotektonik wilayah Sidoarjo ini dilaporkan bahwa pada 26 Desember 2004 saat Aceh-Sumatra Utara digoncang gempa dahsyat berkekuatan 8.9 SR, terjadi semburan lumpur pada hari yang sama di sebuah rumah penduduk di Kab. Sidoarjo. Ini informasi yang dihimpun tim LUSI IAGI.
Saya cukupkan dulu. Sebagai pengetahuan umum, gempa bisa mengaktifkan semburan semacam LUSI dengan mekanisme triggering : strain changes (nearfield static displacement), unclogging of cracks, desolution of gas. Dan, sering terjadi bahwa goncangan2 kecil akan mengubah sistem geothermal yang akan segera mengubah sistem tekanan di wilayah bawah permukaan, lalu ... these initially small events can cascade into largerevents... tak mustahil terjadi hal seperti itu di LUSI.
Argumentasi dan perdebatan kita tentang penyebab LUSI ini sudah berjalan setahun lebih. Tak ada kesepakatan di antara para ahli geologi, para ahli geologi mengalami "perpecahan" begitu pernah dimuat di Koran Tempo. Jangan sampai pecah tentunya, jangan terpancing, jangan emosi, lihat semua fakta, jangan menutup mata terhadap fakta-fakta yang ada. Harus kita akui bahwa kita tak bisa memahami seluruh misteri Bumi Pertiwi.
Pertanyaannya : siapa yang akan menuntaskan kasus penyebab LUSI ini ?
Salam,
awang
-------------------
Tulisan di atas dikutip dengan izin tertulis dari penulisnya melalui e-mail dari penulisnya tanggal 3 Juli 2007.
Sampai sekarang, sementara persoalan terus berkembang dan penduduk yang terkena musibah terus menderita, belum ada kesepakatan dari para ahli tentang penyebab semburan lumpur itu. Padahal, menentukan penyebabnya sangat penting bagi penentuan langkah selanjutnya dalam mengelesaikan masalah lumpur tersebut.
Berkenaan dengan masalah penyebab semburan lumpur tersebut, mungkin ada baiknya kita menyimak tulisan dari seorang teman di bawah ini, yang dipublikasikan sebelumnya melalui iagi-net.
---------------
Sebenarnya, pertanyaan2 Pak Nataniel juga rekan2 lain tentang kemungkinan hubungan gempa dengan semburan LUSI pernah saya jawab dan didiskusikan di milis ini serta milis2 lain tahun lalu, juga saat saya dimintai pendapat oleh ANTV dalam acara Topik Kita.
Sebagai geologist, kita tentu biasa bermain dengan ruang dan waktu. Bila ada kejadian yangsecara temporal berhubungan atau berurutan dan secara spasial bisaberhubungan, dalam pemahaman saya kita tak boleh mengabaikannya.
Terkait dengan semburan LUSI, pemboran BJP-1 tentu harus kita curigai, tetapi kita juga harus curigai gempa Yogya 27 Mei 2006 karena menurut hemat saya secara temporal dan spasial ia terhubung ke LUSI, kita juga harus melihat reaktivasi Semeru pada saat yang sama dengan mulai tersemburnya LUSI (29 Mei 2006), kita juga tak bisa mengabaikan terekamnya energi gelombang gempa tersebut di perairan Pangkah saat Hess melakukan survai seismic pada 27 Mei 2006.
Selain pemboran BJP-1 yang jaraknya tak sampai 1/2 km dari titik semburan LUSI, yang saya sebutkan itu puluhan-ratusan km jaraknya dari LUSI. Maka, penjelasan gempa sebagai pemicu LUSI akan tak popular dan mungkin sulit diterima sebab bisa menjadi penjelasan yang sulit. Jauh lebih mudah menerima penjelasan pemboran BJP-1 sebagai penyebab LUSI. Tetapi, yang mudah belum tentu benar dan yang sulit belum tentu salah.
Argumentasi dan perdebatan kita tentang penyebab LUSI ini sudah berjalan setahun lebih. Ada publikasi yang jelas-jelas menyebut bahwa (1) LUSI akibat pemboran BJP-1 (misalnya Richard Davis dari Durham University yang banyak dikutip "kubu" pemboran BJP-1 sebagai penyebab LUSI), (2) ada publikasi yang jelas-jelas menyebut bahwa LUSI akibat gempa Yogya 27 Mei 2006 (misalnya Mazzini dari University of Oslo dan Akhmanov dari MoscowUniversity). (3) Ada yang menganut dua-duanya, kombinasi pemboran BJP-1 dan gempa Yogya 27 Mei 2006 (Jim Mori, Kyoto Univ.). (4) Tim LUSI IAGI menyebut penyebab LUSI sebagai "tektonik" (yang bisa berhubungan (direaktivasi) dengan gempa Yogya 27 Mei 2006). (5) Banyak juga publikasi yang menyebut "tidak tahu" apa penyebabnya.
Jawaban yang benar atas penyebab LUSI ini penting sebab akan menentukan apakah LUSI itu bencana alam atau bencana buatan manusia, atau seberapa % bencana alam-nya, seberapa % bencana akibat manusianya kalau itu hasil kombinasi.
Di lain pihak, kita tahu sangat sulit membuat analisis yang benar tentang hal itu. Mungkin kita tak akan tahu apa penyebab yang sebenarnya. Yang jelas, kita tahu bahwa LUSI adalah bencana besar dan massif yang sudah menyebabkan puluhan ribu masyarakat menderita dan banyak sarana umum rusak dan bencana2 ikutannya tak mustahil akan terus berurut terjadi terkait dengan LUSI. Subsidence !
Data terakhir, dalam sebulan wilayah ini bisa ambles 23-88 cm, atau 0.7-3 cm per hari, padahal dalam standar normal penurunan di wilayah itu hanya 10 cm pertahun. Pak Widya Utama dari ITS bahkan bilang "Pasuruan terancam amblas" juga.
Ini bencana massif. Pemerintah tak boleh absen lagi, (dan adalah) tak masuk akal bagaimana bencana sebesar ini ditumpahkan semuanya ke sebuah perusahaan ? Skalanya bisa sebesar tsunami Aceh Desember 2004 sebab rentetan bencananya banyak dan akan banyak, tetapi penanganannya sangat minimal, sumbangan terkumpul pun sangat minimal... padahal Jawa Timur kita tahu ia salah satu daerah terpenting di Indonesia.
Kita kembali ke pertanyaan Pak Nataniel,
1. Jarak episentrum utama gempa Yogya 27 Mei 2006 ke lokasi semburan utama LUSI adalah sekitar 250 km.
2. Liquefaction, stream flow, dan mudvolcano adalah gejala umum ikutan gempa. Manga dan Brodsky (2006) pernah membuat cross plot dengan sumbu Y jarak episentrum-tiga kejadian ikutan di atas, dan sumbu Y magnitude gempa dalam skala Mw (body wave magnitude). Semua kejadian itu bisa terjadi di jarak 2-1000 km dari titik episenrum. Khusus mudvolcano pernah terjadi di jarak 40 - 1000 km dari episentrum. Berapa magnitude minimal gempa agar mudvolcano terjadi ? dari cross plot berdasarkan kejadian2 yang ada adalah 7.0 Mw.
Kita lihat kasus gempa Yogya 27 Mei 2006-LUSI. Jarak keduanya sekitar 250 km, Mw gempanya 6.3. Berarti, LUSI mudvolcano bukan akibat gempa Yogya dong sebab Mw-nya di bawah 7.0 ? Ini banyak dipakai sebagai alasan bahwa LUSI bukan akibat gempa Yogya.
Tunggu dulu. (1) Cross plot Manga and Brodsky (2006) adalah hanya mengumpulkan data statistic dari kejadian yang telah ada lalu diambil general trend, itu bukan cross plot analisis bagaimana gempa akan mengakibatkan mudvolcano. Kemudian, (2) cross plot ini juga tak memperhitungkan bagaimana kekhasan geologi dan pola tektonik setiap wilayah. Artinya, gempa "kecil" seperti Yogya bisa saja menyebabkan mudvolcano di wilayah Sidoarjo kalau ada jalan propagasi gelombang gempa yang seolah seperti "freeway" di bawah sana. Freeway semacam itu ada dalam kasus LUSI. Sesar Opak tersambung secara right stepping dextral ke Sesar Watukosek yang memotong LUSI.
Goncangan skala MMI III-IV diwilayah Sidoarjo saat gempa Yogya terjadi sering dipakai sebagai alasan bahwa goncangannya terlalu lemah untuk bikin mudvolcano LUSI. Jangan salah, skala MMI adalah ukuran kerusakan di permukaan, bukan kekuatan yang terukur di bawah permukaan, sedangkan hubungan pembangkitan mudvolcano oleh gempa adalah masalah bawah permukaan.
3. Antara liquefaction, stream flow, mud volcano, reaktivasi gunungapidengan kejadian gempa yang membangkitkannya selalu ada jeda waktu. Kasus-kasus (saya tak bisa menyebutnya satu per satu karena banyak sekali) yang ada (kebanyakan) jeda waktu itu antara hitungan jam-seminggu setelah kejadian gempa. Ini sangat biasa. Reaktivasi Merapi dan Semeru akibat gempa Yogya terjadi 2 hari setelah gempa Yogya, atau bertepatan dengan mulai tersemburnya LUSI.
Ada beberapa hal lain yang mungkin tak banyak disinggung dalam diskusi2 tetapi dapat mengindikasi bahwa kaitan gempa Yogya dan mudvolcano LUSI cukup erat :
1- propagasi energy gempa Yogya lebih "terbuang" kekuatannya ketimur-timurlaut daripada ke arah lain. Banyak bukti mendukung hal ini : ploting semua episentrum aftershocks, reaktivasi Semeru, gempa yang terukur di perairan Pangkah, dll.
2- terjadi penurunan laju alir produksi sumur Carat (masih di wilayah Lapindo, sekitar 10 km ke arah timur dari BJP-1) saat gempa Yogya 27 Mei 2007 terjadi.
3- terjadi partial loss di sumur BJP-1 10 menit setelah terjadi gempaYogya 27 Mei 2006.
4- Sejak awal semburan, laju semburan meningkat dari 5000 m3/hari -120.000 m3/hari selama 11 minggu pertama. Lalu pada periode 14Agustus-10 September 2006, laju semburan berfluktuasi dari 0-120.000m3/hari, dan meningkat secara drastic mengikuti swarms of earthquakes pada bulan September-Desember 2006 sampai pernah mencapai 200.000m3/hari. Swarms of earthquake yang dimaksud adalah semua gempa di atas Mw > 3.7 dengan episentrum pada radius max 300 km dari titik LUSI (dataUSGS). Dengan kata lain, terjadi korelasi positif antara volume semburan, peningkatan CH4 dan H2S dengan aktivitas gempa di wilyah ini, LUSI is a pulsating mud-volcano.
5- Ketika VSP dilakukan di BJP-1 beberapa hari sebelum gempa Yogya, saat perekaman dilakukan di section tight hard volcaniclastic sandstone di kedalaman > 8500 ft terekam banyak "noise". Apakah noise ini terhubung dengan "foreshock" gempa Yogya yang kemudian terjadi pada 27 Mei 2006 ? Bisa kita kaji lebih jauh.
Akan halnya telah terjadi reaktivasi tektonik di wilayah ini dapat ditampilkan beberapa gejala sbb. :
1- titik-titik semburan LUSI dalam beberapa hari kejadian awalnyatersebar mengikuti garis lurus BD-TL, sejajar dengan splay Sesar Watukosek.
2- terdapat retakan besar dan panjang di wilayah lokasi BJP-1 dengan arahyang sama, yaitu BD-TL.
3- terjadi pembengkokan rel kereta api yang lokasinya persis di jalur pemotongan sesar, dari pembengkokan itu kita ketahui terjadi reaktivasi dextral.
Akan halnya betapa labilnya secara seismotektonik wilayah Sidoarjo ini dilaporkan bahwa pada 26 Desember 2004 saat Aceh-Sumatra Utara digoncang gempa dahsyat berkekuatan 8.9 SR, terjadi semburan lumpur pada hari yang sama di sebuah rumah penduduk di Kab. Sidoarjo. Ini informasi yang dihimpun tim LUSI IAGI.
Saya cukupkan dulu. Sebagai pengetahuan umum, gempa bisa mengaktifkan semburan semacam LUSI dengan mekanisme triggering : strain changes (nearfield static displacement), unclogging of cracks, desolution of gas. Dan, sering terjadi bahwa goncangan2 kecil akan mengubah sistem geothermal yang akan segera mengubah sistem tekanan di wilayah bawah permukaan, lalu ... these initially small events can cascade into largerevents... tak mustahil terjadi hal seperti itu di LUSI.
Argumentasi dan perdebatan kita tentang penyebab LUSI ini sudah berjalan setahun lebih. Tak ada kesepakatan di antara para ahli geologi, para ahli geologi mengalami "perpecahan" begitu pernah dimuat di Koran Tempo. Jangan sampai pecah tentunya, jangan terpancing, jangan emosi, lihat semua fakta, jangan menutup mata terhadap fakta-fakta yang ada. Harus kita akui bahwa kita tak bisa memahami seluruh misteri Bumi Pertiwi.
Pertanyaannya : siapa yang akan menuntaskan kasus penyebab LUSI ini ?
Salam,
awang
-------------------
Tulisan di atas dikutip dengan izin tertulis dari penulisnya melalui e-mail dari penulisnya tanggal 3 Juli 2007.
Sunday, March 04, 2007
Lumpur Sidoarjo: Menunggu ledakan "bom" sosial?
Sampai hari ini, masalah tuntutan ganti rugi oleh warga Perum Tanggul Angin Sejahtera 1 belum jelas. Apa yang akan dilakukan warga? Mari kita simak laporan suarasurabaya.net berikut ini:
02 Maret 2007, 17:59:04, Laporan Ratna Puspita Sari
Senin, Warga PerumTAS 1 Aksi Lagi
ssnet Warga korban lumpur asal Perum TAS 1, rencanakan kembali unjuk rasa pada Senin (05/03), di depan Gedung Negara Grahadi, Surabaya.
AGUSTINUS SAXON diantara perwakilan warga pada RULLY reporter Suara Surabaya mengatakan, mereka akan konvoi dengan menggunakan sepeda motor mulai dari Pasar Baru Porong, pada pukul 07.00 WIB. Jumlah massa yang dikerahkan sekitar empat ribu orang.
AGUSTINUS mengatakan, ribuan pengunjukrasa ini dimungkinkan juga akan dilanjutkan dengan aksi blokade jalan, seperti kejadian unjuk rasa pada 22 Februari lalu. Hanya AGUSTINUS masih belum bisa memastikan lokasi tempat unjuk rasa, semua tergantung situasi di lapangan.
Dalam unjuk rasa pekan depan, yang dituntut warga masih mengenai kepastian ganti rugi. Mereka menuntut ganti rugi diberikan secara tunai atau cash and carry bukan ganti rumah dalam konsep restlement.
************
Kita belum tahu apakah rencana demontrasi itu akan terlaksana atau tidak. Bila terlaksana, sangat mungkin akan timbul lagi kemacetan lalu lintas. Banyak warga lain yang turut dirugikan dengankemacetan itu.
Pada demontrasi yang lalu, polisi membubarkan mereka. Apakah hal itu harus terulang lagi? Ada bayangan kekhawatiran akan hal itu berkembang menjadi lebih buruk, misalnya warga menjadi lebih beringas karena merasa diabaikan atau dipermainkan atau tidak diperdulikan. Atau, ada kekhawatiran akan kemungkinan terjadinya kerusuhan yang meminta korban jiwa.
Apapun yang terjadi, semua itu adalah tanggungjawab Pemerintah, karena salah satu fungsi Pemerintah adalah untuk kesejahterasan masyarakat. Terombang-ambingnya nasib mereka adalah simbol dari ketidakmampuan Pemerintah menyelesaikan persoalan.
Semburan lumpur di Sidoarjo itu belum dapat dihentikan, dan juga belum dikatahui kapan berakhirnya. Usaha untuk menghentikannya pun masih terus dilakukan. Namun, adalah kenyataan bahwa ada sebagian penduduk yang sangat menderita karena situasi yang tidak menentu itu. Apakah mereka juga harus hidup dalam ketidak menentuan? Sampai kapan?
Karena itu, sekarang bukan saatnya lagi mencari apa penyebab semburan lumpur itu dan bagaimana mana mengatasinya, atau berdebat tentang siapa yang bertanggungjawab aatas semburan itu. Yang penting dilakukan adaah bagaimana agar tidak ada warga yang menderita karena semburan itu. Dan Itu tanggungjawab Pemerintah.
Salam dari Ancol, 4 Februari 2007
Wahyu
02 Maret 2007, 17:59:04, Laporan Ratna Puspita Sari
Senin, Warga PerumTAS 1 Aksi Lagi
ssnet Warga korban lumpur asal Perum TAS 1, rencanakan kembali unjuk rasa pada Senin (05/03), di depan Gedung Negara Grahadi, Surabaya.
AGUSTINUS SAXON diantara perwakilan warga pada RULLY reporter Suara Surabaya mengatakan, mereka akan konvoi dengan menggunakan sepeda motor mulai dari Pasar Baru Porong, pada pukul 07.00 WIB. Jumlah massa yang dikerahkan sekitar empat ribu orang.
AGUSTINUS mengatakan, ribuan pengunjukrasa ini dimungkinkan juga akan dilanjutkan dengan aksi blokade jalan, seperti kejadian unjuk rasa pada 22 Februari lalu. Hanya AGUSTINUS masih belum bisa memastikan lokasi tempat unjuk rasa, semua tergantung situasi di lapangan.
Dalam unjuk rasa pekan depan, yang dituntut warga masih mengenai kepastian ganti rugi. Mereka menuntut ganti rugi diberikan secara tunai atau cash and carry bukan ganti rumah dalam konsep restlement.
************
Kita belum tahu apakah rencana demontrasi itu akan terlaksana atau tidak. Bila terlaksana, sangat mungkin akan timbul lagi kemacetan lalu lintas. Banyak warga lain yang turut dirugikan dengankemacetan itu.
Pada demontrasi yang lalu, polisi membubarkan mereka. Apakah hal itu harus terulang lagi? Ada bayangan kekhawatiran akan hal itu berkembang menjadi lebih buruk, misalnya warga menjadi lebih beringas karena merasa diabaikan atau dipermainkan atau tidak diperdulikan. Atau, ada kekhawatiran akan kemungkinan terjadinya kerusuhan yang meminta korban jiwa.
Apapun yang terjadi, semua itu adalah tanggungjawab Pemerintah, karena salah satu fungsi Pemerintah adalah untuk kesejahterasan masyarakat. Terombang-ambingnya nasib mereka adalah simbol dari ketidakmampuan Pemerintah menyelesaikan persoalan.
Semburan lumpur di Sidoarjo itu belum dapat dihentikan, dan juga belum dikatahui kapan berakhirnya. Usaha untuk menghentikannya pun masih terus dilakukan. Namun, adalah kenyataan bahwa ada sebagian penduduk yang sangat menderita karena situasi yang tidak menentu itu. Apakah mereka juga harus hidup dalam ketidak menentuan? Sampai kapan?
Karena itu, sekarang bukan saatnya lagi mencari apa penyebab semburan lumpur itu dan bagaimana mana mengatasinya, atau berdebat tentang siapa yang bertanggungjawab aatas semburan itu. Yang penting dilakukan adaah bagaimana agar tidak ada warga yang menderita karena semburan itu. Dan Itu tanggungjawab Pemerintah.
Salam dari Ancol, 4 Februari 2007
Wahyu
Monday, February 26, 2007
Menanti Perundingan Lumpur Sidoarjo
Setelah pemblokiran jalan tol dan rel kereta api dibubarkan polisi, pada Sabtu 24 Febuari 2006 sore dikabarkan oleh SuaraSurabaya.net bahwa warga Perum TAS I akan berunding membahas bantuan dari Lembaga bantuan Hukum (LBH) Surabaya yang menyatakan bersedia akan melakukan pendampingan terhadap korban luapan lumpur Lapindo warga TAS untuk upaya litigasi. AGUSTINUS diantara tim perunding warga korban lumpur mengatakan, tawaran LBH sementara ini akan dibicarakan malam ini di penampungan Pasar Baru Porong. Selain membicarakan tawaran LBH nantinya dalam perundingan ini akan membahas persiapan-persiapan menjelang rencana perwakilan yang akan ditemui JUSSUF KALLA Wakil Presiden (Wapres) di Surabaya. Menurut rencana, Senin (26/02) lusa, Wapres akan menemui perwakilan warga untuk membicarakan tuntutan cash and carry. Jika Senin lusa pemerintah yang diwakili Wapres tidak bisa memberikan kepastian tentang ganti rugi cash and carry, bisa saja warga akan melakukan blokade yang sama seperti sebelumnya. Rencananya yang akan diblokade jalan menuju Bandara Internasional Juanda. Demikian berita dari ssnet, 24 Februari 2007, 18:47:48.
Sebenarnya, yang dituntut warga adalah ganti rugi (ganti atas kerugian yang diderita). Sederhana. Tetapi persoalan menjadi rumit karena siapa yang harus membayarkan ganti rugi itu. PT Lapindo Brantas tidak mencantumkan Perumahan Tanggulangin Anggun Sejahtera (Perumtas) dalam daftar wilayah yang mendapatkan ganti rugi, walaupun perumahan itu juga tenggelam dalam Lumpur. Manajer Sumber Daya Manusia PT Lapindo Sebastian Ja’afar saat dialog dengan 16 perwakilan Perumtas mengatakan, Pedoman soal ganti rugi hanya pada peta yang dikirimkan Timnas (tim nasional penganggulangan lumpur Lapindo) pada 4 Desember lalu.” Pada peta itu, desa-desa yang mendapat ganti rugi adalah Jatirejo, Siring, Renokenongo dan Kedungbendo (non perum TAS). Juru Bicara Warga Perumtas Yohanes Imam Sumadi mengatakan, “Sejak pipa meledak Perumtas mulai terkena lumpur, jadi peta yang dibuat timnas sebenarnya tidak sesuai,” kata Juru Bicara Warga Perumtas Yohanes Imam Sumadi.
Sementara Lapindo tetap berpegang pada hasil kesepakatan sebelumnya, dan warga tetap pada tuntutannya karena kenyataannya memang mereka tergenang lumpur, ternyata Pemerintah tidak mengambil tindakan apapun. Karena itu bisa dimengerti bila warga Perum TAS merasa terombang-ambing tanpa kepastian nasib., dan kemudian mereka memakai bahasa yang lebih keras untuk menyuarakan tuntutan mereka. Itulah yang kemudian mencetuskan kegiatan pemblokiran jalan tol dan rel kereta api beberapa hari yang lalu.
Secara hukum, Lapindo tidak dapat disalahkan, karena mereka telah memenuhi kesepakatan. Namun, kenyataan di lapangan, Perum TAS tergenang lumpur dan warganya sekarang tinggal di pengungsian. Melihat desa-desa lain mendapat ganti rugi, maka wajar bila warga Perum TAS juga menuntut ganti rugi. Seharusnya, menghadapi situasi ini pemerintah turun tangan.
Pembuatan peta kawasan yang akan mendapat ganti rugi, yang disepakati pada tanggal 4 Desember 2006, sangat tergesa-gesa, dan belum memperhitungkan kondisi semburan lumpur yang belum dapat dipastikan kapan berhentinya. Itu suatu keteledoran. Seharusnya keteledoran itu menjadi tanggungjawab pemerintah, karena pemerintah melalui Timnas yang menyodorkan peta itu kepada Lapindo untuk disepakati.
Di waktu-waktu yang akan datang. Bila upaya menghentikan atau mengurangi semburan lumpur dengan bola-bola benton gagal. Sangat mungkin bila kawasan genangan lumpur akan makin meluas melampaui luas kawasan genangan yang sekarang. Seharusnya, kemungkinan ini diperhitungkan dalam menetapkan kawasan yang mendapat ganti rugi atau dalam menentukan tindakan lain terkait dengan upaya penanganan semburan Lumpur Sidoarjo.
Salam dari Ancol, 26 Febuari 2007
Wahyu
Sebenarnya, yang dituntut warga adalah ganti rugi (ganti atas kerugian yang diderita). Sederhana. Tetapi persoalan menjadi rumit karena siapa yang harus membayarkan ganti rugi itu. PT Lapindo Brantas tidak mencantumkan Perumahan Tanggulangin Anggun Sejahtera (Perumtas) dalam daftar wilayah yang mendapatkan ganti rugi, walaupun perumahan itu juga tenggelam dalam Lumpur. Manajer Sumber Daya Manusia PT Lapindo Sebastian Ja’afar saat dialog dengan 16 perwakilan Perumtas mengatakan, Pedoman soal ganti rugi hanya pada peta yang dikirimkan Timnas (tim nasional penganggulangan lumpur Lapindo) pada 4 Desember lalu.” Pada peta itu, desa-desa yang mendapat ganti rugi adalah Jatirejo, Siring, Renokenongo dan Kedungbendo (non perum TAS). Juru Bicara Warga Perumtas Yohanes Imam Sumadi mengatakan, “Sejak pipa meledak Perumtas mulai terkena lumpur, jadi peta yang dibuat timnas sebenarnya tidak sesuai,” kata Juru Bicara Warga Perumtas Yohanes Imam Sumadi.
Sementara Lapindo tetap berpegang pada hasil kesepakatan sebelumnya, dan warga tetap pada tuntutannya karena kenyataannya memang mereka tergenang lumpur, ternyata Pemerintah tidak mengambil tindakan apapun. Karena itu bisa dimengerti bila warga Perum TAS merasa terombang-ambing tanpa kepastian nasib., dan kemudian mereka memakai bahasa yang lebih keras untuk menyuarakan tuntutan mereka. Itulah yang kemudian mencetuskan kegiatan pemblokiran jalan tol dan rel kereta api beberapa hari yang lalu.
Secara hukum, Lapindo tidak dapat disalahkan, karena mereka telah memenuhi kesepakatan. Namun, kenyataan di lapangan, Perum TAS tergenang lumpur dan warganya sekarang tinggal di pengungsian. Melihat desa-desa lain mendapat ganti rugi, maka wajar bila warga Perum TAS juga menuntut ganti rugi. Seharusnya, menghadapi situasi ini pemerintah turun tangan.
Pembuatan peta kawasan yang akan mendapat ganti rugi, yang disepakati pada tanggal 4 Desember 2006, sangat tergesa-gesa, dan belum memperhitungkan kondisi semburan lumpur yang belum dapat dipastikan kapan berhentinya. Itu suatu keteledoran. Seharusnya keteledoran itu menjadi tanggungjawab pemerintah, karena pemerintah melalui Timnas yang menyodorkan peta itu kepada Lapindo untuk disepakati.
Di waktu-waktu yang akan datang. Bila upaya menghentikan atau mengurangi semburan lumpur dengan bola-bola benton gagal. Sangat mungkin bila kawasan genangan lumpur akan makin meluas melampaui luas kawasan genangan yang sekarang. Seharusnya, kemungkinan ini diperhitungkan dalam menetapkan kawasan yang mendapat ganti rugi atau dalam menentukan tindakan lain terkait dengan upaya penanganan semburan Lumpur Sidoarjo.
Salam dari Ancol, 26 Febuari 2007
Wahyu
Monday, February 19, 2007
Banjir Jakarta 2007: mencegah atau memperbaiki?
"Mencegah lebih baik daripada mengobati".
Kata pepatah ini sudah sering kita dengar dan diamini orang bila mendengarnya. Tetapi, ternyata sulit sekali untuk dilaksanakan.
Sore ini detik.com memberitakan bahwa banjir di awal Febuari 2007 yang lalu menyebabkan kerugian sebesar kira-kira Rp. 8,8 Triliun.
http://www.detikfinance.com/index.php/kanal.read/tahun/2007/
bulan/02/tgl/19/time/155940/idnews/744049/idkanal/4
Angka itu bukan angka yang kecil. Dan, banyak yang dapat bisa kita perbuat dengan uang sebesar itu. Sekarang coba kita ingat lagi, berapa anggaran yang dibutuhkan untuk program penanggulangan banjir dari Pemda DKI?
Pada tanggal 10 Febuari 2007 yang lalu, setelah banjir, Tempo Interaktif mengabarkan bahwa pemerintah menambah dana sebesar Rp. 2,7 Triliun untuk menyelesaikan Proyek Banjir Kanal Timur, dengan harapan proyek itu dapat selesai dalam 2 tahun.
http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2007/02/10/brk,20070210-92915,id.html
Dengan kondisi seperti itu, boleh kan bila kita bertanya, "Mengapa uang sebanyak itu tidak diberikan sejak Proyek BKT dicetuskan?"
Secara sederhana, kalau uang sebanyak itu diberikan pada tahun 2003, setelah banjir tahun 2002. Sangat mungkin Jakarta tidak kebanjiran seperi di awal Febuari 2007 lalu. Katakanlah, bila kala itu diberikan sebesar 3 triliun, tentu masih "tidak kehilangan" sebesar 5 triliun.
Adakah yang salah dalam cara "kita" berpikir? Bukankah itu berarti kita memilih "rugi" daripada "tidak rugi"?
Entah sampai kapan pola berpikir seperti itu masih terus dianut oleh pengambil keputusan.
Memang, dalam kondisi "tidak ada bencana" nilai 3 triliun "terasa sangat tinggi". Apalagi bila hanya untuk membuat kanal yang akan dilalui air setahun sekali. Tidak ada keuntungan materi yang langsung dari kanal-kanal itu. Hal ini berbeda dengan membangun pusat-pusat perdagangan dan bisnis.
Semoga Banjir Jakarta 2007 dapat menjadi pelajaran, sehingga kita bisa memilih "tidak rugi".
Salam dari Ancol, 19 Febuari 2007
Wahyu
Kata pepatah ini sudah sering kita dengar dan diamini orang bila mendengarnya. Tetapi, ternyata sulit sekali untuk dilaksanakan.
Sore ini detik.com memberitakan bahwa banjir di awal Febuari 2007 yang lalu menyebabkan kerugian sebesar kira-kira Rp. 8,8 Triliun.
http://www.detikfinance.com/index.php/kanal.read/tahun/2007/
bulan/02/tgl/19/time/155940/idnews/744049/idkanal/4
Angka itu bukan angka yang kecil. Dan, banyak yang dapat bisa kita perbuat dengan uang sebesar itu. Sekarang coba kita ingat lagi, berapa anggaran yang dibutuhkan untuk program penanggulangan banjir dari Pemda DKI?
Pada tanggal 10 Febuari 2007 yang lalu, setelah banjir, Tempo Interaktif mengabarkan bahwa pemerintah menambah dana sebesar Rp. 2,7 Triliun untuk menyelesaikan Proyek Banjir Kanal Timur, dengan harapan proyek itu dapat selesai dalam 2 tahun.
http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2007/02/10/brk,20070210-92915,id.html
Dengan kondisi seperti itu, boleh kan bila kita bertanya, "Mengapa uang sebanyak itu tidak diberikan sejak Proyek BKT dicetuskan?"
Secara sederhana, kalau uang sebanyak itu diberikan pada tahun 2003, setelah banjir tahun 2002. Sangat mungkin Jakarta tidak kebanjiran seperi di awal Febuari 2007 lalu. Katakanlah, bila kala itu diberikan sebesar 3 triliun, tentu masih "tidak kehilangan" sebesar 5 triliun.
Adakah yang salah dalam cara "kita" berpikir? Bukankah itu berarti kita memilih "rugi" daripada "tidak rugi"?
Entah sampai kapan pola berpikir seperti itu masih terus dianut oleh pengambil keputusan.
Memang, dalam kondisi "tidak ada bencana" nilai 3 triliun "terasa sangat tinggi". Apalagi bila hanya untuk membuat kanal yang akan dilalui air setahun sekali. Tidak ada keuntungan materi yang langsung dari kanal-kanal itu. Hal ini berbeda dengan membangun pusat-pusat perdagangan dan bisnis.
Semoga Banjir Jakarta 2007 dapat menjadi pelajaran, sehingga kita bisa memilih "tidak rugi".
Salam dari Ancol, 19 Febuari 2007
Wahyu
Thursday, February 08, 2007
Peta Masalah Lingkungan di Kota Pesisir Megapolitan Jakarta
Banjir yang melanda Kota Pesisir Megapolitan Jakarta adalah konsekuensi logis dari lokasi kota yang terletak di kawasan yang secara geologis dikenal sebagai Dataran Banjir. Dataran banjir itu sendiri secara genetik adalah suatu areal di kedua sisi sungai yang terbentuk oleh pengendapan sedimen yang terjadi oleh mekanisme banjir. Jadi, banjir itu sebenarnya tidak dapat dipisahkan dari sejarah pembentukan dataran Jakarta. Dapat dikatakan, tanpa banjir di masa lalu (waktu geologis) dataran Jakarta tidak akan pernah ada.
Kini, di atas kawasan yang tempat banjir itu berkembang Kota Megapolitan Jakarta. Seyogyanya, pembangunan kota itu dilakukan dengan memperhitungkan karakter lokasinya itu. Namun, tampaknya hal itu telah diabaikan, dan sekarang kita melihat bahwa Jakarta mengalami persoalan rumit dengan banjir.
Persoalan lingkungan yang utama di Jakarta memang banjir, tetapi sebenarnya tidak hanya itu. Banyak persoalan lingkungan yang muncul di Jakarta seirama dengan berkembangnya Kota Jakarta dan kawasan sekitarnya. Di bawah ini adalah gambaran peta persoalan lingkungan yang ada di Jakarta.
Kini, di atas kawasan yang tempat banjir itu berkembang Kota Megapolitan Jakarta. Seyogyanya, pembangunan kota itu dilakukan dengan memperhitungkan karakter lokasinya itu. Namun, tampaknya hal itu telah diabaikan, dan sekarang kita melihat bahwa Jakarta mengalami persoalan rumit dengan banjir.
Persoalan lingkungan yang utama di Jakarta memang banjir, tetapi sebenarnya tidak hanya itu. Banyak persoalan lingkungan yang muncul di Jakarta seirama dengan berkembangnya Kota Jakarta dan kawasan sekitarnya. Di bawah ini adalah gambaran peta persoalan lingkungan yang ada di Jakarta.
Dari peta persoalan tersebut tampak bahwa, meskipun ada sebab-sebab alamiah, persoalan lingkungan di Jakarta berkaitan erat dengan aktifitas manusia. Oleh karena itu, upaya menyelesaikan persoalan banjir harus melalui dua pendekatan, yaitu: 1) pendekatan yang berkaitan dengan karakteristik lingkungan dataran banjir, dan 2) pendekatan berkaitan dengan aktifitas manusia.
Salam dari Ancol, 8 Febuari 2007
Wahyu
Saturday, February 03, 2007
Rumitnya Masalah Banjir di Jakarta
Banjir benar-benar telah melanda Jakarta. Bila kemaren Jum'at 2 Febuari 2007 Jakarta dinyatakan Siaga III, maka pada hari ini telah dinyatakan Siaga I dalam menghadapi masalah banjir. Banjir kali ini mengingatkan kita pada banjir pada tahun 2002 yang lalu. Siklus banjir lima tahunan telah datang.
Dengan banjir ini, berbagai upaya mengatasi masalah banjir yang telah dilakukan dalam kurun waktu 5 tahun (2002 - 2007) seakan tidak ada artinya. Berbagai pernyataan yang muncul sebelumnya tentang kesiapan menghadapi banjir, telah terbukti hanya isapan jempol belaka.
Persoalan banjir di Jakarta tidak mungkin diselesaikan oleh Jakarta sendiri. Sama-sama kita ketahui bahwa air yang datang melanda Jakarta datang dari Bogor. Kenyataan ini adalah hal yang tidak mungkin di nafikan. Setiap musim hujan tiba, volume air yang datang dari Bogor tidak sanggup ditampung oleh sistem aliran sungai yang melintas di Jakarta. Keadaan ini terekspresikan dengan hadirnya Banjir.
Berbagai ide untuk menyelesaikan masalah banjir di jakarta ini sebenarnya telah dikemukakan. Perlunya upaya yang terpadu untuk mengatasi masalah banjir di Jakarta juga telah diungkapkan sejak lama oleh para ahli. Tetapi semua usulan yang diajukan itu kandas.
Mengapa???
Mari kita simak artikel di bawah ini yang saya kutip dari Kompas Cyber Media, Sabtu, 3 Febuari 2007.
******************
Banjir Jakarta Perlu Solusi Terintegrasi
(Pembuka artikal dihilangkan)
Pada tahun 2001, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) merilis foto satelit mengenai perubahan penggunaan lahan di Bogor, terutama di daerah tangkapan air (catchment area) hulu Sungai Ciliwung, dari kawasan hijau yang diisi vegetasi menjadi kawasan terbangun. Setahun kemudian, banjir besar melanda Jakarta dan sekitarnya.
Data LAPAN, kawasan terbangun di daerah itu, yang pada 1992 hanya 101.363 hektar, pada 2006 naik dua kali lipat menjadi 225.171 hektar. Sedangkan kawasan tidak terbangun yang semula 665.035 hektar menyusut menjadi 541.227 hektar.
Menurut Bambang S Tedjasukmana, Deputi Bidang Penginderaan Jauh LAPAN, di Bogor, permukiman meluas di sepanjang daerah tangkapan air Sungai Ciliwung. Limpahan penduduk dan aktivitas dari Jakarta menyebabkan perumahan, kawasan jasa dan perdagangan, serta industri terus menyebar ke Citeureup, sampai ke Depok.
Di hulu, air hujan yang seharusnya terserap ke tanah justru mengalir ke sungai. Tidak ada lagi pepohonan yang menyimpan air di dalam tanah. Tidak ada lagi tanah yang terbuka untuk menyimpan air.
Kawasan yang semula diperuntukkan untuk kawasan hijau telah berganti fungsi karena tuntutan perkembangan ekonomi kota. Fungsi konservasi lingkungan tidak lagi diperhatikan.
Di hilir, daerah aliran sungai yang masuk ke Jakarta pun dipadati oleh rumah-rumah penduduk dan bangunan lainnya. Bahkan, beberapa bagian badan sungai menyempit karena banyaknya rumah yang didirikan di atas sungai.
Pengamatan Kompas, Sungai Ciliwung yang dulu lebarnya mencapai 40 meter, kini menyempit antara 13 meter sampai 20 meter. Kedalaman sungai di beberapa lokasi juga tinggal dua meter.
Dengan kondisi itu, hujan dengan intensitas sedang di kawasan hulu atau bahkan hujan di dalam Kota Jakarta pun akan membuat Sungai Ciliwung langsung meluap. Banjir pun tidak terhindarkan di Jakarta.
Langkah terintegrasi
Menurut peneliti hidrologi dan rekayasa lingkungan Universitas Indonesia, Firdaus Ali, masalah banjir yang kompleks dari hulu sampai hilir membutuhkan penanganan yang terintegrasi, dari hulu sampai hilir juga.
"Menangani banjir di hilir tanpa memperbaiki kawasan hulu akan menjadi pekerjaan sia-sia karena limpahan air banjir dari hulu akan selalu lebih besar dari daya tampung sungai," ujarnya.
Pada kondisi normal, kata Firdaus, debit air yang masuk Sungai Ciliwung sampai di Pintu Air Manggarai mencapai 28 meter kubik per detik. Sedangkan pada saat hujan lebat dan banjir, debit air melonjak sampai 200 meter kubik per detik.
Fluktuasi debit air yang sangat tajam itu menandakan rendahnya daya serap air di hulu dan kecilnya daya tampung di hilir.
Menanggapi kondisi itu, Kepala Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta Wisnu Subagyo Yusuf mengemukakan, perbaikan kawasan hulu dengan reboisasi atau pembatasan pengalihan penggunaan lahan sulit dilakukan. Otonomi daerah membuat pemerintah kabupaten dan kota di kawasan hulu lebih memilih peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) dari pemberian izin untuk perumahan atau kawasan komersial.
Oleh karena itu, ujar Wisnu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mengajukan dua usul pencegahan banjir di hulu. Kedua usulan itu adalah sudetan Sungai Ciliwung yang dihubungkan ke Sungai Cisadane dan membangun bendungan Ciawi di hulu Sungai Ciliwung. Kedua usulan itu bertujuan untuk mengatur debit air yang akan masuk ke hilir Sungai Ciliwung.
Sudetan Sungai Ciliwung ke Sungai Cisadane dimaksudkan untuk mengalihkan debit air banjir Ciliwung ke sungai yang mengalir ke Tangerang itu. Daerah resapan air Cisadane yang relatif masih hijau dan badan sungai yang belum menyempit dinilai sanggup menampung limpahan air banjir dari Sungai Ciliwung.
Sayangnya, proyek yang rencananya akan didanai oleh Jepang itu ditolak oleh para pemuka masyarakat dan Pemerintah Kota Tangerang. Tanpa dilimpahi air dari Ciliwung, Sungai Cisadane pun sering menimbulkan banjir di Tangerang. Mengingat otonomi daerah, Pemprov Jakarta tidak dapat memaksakan kehendaknya dan rencana itu batal.
Rencana membangun bendungan Ciawi juga gagal. Pemprov DKI Jakarta yang bersedia membayar Rp 200 miliar untuk pembebasan lahan seluas 200 hektar justru tidak dapat menggunakan dananya. Dana APBD tidak dapat digunakan untuk pembangunan di luar wilayah administrasi, kecuali diberikan dalam bentuk hibah ke Pemerintah Kabupaten Bogor.
Namun, karena tidak ada jaminan dari Pemerintah Kabupaten Bogor untuk menggunakan dana hibah guna membangun bendungan Ciawi, rencana itu akhirnya tidak pernah terwujud.
Di sisi hilir, kata Wisnu, Jakarta sangat mengandalkan Banjir Kanal Timur. Saluran yang saat ini sedang dalam masa pembebasan lahan diprediksikan dapat menampung limpahan air dari lima sungai utama di Jakarta dan melindungi kawasan seluas 270 kilometer persegi.
Banjir Kanal Timur akan melengkapi Banjir Kanal Barat untuk menampung air dari 40 persen wilayah Jakarta yang lebih rendah dari permukaan laut. Air itu akan dialirkan dengan cepat ke laut dengan menggunakan sistem polder dan pompa.
Solusi
Direktur Tata Ruang dan Perumahan Bappenas Salysra Widya mengutarakan, permasalahan egoisme wilayah dalam menyusun langkah mengatasi banjir dapat dijembatani oleh pemerintah pusat. Jakarta, Bogor, Depok, dan Tangerang dapat duduk bersama dengan pemerintah pusat untuk merealisasikan ide rekayasa sungai dan pembatasan peralihan penggunaan lahan di kawasan daerah resapan air.
Namun, Pemprov DKI Jakarta perlu memberikan kompensasi tertentu kepada pemerintah-pemerintah daerah yang bersangkutan agar mereka tetap dapat memperoleh PAD jika menjalankan rencana itu. Dengan demikian, semua daerah saling diuntungkan meskipun Jakarta harus mengeluarkan dana besar untuk itu.
Solusi di hulu harus berkesinambungan, antara pembatasan penggunaan lahan, reboisasi intensif, dan pembangunan bendungan. Jika hanya satu langkah yang dilaksanakan, langkah lain akan menjadi kurang efektif.
Di hilir, selain pembuatan Banjir Kanal Timur, Firdaus mengusulkan pembuatan penampungan air bawah tanah dalam skala besar atau deep tunnel reservoir. Penampungan air bawah tanah, seperti yang diterapkan Chicago (Amerika Serikat) dan Singapura mampu menampung sekitar 200 juta meter kubik air dan dapat bertahan 125 tahun.
Ide penampungan air bawah tanah adalah menampung semua limpahan air banjir dan limbah cair dari sanitasi lingkungan ke dalam bendungan bawah tanah. Air tampungan itu dapat diolah dan digunakan sebagai cadangan air baku bagi Jakarta.
Saat ini, kata Firdaus, Indonesia menghadapi perubahan iklim akibat pemanasan global. Perubahan iklim tersebut menyebabkan musim hujan lebih pendek, tetapi curah hujan lebih tinggi.
Jika air tersebut tidak disimpan dalam penampungan yang besar, Jakarta akan terancam kekeringan dan banjir dalam waktu yang bergantian sepanjang tahun. Bencana yang akan semakin memiskinkan Indonesia.
Biaya pembuatan penampungan air bawah tanah itu, menurut Firdaus, diperkirakan "hanya" memerlukan Rp 12 triliun. Jumlah tersebut masih terjangkau oleh APBD DKI Jakarta 2007 yang mencapai Rp 21,5 triliun. (Emilius Caesar Alexey)
******************
Sekarang, mari kita simak solusi yang diajukan itu. Apakah solusi membuat penampungan air bawah tanah akan berhasil?
Rasanya perlu kita pelajari lebih jauh kemungkinannya. Masalah yang dihadapi dalam pembuatan Banjir Kanal Timur mungkin dapat kita cermati.
Selain itu, kurangnya disiplin kita atau ketidak-mampuan kita dalam mengelola sampah dapat menjadi masalah tersendiri bila penampungan itu nantinya dapat terwujud.
Salam dari Ancol, Sabtu, 3 Febuari 2007
Wahyu
Dengan banjir ini, berbagai upaya mengatasi masalah banjir yang telah dilakukan dalam kurun waktu 5 tahun (2002 - 2007) seakan tidak ada artinya. Berbagai pernyataan yang muncul sebelumnya tentang kesiapan menghadapi banjir, telah terbukti hanya isapan jempol belaka.
Persoalan banjir di Jakarta tidak mungkin diselesaikan oleh Jakarta sendiri. Sama-sama kita ketahui bahwa air yang datang melanda Jakarta datang dari Bogor. Kenyataan ini adalah hal yang tidak mungkin di nafikan. Setiap musim hujan tiba, volume air yang datang dari Bogor tidak sanggup ditampung oleh sistem aliran sungai yang melintas di Jakarta. Keadaan ini terekspresikan dengan hadirnya Banjir.
Berbagai ide untuk menyelesaikan masalah banjir di jakarta ini sebenarnya telah dikemukakan. Perlunya upaya yang terpadu untuk mengatasi masalah banjir di Jakarta juga telah diungkapkan sejak lama oleh para ahli. Tetapi semua usulan yang diajukan itu kandas.
Mengapa???
Mari kita simak artikel di bawah ini yang saya kutip dari Kompas Cyber Media, Sabtu, 3 Febuari 2007.
******************
Banjir Jakarta Perlu Solusi Terintegrasi
(Pembuka artikal dihilangkan)
Pada tahun 2001, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) merilis foto satelit mengenai perubahan penggunaan lahan di Bogor, terutama di daerah tangkapan air (catchment area) hulu Sungai Ciliwung, dari kawasan hijau yang diisi vegetasi menjadi kawasan terbangun. Setahun kemudian, banjir besar melanda Jakarta dan sekitarnya.
Data LAPAN, kawasan terbangun di daerah itu, yang pada 1992 hanya 101.363 hektar, pada 2006 naik dua kali lipat menjadi 225.171 hektar. Sedangkan kawasan tidak terbangun yang semula 665.035 hektar menyusut menjadi 541.227 hektar.
Menurut Bambang S Tedjasukmana, Deputi Bidang Penginderaan Jauh LAPAN, di Bogor, permukiman meluas di sepanjang daerah tangkapan air Sungai Ciliwung. Limpahan penduduk dan aktivitas dari Jakarta menyebabkan perumahan, kawasan jasa dan perdagangan, serta industri terus menyebar ke Citeureup, sampai ke Depok.
Di hulu, air hujan yang seharusnya terserap ke tanah justru mengalir ke sungai. Tidak ada lagi pepohonan yang menyimpan air di dalam tanah. Tidak ada lagi tanah yang terbuka untuk menyimpan air.
Kawasan yang semula diperuntukkan untuk kawasan hijau telah berganti fungsi karena tuntutan perkembangan ekonomi kota. Fungsi konservasi lingkungan tidak lagi diperhatikan.
Di hilir, daerah aliran sungai yang masuk ke Jakarta pun dipadati oleh rumah-rumah penduduk dan bangunan lainnya. Bahkan, beberapa bagian badan sungai menyempit karena banyaknya rumah yang didirikan di atas sungai.
Pengamatan Kompas, Sungai Ciliwung yang dulu lebarnya mencapai 40 meter, kini menyempit antara 13 meter sampai 20 meter. Kedalaman sungai di beberapa lokasi juga tinggal dua meter.
Dengan kondisi itu, hujan dengan intensitas sedang di kawasan hulu atau bahkan hujan di dalam Kota Jakarta pun akan membuat Sungai Ciliwung langsung meluap. Banjir pun tidak terhindarkan di Jakarta.
Langkah terintegrasi
Menurut peneliti hidrologi dan rekayasa lingkungan Universitas Indonesia, Firdaus Ali, masalah banjir yang kompleks dari hulu sampai hilir membutuhkan penanganan yang terintegrasi, dari hulu sampai hilir juga.
"Menangani banjir di hilir tanpa memperbaiki kawasan hulu akan menjadi pekerjaan sia-sia karena limpahan air banjir dari hulu akan selalu lebih besar dari daya tampung sungai," ujarnya.
Pada kondisi normal, kata Firdaus, debit air yang masuk Sungai Ciliwung sampai di Pintu Air Manggarai mencapai 28 meter kubik per detik. Sedangkan pada saat hujan lebat dan banjir, debit air melonjak sampai 200 meter kubik per detik.
Fluktuasi debit air yang sangat tajam itu menandakan rendahnya daya serap air di hulu dan kecilnya daya tampung di hilir.
Menanggapi kondisi itu, Kepala Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta Wisnu Subagyo Yusuf mengemukakan, perbaikan kawasan hulu dengan reboisasi atau pembatasan pengalihan penggunaan lahan sulit dilakukan. Otonomi daerah membuat pemerintah kabupaten dan kota di kawasan hulu lebih memilih peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) dari pemberian izin untuk perumahan atau kawasan komersial.
Oleh karena itu, ujar Wisnu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mengajukan dua usul pencegahan banjir di hulu. Kedua usulan itu adalah sudetan Sungai Ciliwung yang dihubungkan ke Sungai Cisadane dan membangun bendungan Ciawi di hulu Sungai Ciliwung. Kedua usulan itu bertujuan untuk mengatur debit air yang akan masuk ke hilir Sungai Ciliwung.
Sudetan Sungai Ciliwung ke Sungai Cisadane dimaksudkan untuk mengalihkan debit air banjir Ciliwung ke sungai yang mengalir ke Tangerang itu. Daerah resapan air Cisadane yang relatif masih hijau dan badan sungai yang belum menyempit dinilai sanggup menampung limpahan air banjir dari Sungai Ciliwung.
Sayangnya, proyek yang rencananya akan didanai oleh Jepang itu ditolak oleh para pemuka masyarakat dan Pemerintah Kota Tangerang. Tanpa dilimpahi air dari Ciliwung, Sungai Cisadane pun sering menimbulkan banjir di Tangerang. Mengingat otonomi daerah, Pemprov Jakarta tidak dapat memaksakan kehendaknya dan rencana itu batal.
Rencana membangun bendungan Ciawi juga gagal. Pemprov DKI Jakarta yang bersedia membayar Rp 200 miliar untuk pembebasan lahan seluas 200 hektar justru tidak dapat menggunakan dananya. Dana APBD tidak dapat digunakan untuk pembangunan di luar wilayah administrasi, kecuali diberikan dalam bentuk hibah ke Pemerintah Kabupaten Bogor.
Namun, karena tidak ada jaminan dari Pemerintah Kabupaten Bogor untuk menggunakan dana hibah guna membangun bendungan Ciawi, rencana itu akhirnya tidak pernah terwujud.
Di sisi hilir, kata Wisnu, Jakarta sangat mengandalkan Banjir Kanal Timur. Saluran yang saat ini sedang dalam masa pembebasan lahan diprediksikan dapat menampung limpahan air dari lima sungai utama di Jakarta dan melindungi kawasan seluas 270 kilometer persegi.
Banjir Kanal Timur akan melengkapi Banjir Kanal Barat untuk menampung air dari 40 persen wilayah Jakarta yang lebih rendah dari permukaan laut. Air itu akan dialirkan dengan cepat ke laut dengan menggunakan sistem polder dan pompa.
Solusi
Direktur Tata Ruang dan Perumahan Bappenas Salysra Widya mengutarakan, permasalahan egoisme wilayah dalam menyusun langkah mengatasi banjir dapat dijembatani oleh pemerintah pusat. Jakarta, Bogor, Depok, dan Tangerang dapat duduk bersama dengan pemerintah pusat untuk merealisasikan ide rekayasa sungai dan pembatasan peralihan penggunaan lahan di kawasan daerah resapan air.
Namun, Pemprov DKI Jakarta perlu memberikan kompensasi tertentu kepada pemerintah-pemerintah daerah yang bersangkutan agar mereka tetap dapat memperoleh PAD jika menjalankan rencana itu. Dengan demikian, semua daerah saling diuntungkan meskipun Jakarta harus mengeluarkan dana besar untuk itu.
Solusi di hulu harus berkesinambungan, antara pembatasan penggunaan lahan, reboisasi intensif, dan pembangunan bendungan. Jika hanya satu langkah yang dilaksanakan, langkah lain akan menjadi kurang efektif.
Di hilir, selain pembuatan Banjir Kanal Timur, Firdaus mengusulkan pembuatan penampungan air bawah tanah dalam skala besar atau deep tunnel reservoir. Penampungan air bawah tanah, seperti yang diterapkan Chicago (Amerika Serikat) dan Singapura mampu menampung sekitar 200 juta meter kubik air dan dapat bertahan 125 tahun.
Ide penampungan air bawah tanah adalah menampung semua limpahan air banjir dan limbah cair dari sanitasi lingkungan ke dalam bendungan bawah tanah. Air tampungan itu dapat diolah dan digunakan sebagai cadangan air baku bagi Jakarta.
Saat ini, kata Firdaus, Indonesia menghadapi perubahan iklim akibat pemanasan global. Perubahan iklim tersebut menyebabkan musim hujan lebih pendek, tetapi curah hujan lebih tinggi.
Jika air tersebut tidak disimpan dalam penampungan yang besar, Jakarta akan terancam kekeringan dan banjir dalam waktu yang bergantian sepanjang tahun. Bencana yang akan semakin memiskinkan Indonesia.
Biaya pembuatan penampungan air bawah tanah itu, menurut Firdaus, diperkirakan "hanya" memerlukan Rp 12 triliun. Jumlah tersebut masih terjangkau oleh APBD DKI Jakarta 2007 yang mencapai Rp 21,5 triliun. (Emilius Caesar Alexey)
******************
Sekarang, mari kita simak solusi yang diajukan itu. Apakah solusi membuat penampungan air bawah tanah akan berhasil?
Rasanya perlu kita pelajari lebih jauh kemungkinannya. Masalah yang dihadapi dalam pembuatan Banjir Kanal Timur mungkin dapat kita cermati.
Selain itu, kurangnya disiplin kita atau ketidak-mampuan kita dalam mengelola sampah dapat menjadi masalah tersendiri bila penampungan itu nantinya dapat terwujud.
Salam dari Ancol, Sabtu, 3 Febuari 2007
Wahyu
Wednesday, January 10, 2007
Pelajaran dari Gempa dan Tsunami Aceh 26 Desember 2004
Gempa dan Tsunami yang terjadi di lepas pantai barat Aceh, Sumatera pada tanggal 24 Desember 2004, dua tahun yang lalu, memang memilukan. Meskipun demikian, ada pelajaran ilmiah berharga yang dapat diperoleh dari peristiwa besar itu. Tulisan di bawah ini adalah ringkasan dari hasil-hasil membaca alam yang dilakukan oleh para ilmuwan itu.
Gempa dan Tsunami 26 Desember 2004 : Setelah Dua Tahun Berselang
Oleh: Awang Harun Satyana (aharun@bpmigas.com)
Dua tahun telah kita lewati sejak gempa dan tsunami 26 Desember 2004 menggetarkan seluruh planet Bumi dan merenggut nyawa hampir seperempat juta penduduknya. Dalam sejarah moderen bangsa Indonesia, inilah gempa dan tsunami bahkan mungkin bencana terdahsyat yang pernah dialami bangsa Indonesia. Setelah dua tahun berselang sejak gempa dan tsunami dahsyat melanda Aceh, Sumatra Utara, Asia Tenggara, Asia Selatan, dan Afrika bagian timur, para ahli kini telah mendapatkan banyak data dan analisis baru yang menghasilkan evaluasi lebih akurat tentang bencana global ini. Berikut adalah ringkasan data, analisis, dan interpretasi baru tersebut yang didasarkan kepada banyak publikasi terbaru (Wikipedia, New Scientist, NASA, Science, dan lain-lain). Semoga bermanfaat.
Gempa ini terjadi pada 26 Desember 2004 pukul 00:58:53 GMT atau waktu lokal 07:58:53 (WIB). Lokasi episentrum gempa adalah di pantai barat Sumatra di sebelah utara Pulau Simeulue pada koordinat 3.316°N, 95.854°E (3°19′N 95°51.24′E), sekitar 160 km barat Sumatra. Pusat gempa berada pada kedalaman 30 km di bawah muka laut rata-rata (semula dilaporkan pada kedalaman 10 km). Gempa ini dilaporkan berkekuatan (moment magnitude) MW 9.0. Dalam bulan Februari 2005 magnitude ini dikoreksi menjadi 9.3. (McKee, 2005 : "Power of tsunami earthquake heavily underestimated." New Scientist – 9 Februari 2005, hal. 5). Studi yang paling baru dalam tahun 2006 menyebut gempa ini mempunyai kekuatan MW 9.1 – 9.3. Dr. Hiroo Kanamori, ahli gempa terkenal dari California Institute of Technology menyebut gempa ini punya magnitude MW = 9.2. (EERI Publication 2006-06, hal. 14). Selain terutama di Aceh dan Sumatra bagian utara, gempa ini dirasakan sampai sejauh : Bangladesh, India, Malaysia, Myanmar, Thailand, Singapura dan Maladewa.
Gempa ini selain menempati posisi gempa berkekuatan terbesar kedua setelah gempa Chili 1960 yang mencapai 9.5 Skala Richter (ujung Skala Richter ada di situ), gempa Aceh menempati peringkat pertama sebagai gempa dengan waktu (durasi) penyesaran yang paling lama yaitu sampai 500-600 detik (10 menit). Dan, gempa ini cukup besar untuk membuat seluruh bola Bumi bergetar dengan amplitude getaran di atas satu cm (Walton, 2005 "Scientists : Sumatra quake longest ever recorded." CNN – 20 Mei 2005). Gempa ini juga telah memicu gempa-gempa lain di seluruh dunia sampai sejauh Alaska (West, Sanches, McNutt, 2005 : "Periodically Triggered Seismicity at Mount Wrangell, Alaska, after the Sumatra Earthquake." Science. Vol. 308, No. 5725, hal. 1144-1146, 20 Mei 2005).
Gempa Aceh telah menimbulkan serangkaian tsunami yang merusak pantai-pantai di Aceh, Sumatra Utara, Sri Lanka, India, Thailand and negara-negara lainnya dengan tinggi gelombang sampai 30 meter yang menyebabkan kerusakan parah dan kehancuran serta kematian sampai sejauh pantai timur Africa. Korban tewas akibat tsunami ini dilaporkan terjadi di Rooi Els di Afrika Selatan pada jarak 8.000 km dari pusat gempa. Perkiraan awal korban tsunami ini untuk seluruh dunia adalah di atas 275.000 orang, belum termasuk ribuan korban hilang. Tetapi, analisis terbaru menyebutkan total korban tsunami adalah 229. 866 orang (186.983 tewas and 42.883 hilang) (Kantor PBB untuk Tsunami Recovery, 2006). Bencana gempa dan tsunami ini disebut sebagai bencana paling buruk dalam sejarah moderen. Bencana ini juga telah mengundang simpati banyak negara di dunia, terbukti dengan komitmen bantuan sebesar total lebih dari 7,0 milyar dolar Amerika Serikat (Wikipedia, 2006).
Karakteristik Gempa 26 Desember 2004
Gempa ini juga luar biasa dalam cakupan geografisnya. Diperkirakan sepanjang 1200 km jalur sesar tergeser sekitar 15 meter sepanjang zone penunjaman tempat lempeng samudra Hindia menyusup di bawah lempeng benua Burma (bagian Lempeng Eurasia). Pergeseran sesar tidak terjadi sekonyong-konyong tetapi dalam dua fase selama beberapa menit. Data akustik dan seismograf menunjukkan bahwa fase pertama meliputi pembentukan zone runtuhan sepanjang 400 km dan lebar 100 km, pada kedalaman 30 km di bawah dasar laut. Ini adalah runtuhan terpanjang yang pernah dihasilkan gempa. Runtuhan berjalan memanjang dengan kecepatan 2,8 km/detik atau 10.000 km/jam. Runtuhan mulai terjadi di lepas pantai Aceh dan maju ke arah baratlaut selama 100 detik sebelum kemudian runtuhan berbelok searah jarum jam ke utara menuju pulau-pulau Andaman dan Nikobar. Saat pembelokan tersebut, runtuhan terhenti sesaat selama 100 detik. Fase kedua yaitu runtuhan ke arah utara ini berjalan dengan kecepatan lebih rendah yaitu 2,1 km/detik atau 7600 km/jam. Lalu runtuhan terus berlanjut ke utara selama lima menit sampai ke batas lempeng tempat penyesaran naik ini berubah menjadi penyesaran mendatar. Perubahan ini mengurangi kecepatan perpindahan massa air di lautan sehingga mengurangi amplitude tsunami yang terjadi di bagian utara Samudra Hindia (Kostel dan Tobin, 2005: "The Sound of a Distant Rumble: Researchers Track Underwater Noise Generated by December 26 Earthquake." - Lamont-Doherty Earth Observatory, 20 Juli 2005; Wikipedia, 2006).
Gempa susulan dengan magnitudo sampai 6,6 terus terjadi di wilayah ini (lepas pantai pulau-pulau Andaman dan Nikobar) sampai empat bulan setelah gempa utama. Gempa besar lain yang terjadi di sekitar Pulau Nias pada 28 Maret 2005 dengan magnitude 8,7 (MarketWatch, 2005 "8.7 quake jars Sumatra, at least 300 dead." Investors.com.) menimbulkan perdebatan di kalangan para ahli : apakah ini aftershock gempa 26 Desember 2004 ataukah “triggered earthquake†(gempa yang disebabkan oleh gempa sebelumnya) (McKernon, 2005, Science and Engineering at The University of Edinburgh School of Geosciences). Gempa Nias terjadi pada jalur sesar yang sama dengan lokasi gempa 26 Desember 2004.
Gempa besar di Aceh ini terjadi hanya tiga hari setelah sebuah gempa besar bermagnitude 8,1 melanda sebuah wilayah tak berpenghuni di sebelah barat Kepulauan Auckland (milik Selandia Baru) dan di sebelah utara Kepulauan Macquarie (milik Australia) di Antarktika. Hal ini di luar kebiasaan sebab berdasarkan statistik selama ini gempa dengan kekuatan di atas 8,0 hanya terjadi satu kali dalam setahun (USGS Earthquake Hazards Program: FAQ; Skinner et al., 2004, Dynamic Earth, hal. 359), tetapi kedua gempa bermagnitude > 8,0 ini hanya terpisah tiga hari. Beberapa ahli seismologi berspekulasi tentang hubungan gempa Antarktika dan gempa Aceh ini. Gempa Antarktika mungkin telah berperan sebagai katalisator gempa Aceh karena kedua gempa ini terjadi masing-masing di ujung sisi selatan dan utara Lempeng Indo-Australia. Tetapi, USGS mengatakan tak ada bukti meyakinkan bahwa kedua gempa ini berhubungan. Yang jelas, gempa Aceh terjadi tepat setahun (sampai jam kejadian pun sama) setelah gempa bermagnitude 6,6 yang menewaskan 30.000 orang di kota Bam, Iran pada 26 Desember 2003 (Wikipedia, 2006). Yang unik juga, adalah bahwa gempa Aceh (magnitude 9,3) terjadi sehari setelah Hari Natal (25 Desember 2004) dan gempa Nias (magnitude 8,7) terjadi sehari setelah Hari Paska (27 Maret 2005).
Kedua gempa (Gempa Aceh dan Gempa Nias) telah mengaktifkan gunungapi-gunungapi di sekitarnya pada jalur busur volkanik Sunda di Pegunungan Barisan. Gunung Leuser di Aceh diaktifkan oleh Gempa Aceh, begitu juga erupsi Gunung Talang pada April 2005. Gempa Nias mengaktifkan sejenak kaldera purba Toba, sehingga kita tahu bahwa kaldera purba sama sekali belum mati, hanya tidur panjang (Rinaldo, 2005: "Thousands flee as Indonesian volcano spews into life." Hindustan Times, 12 April 12 2005; Johnston, 2005: “ Indonesian Volcanoes Erupt; Thousands Evacuatedâ€, VOA News).
Berapa kekuatan gempa 26 Desember 2006 ini ? Energi total yang dilepaskan adalah sekitar 3.35 exajoules (3.35×1018 joules). Ini ekivalen dengan lebih daripada 930 tera (10 pangkat 12) watt jam atau 0.8 gigatons TNT, atau sama dengan seluruh energi yang digunakan di Amerika Serikat selama 11 hari. Gempa ini juga telah mengakibatkan osilasi permukaan Bumi setinggi 20-30 cm, sama dengan efek pasang naik akibat gravitasi Matahari dan Bulan. Gelombang kejut gempa dirasakan di seluruh muka planet Bumi sampai sejauh Oklahoma di AS yang mencatat gerak vertikal setinggi 3 mm (Staff Writer, "Earthquake felt in Oklahoma, too." MuskogeePhoenix.com. December 28, 2004). Seluruh permukaan Bumi diperkirakan telah terangkat sampai setinggi 1 cm.
Pergeseran massa kerak Bumi dan lepasnya energi yang demikian besar akibat gempan ini telah sedikit mengubah periode rotasi Bumi. Nilai pastinya belum ditentukan, tetapi model-model yang dibuat memperlihatkan bahwa gempa ini telah memendekkan panjang hari sebanyak 2,68 mikrodetik atau sepersemilyar panjang satu hari karena berkurangnya kepepatan (oblateness) bola Bumi (Cook-Anderson dan Beasley : "NASA Details Earthquake Effects on the Earth." NASA press release, January 10, 2005). Gempa juga telah menyebabkan Bumi sedikit terhuyung (gerak “wobble†– seperti pendekar mabuk) pada porosnya berarah 145° BT (Schechner, 2004, "Earthquakes vs. the Earth's Rotation" Slate. December 27, 2004) atau terhuyung sampai 5 atau 6 cm (Staff Writer, 2004 "Italian scientists say Asian quakes cause Earth's axis shifted." Xinhua. December 29, 2004). Tetapi, karena efek gerak pasang akibat gravitasi Bulan selalu menambah panjang hari sebanyak 15 mikrodetik setiap tahunnya, maka efek akibat perubahan gerak dan periode rotasi Bumi oleh gempa Aceh segera menghilang.
Akibat yang lebih spektakular muncul secara lokal. Terdapat gerakan secara mendatar sepanjang 10 meter dan 4-5 meter secara vertikal sepanjang jalur sesar akibat gempa ini. Spekulasi awal menyebutkan bahwa pulau-pulau kecil di sebelah baratdaya Sumatra, yang berposisi di atas lempeng Burma telah bergerak ke arah baratdaya sampai sejauh 20-36 meter. Tetapi, berdasarkan data yang lebih akurat, yang dikeluarkan sebulan setelah gempa, menunjukkan bahwa gerakan itu hanya 20 cm (Staff Writer. "Quake moved Sumatra by only 20 centimeters: Danish scientists", Agence France Presse, January 31, 2005). Karena gerakan ini vertikal juga lateral (oblique), maka terdapat wilayah pantai yang tenggelam di bawah muka laut. Kepulauan Andaman-Nikobar telah bergeser ke baratdaya sejauh 1,25 meter dan telah tenggelam hampir 1 meter (Bagla, 2005, "After the Earth Moved", Science Now, January 28, 2005).
Dalam bulan Februari 2005, kapal riset Royal Navy HMS Scott melakukan survey di dasar laut di sekitar wilayah gempa, yang kedalaman lautnya bervariasi dari 1,000 m - 5,000 m di sebelah barat Sumatra. Survey yang dilakukan dengan menggunakan high-resolution, multi-beam sonar system ini menunjukkan bahwa gempa telah menimbulkan perubahan besar topograpfi dasar laut. Kegiatan tektonik sepanjang waktu geologi pada sesar ini telah membuat punggungan sesar naik/anjak (thrust ridges) setinggi 1500 meter, yang runtuh di beberapa tempat selama gempa terjadi menghasilkan longsoran seluas beberapa km persegi. Sebuah kawasan longsoran teramati terdiri atas blok batuan sepanjang 2 km setinggi 100 meter. Kekuatan air yang dipindahkan akibat perubahan topografi dasar laut ini telah menyeret blok batuan seberat jutaan ton tersebut sejauh 10 km. Palung samudra selebar beberapa km tersingkap dalam jalur gempa ini (Knight, 2005: "Asian tsunami seabed pictured with sonar" New Scientist - February 10, 2005).
Karakteristik Tsunami 26 Desember 2004
Gempa yang terjadi telah mengangkat dasar laut beberapa meter, memindahkan air laut sebanyak sekitar 30 km3 memicu gelombang tsunami yang dahsyat. Gelombang-gelombang tsunami itu tidak berasal dari titik episentrum dan menyebar secara radial ke seluruh penjuru Samudra Hindia seperti secara salah digambarkan dalam beberapa kartun, tetapi para gelombang ini tersebar secara radial ke luar dari runtuhan sepanjang 1200 km (bukan berasal dari “point source†tetapi dari “line sourceâ€). Hal ini telah menyebabkan gelombang makin tersebar secara luas, teramati sampai mencapai Arktika, Chili, dan Mexico. Naiknya dasar laut telah mengurangi “space of accommodation†Samudra Hindia dan telah meyebabkan kenaikan permanen gloabal sea level (eustasy) sebesar 0,1 mm (Bilham, 2005 "A Flying Start, Then a Slow Slip." Science. Vol. 308, No. 5725, hal. 1126-1127. 20 Mei 2005).
Secara kebetulan, pada saat kejadian tsunami 26 Desember 2004 itu dua satelit melintas di atas Samudra Hindia (satelit TOPEX/Poseidon dan satelit Jason 1) (Staff Writer, "NASA/French Satellite Data Reveal New Details of Tsunami." Jet Propulsion Laboratory-JPL/NASA, January 11, 2005). Kedua satelit ini membawa radar yang secara akurat dapat mengukur ketinggian permukaan laut di tengah samudra. Anomali ketinggian sebesar 50 cm terukur. Pengukuran-pengukuran kedua satelit ini merupakan data yang sangat berharga untuk pemahaman gempa dan tsunami yang dibangkitkannya. Tidak seperti data dari pengukur air pasang (tide gauge) yang dipasang di kawasan pantai, pengukuran ketinggian air laut di tengah samudra oleh satelit dapat digunakan untuk menghitung parameter2 pembangkitan tsunami akibat gempa tanpa keharusan mengoreksi efek2 akibat dekat pantai (Wikipedia, 2006).
Radar pada satelit-satelit itu mencatat ketinggian gelombang tsunami 26 Desember 2004 di tengah lautan adalah maksimum 60 cm pada dua jam setelah gempa. Ini adalah untuk pertama kalinya pengamatan tsunami dari satelit dilakukan, itu pun secara tidak sengaja. Tetapi, pengamatan ini tidak dapat digunakan untuk keperluan peringatan dini tsunami sebab keberadaan kedua satelit di atas Samudra Hindia itu melintas bukan untuk keperluan pengamatan tsunami, juga diperlukan waktu beberapa jam untuk menganalisis data yang dihasilkan.
Berapa kekuatan tsunami 26 Desember 2004 itu ? Total energi tsunami ini adalah ekivalen dengan sekitar lima megaton TNT (20 peta -10 pangkat 15-joules). Ini lebih dari dua kali total energi ledakan yang digunakan selama Perang Dunia II (termasuk dua bom atom). Di banyak tempat, gelombang tsunami mencapai ketinggian 24 meter sampai 30 meter ketika melanda pantai dan masuk ke arah daratan sampai sejauh dua km bergantung kepada topografi pantai (Pearce dan Holmes, 2005 : "Tsunami: The impact will last for decades" New Scientist - January 15, 2005).
Karena jalur sesar sepanjang 1200 km yang digoncang gempa ini berarah hampir utara-selatan, kekuatan paling besar gelombang tsunami ada pada arah barat-timur. Bangladesh di utara sesar relatif terserang tsunami secara lemah, dibandingkan dengan tsunami yang lebih kuat menyerang Somalia di sebelah barat sesar, meskipun Somalia terletak lebih jauh dari sumber gempa. Tsunami mulai menyerang pantai-pantai di sekeliling bagian utara Samudra Hindia dalam waktu 15 menit sampai 7 jam (Time travel map: Tsunami Laboratory, Novosibirsk, Russia; Time travel map: Active Fault Research Center : National Institute of Advanced Industrial Science and Technology, Japan). Aceh dan Sumatra terserang tsunami sangat cepat karena terletak di dekat jalur sesar dan laju runtuhan di segmen jalur sesar di wilayah ini terjadi sangat cepat (10.000 km/jam). Thailand, meskipun juga terletak di dekat episentrum gempa, diserang tsunami dua jam kemudian karena runtuhan di wilayah Laut Andaman terjadi lebih lambat daripada di sektor Indonesia.
Tsunami terukur sampai ke Antarktika berdasarkan tidal gauges pangkalan penelitian milik Jepang di Antarktika (Japan's Syowa Base) yang mencatat osilasi permukaan laut naik sampai 1 meter dan kekacauan ini berlangsung sampai beberapa hari setelah gempa terjadi ("Indian Ocean Tsunami" at Syowa Station, Antarctica, Hydrographic and Oceanographic Dept. Japan Coast Guard). Energi tsunami pun terlepas sampai ke Samudra Pasifik menghasilkan anomali ketinggian gelombang 20-40 cm di sepanjang pantai barat Amerika Utara dan Amerika Selatan (Indian Ocean Tsunami of 26 December, 2004. West Coast/Alaska Tsunami Warning Center (USGS). December 31, 2004) dan di beberapa tempat sampai setinggi 2,6 meter seperti di pantai Manzanillo, Mexico. Para ahli memperkirakan bahwa MOR (mid-oceanic ridge) telah ikut berperan dalam memfokuskan dan mengarahkan tsunami dalam jangakauan yang jauh (Carey, 2005 : "Tsunami Waves Channeled Around the Globe in 2004 Disaster" LiveScience-August 25, 2005).
Dari bencana terburuk pun, tetap ada hikmah yang dapat kita pelajari untuk kepentingan ke depan, apalagi kita di Indonesia senantiasa berhadapan dengan tenaga-tenaga alam tak tampak yang bisa kapan saja membangkitkan gempa dan tsunami. Pengetahuan kita belum memadai, tetapi kita selalu dapat mempelajari apa pun dari alam ini untuk kepentingan umat manusia.
salam dan selamat tahun baru 2007,
awang
********
Naskah di atas dipublikasikan pertama kali oleh penulisnya melalui iagi-net pada tanggal 30 Desember 2006. Dipublikasi kembali di sini atas izin tertulis dari penulisnya itu via e-mail hari Selasa tanggal 9 Januari 2007.
Salam dari Ancol, Rabu, 10 Januari 2007
Wahyu
Gempa dan Tsunami 26 Desember 2004 : Setelah Dua Tahun Berselang
Oleh: Awang Harun Satyana (aharun@bpmigas.com)
Dua tahun telah kita lewati sejak gempa dan tsunami 26 Desember 2004 menggetarkan seluruh planet Bumi dan merenggut nyawa hampir seperempat juta penduduknya. Dalam sejarah moderen bangsa Indonesia, inilah gempa dan tsunami bahkan mungkin bencana terdahsyat yang pernah dialami bangsa Indonesia. Setelah dua tahun berselang sejak gempa dan tsunami dahsyat melanda Aceh, Sumatra Utara, Asia Tenggara, Asia Selatan, dan Afrika bagian timur, para ahli kini telah mendapatkan banyak data dan analisis baru yang menghasilkan evaluasi lebih akurat tentang bencana global ini. Berikut adalah ringkasan data, analisis, dan interpretasi baru tersebut yang didasarkan kepada banyak publikasi terbaru (Wikipedia, New Scientist, NASA, Science, dan lain-lain). Semoga bermanfaat.
Gempa ini terjadi pada 26 Desember 2004 pukul 00:58:53 GMT atau waktu lokal 07:58:53 (WIB). Lokasi episentrum gempa adalah di pantai barat Sumatra di sebelah utara Pulau Simeulue pada koordinat 3.316°N, 95.854°E (3°19′N 95°51.24′E), sekitar 160 km barat Sumatra. Pusat gempa berada pada kedalaman 30 km di bawah muka laut rata-rata (semula dilaporkan pada kedalaman 10 km). Gempa ini dilaporkan berkekuatan (moment magnitude) MW 9.0. Dalam bulan Februari 2005 magnitude ini dikoreksi menjadi 9.3. (McKee, 2005 : "Power of tsunami earthquake heavily underestimated." New Scientist – 9 Februari 2005, hal. 5). Studi yang paling baru dalam tahun 2006 menyebut gempa ini mempunyai kekuatan MW 9.1 – 9.3. Dr. Hiroo Kanamori, ahli gempa terkenal dari California Institute of Technology menyebut gempa ini punya magnitude MW = 9.2. (EERI Publication 2006-06, hal. 14). Selain terutama di Aceh dan Sumatra bagian utara, gempa ini dirasakan sampai sejauh : Bangladesh, India, Malaysia, Myanmar, Thailand, Singapura dan Maladewa.
Gempa ini selain menempati posisi gempa berkekuatan terbesar kedua setelah gempa Chili 1960 yang mencapai 9.5 Skala Richter (ujung Skala Richter ada di situ), gempa Aceh menempati peringkat pertama sebagai gempa dengan waktu (durasi) penyesaran yang paling lama yaitu sampai 500-600 detik (10 menit). Dan, gempa ini cukup besar untuk membuat seluruh bola Bumi bergetar dengan amplitude getaran di atas satu cm (Walton, 2005 "Scientists : Sumatra quake longest ever recorded." CNN – 20 Mei 2005). Gempa ini juga telah memicu gempa-gempa lain di seluruh dunia sampai sejauh Alaska (West, Sanches, McNutt, 2005 : "Periodically Triggered Seismicity at Mount Wrangell, Alaska, after the Sumatra Earthquake." Science. Vol. 308, No. 5725, hal. 1144-1146, 20 Mei 2005).
Gempa Aceh telah menimbulkan serangkaian tsunami yang merusak pantai-pantai di Aceh, Sumatra Utara, Sri Lanka, India, Thailand and negara-negara lainnya dengan tinggi gelombang sampai 30 meter yang menyebabkan kerusakan parah dan kehancuran serta kematian sampai sejauh pantai timur Africa. Korban tewas akibat tsunami ini dilaporkan terjadi di Rooi Els di Afrika Selatan pada jarak 8.000 km dari pusat gempa. Perkiraan awal korban tsunami ini untuk seluruh dunia adalah di atas 275.000 orang, belum termasuk ribuan korban hilang. Tetapi, analisis terbaru menyebutkan total korban tsunami adalah 229. 866 orang (186.983 tewas and 42.883 hilang) (Kantor PBB untuk Tsunami Recovery, 2006). Bencana gempa dan tsunami ini disebut sebagai bencana paling buruk dalam sejarah moderen. Bencana ini juga telah mengundang simpati banyak negara di dunia, terbukti dengan komitmen bantuan sebesar total lebih dari 7,0 milyar dolar Amerika Serikat (Wikipedia, 2006).
Karakteristik Gempa 26 Desember 2004
Gempa ini juga luar biasa dalam cakupan geografisnya. Diperkirakan sepanjang 1200 km jalur sesar tergeser sekitar 15 meter sepanjang zone penunjaman tempat lempeng samudra Hindia menyusup di bawah lempeng benua Burma (bagian Lempeng Eurasia). Pergeseran sesar tidak terjadi sekonyong-konyong tetapi dalam dua fase selama beberapa menit. Data akustik dan seismograf menunjukkan bahwa fase pertama meliputi pembentukan zone runtuhan sepanjang 400 km dan lebar 100 km, pada kedalaman 30 km di bawah dasar laut. Ini adalah runtuhan terpanjang yang pernah dihasilkan gempa. Runtuhan berjalan memanjang dengan kecepatan 2,8 km/detik atau 10.000 km/jam. Runtuhan mulai terjadi di lepas pantai Aceh dan maju ke arah baratlaut selama 100 detik sebelum kemudian runtuhan berbelok searah jarum jam ke utara menuju pulau-pulau Andaman dan Nikobar. Saat pembelokan tersebut, runtuhan terhenti sesaat selama 100 detik. Fase kedua yaitu runtuhan ke arah utara ini berjalan dengan kecepatan lebih rendah yaitu 2,1 km/detik atau 7600 km/jam. Lalu runtuhan terus berlanjut ke utara selama lima menit sampai ke batas lempeng tempat penyesaran naik ini berubah menjadi penyesaran mendatar. Perubahan ini mengurangi kecepatan perpindahan massa air di lautan sehingga mengurangi amplitude tsunami yang terjadi di bagian utara Samudra Hindia (Kostel dan Tobin, 2005: "The Sound of a Distant Rumble: Researchers Track Underwater Noise Generated by December 26 Earthquake." - Lamont-Doherty Earth Observatory, 20 Juli 2005; Wikipedia, 2006).
Gempa susulan dengan magnitudo sampai 6,6 terus terjadi di wilayah ini (lepas pantai pulau-pulau Andaman dan Nikobar) sampai empat bulan setelah gempa utama. Gempa besar lain yang terjadi di sekitar Pulau Nias pada 28 Maret 2005 dengan magnitude 8,7 (MarketWatch, 2005 "8.7 quake jars Sumatra, at least 300 dead." Investors.com.) menimbulkan perdebatan di kalangan para ahli : apakah ini aftershock gempa 26 Desember 2004 ataukah “triggered earthquake†(gempa yang disebabkan oleh gempa sebelumnya) (McKernon, 2005, Science and Engineering at The University of Edinburgh School of Geosciences). Gempa Nias terjadi pada jalur sesar yang sama dengan lokasi gempa 26 Desember 2004.
Gempa besar di Aceh ini terjadi hanya tiga hari setelah sebuah gempa besar bermagnitude 8,1 melanda sebuah wilayah tak berpenghuni di sebelah barat Kepulauan Auckland (milik Selandia Baru) dan di sebelah utara Kepulauan Macquarie (milik Australia) di Antarktika. Hal ini di luar kebiasaan sebab berdasarkan statistik selama ini gempa dengan kekuatan di atas 8,0 hanya terjadi satu kali dalam setahun (USGS Earthquake Hazards Program: FAQ; Skinner et al., 2004, Dynamic Earth, hal. 359), tetapi kedua gempa bermagnitude > 8,0 ini hanya terpisah tiga hari. Beberapa ahli seismologi berspekulasi tentang hubungan gempa Antarktika dan gempa Aceh ini. Gempa Antarktika mungkin telah berperan sebagai katalisator gempa Aceh karena kedua gempa ini terjadi masing-masing di ujung sisi selatan dan utara Lempeng Indo-Australia. Tetapi, USGS mengatakan tak ada bukti meyakinkan bahwa kedua gempa ini berhubungan. Yang jelas, gempa Aceh terjadi tepat setahun (sampai jam kejadian pun sama) setelah gempa bermagnitude 6,6 yang menewaskan 30.000 orang di kota Bam, Iran pada 26 Desember 2003 (Wikipedia, 2006). Yang unik juga, adalah bahwa gempa Aceh (magnitude 9,3) terjadi sehari setelah Hari Natal (25 Desember 2004) dan gempa Nias (magnitude 8,7) terjadi sehari setelah Hari Paska (27 Maret 2005).
Kedua gempa (Gempa Aceh dan Gempa Nias) telah mengaktifkan gunungapi-gunungapi di sekitarnya pada jalur busur volkanik Sunda di Pegunungan Barisan. Gunung Leuser di Aceh diaktifkan oleh Gempa Aceh, begitu juga erupsi Gunung Talang pada April 2005. Gempa Nias mengaktifkan sejenak kaldera purba Toba, sehingga kita tahu bahwa kaldera purba sama sekali belum mati, hanya tidur panjang (Rinaldo, 2005: "Thousands flee as Indonesian volcano spews into life." Hindustan Times, 12 April 12 2005; Johnston, 2005: “ Indonesian Volcanoes Erupt; Thousands Evacuatedâ€, VOA News).
Berapa kekuatan gempa 26 Desember 2006 ini ? Energi total yang dilepaskan adalah sekitar 3.35 exajoules (3.35×1018 joules). Ini ekivalen dengan lebih daripada 930 tera (10 pangkat 12) watt jam atau 0.8 gigatons TNT, atau sama dengan seluruh energi yang digunakan di Amerika Serikat selama 11 hari. Gempa ini juga telah mengakibatkan osilasi permukaan Bumi setinggi 20-30 cm, sama dengan efek pasang naik akibat gravitasi Matahari dan Bulan. Gelombang kejut gempa dirasakan di seluruh muka planet Bumi sampai sejauh Oklahoma di AS yang mencatat gerak vertikal setinggi 3 mm (Staff Writer, "Earthquake felt in Oklahoma, too." MuskogeePhoenix.com. December 28, 2004). Seluruh permukaan Bumi diperkirakan telah terangkat sampai setinggi 1 cm.
Pergeseran massa kerak Bumi dan lepasnya energi yang demikian besar akibat gempan ini telah sedikit mengubah periode rotasi Bumi. Nilai pastinya belum ditentukan, tetapi model-model yang dibuat memperlihatkan bahwa gempa ini telah memendekkan panjang hari sebanyak 2,68 mikrodetik atau sepersemilyar panjang satu hari karena berkurangnya kepepatan (oblateness) bola Bumi (Cook-Anderson dan Beasley : "NASA Details Earthquake Effects on the Earth." NASA press release, January 10, 2005). Gempa juga telah menyebabkan Bumi sedikit terhuyung (gerak “wobble†– seperti pendekar mabuk) pada porosnya berarah 145° BT (Schechner, 2004, "Earthquakes vs. the Earth's Rotation" Slate. December 27, 2004) atau terhuyung sampai 5 atau 6 cm (Staff Writer, 2004 "Italian scientists say Asian quakes cause Earth's axis shifted." Xinhua. December 29, 2004). Tetapi, karena efek gerak pasang akibat gravitasi Bulan selalu menambah panjang hari sebanyak 15 mikrodetik setiap tahunnya, maka efek akibat perubahan gerak dan periode rotasi Bumi oleh gempa Aceh segera menghilang.
Akibat yang lebih spektakular muncul secara lokal. Terdapat gerakan secara mendatar sepanjang 10 meter dan 4-5 meter secara vertikal sepanjang jalur sesar akibat gempa ini. Spekulasi awal menyebutkan bahwa pulau-pulau kecil di sebelah baratdaya Sumatra, yang berposisi di atas lempeng Burma telah bergerak ke arah baratdaya sampai sejauh 20-36 meter. Tetapi, berdasarkan data yang lebih akurat, yang dikeluarkan sebulan setelah gempa, menunjukkan bahwa gerakan itu hanya 20 cm (Staff Writer. "Quake moved Sumatra by only 20 centimeters: Danish scientists", Agence France Presse, January 31, 2005). Karena gerakan ini vertikal juga lateral (oblique), maka terdapat wilayah pantai yang tenggelam di bawah muka laut. Kepulauan Andaman-Nikobar telah bergeser ke baratdaya sejauh 1,25 meter dan telah tenggelam hampir 1 meter (Bagla, 2005, "After the Earth Moved", Science Now, January 28, 2005).
Dalam bulan Februari 2005, kapal riset Royal Navy HMS Scott melakukan survey di dasar laut di sekitar wilayah gempa, yang kedalaman lautnya bervariasi dari 1,000 m - 5,000 m di sebelah barat Sumatra. Survey yang dilakukan dengan menggunakan high-resolution, multi-beam sonar system ini menunjukkan bahwa gempa telah menimbulkan perubahan besar topograpfi dasar laut. Kegiatan tektonik sepanjang waktu geologi pada sesar ini telah membuat punggungan sesar naik/anjak (thrust ridges) setinggi 1500 meter, yang runtuh di beberapa tempat selama gempa terjadi menghasilkan longsoran seluas beberapa km persegi. Sebuah kawasan longsoran teramati terdiri atas blok batuan sepanjang 2 km setinggi 100 meter. Kekuatan air yang dipindahkan akibat perubahan topografi dasar laut ini telah menyeret blok batuan seberat jutaan ton tersebut sejauh 10 km. Palung samudra selebar beberapa km tersingkap dalam jalur gempa ini (Knight, 2005: "Asian tsunami seabed pictured with sonar" New Scientist - February 10, 2005).
Karakteristik Tsunami 26 Desember 2004
Gempa yang terjadi telah mengangkat dasar laut beberapa meter, memindahkan air laut sebanyak sekitar 30 km3 memicu gelombang tsunami yang dahsyat. Gelombang-gelombang tsunami itu tidak berasal dari titik episentrum dan menyebar secara radial ke seluruh penjuru Samudra Hindia seperti secara salah digambarkan dalam beberapa kartun, tetapi para gelombang ini tersebar secara radial ke luar dari runtuhan sepanjang 1200 km (bukan berasal dari “point source†tetapi dari “line sourceâ€). Hal ini telah menyebabkan gelombang makin tersebar secara luas, teramati sampai mencapai Arktika, Chili, dan Mexico. Naiknya dasar laut telah mengurangi “space of accommodation†Samudra Hindia dan telah meyebabkan kenaikan permanen gloabal sea level (eustasy) sebesar 0,1 mm (Bilham, 2005 "A Flying Start, Then a Slow Slip." Science. Vol. 308, No. 5725, hal. 1126-1127. 20 Mei 2005).
Secara kebetulan, pada saat kejadian tsunami 26 Desember 2004 itu dua satelit melintas di atas Samudra Hindia (satelit TOPEX/Poseidon dan satelit Jason 1) (Staff Writer, "NASA/French Satellite Data Reveal New Details of Tsunami." Jet Propulsion Laboratory-JPL/NASA, January 11, 2005). Kedua satelit ini membawa radar yang secara akurat dapat mengukur ketinggian permukaan laut di tengah samudra. Anomali ketinggian sebesar 50 cm terukur. Pengukuran-pengukuran kedua satelit ini merupakan data yang sangat berharga untuk pemahaman gempa dan tsunami yang dibangkitkannya. Tidak seperti data dari pengukur air pasang (tide gauge) yang dipasang di kawasan pantai, pengukuran ketinggian air laut di tengah samudra oleh satelit dapat digunakan untuk menghitung parameter2 pembangkitan tsunami akibat gempa tanpa keharusan mengoreksi efek2 akibat dekat pantai (Wikipedia, 2006).
Radar pada satelit-satelit itu mencatat ketinggian gelombang tsunami 26 Desember 2004 di tengah lautan adalah maksimum 60 cm pada dua jam setelah gempa. Ini adalah untuk pertama kalinya pengamatan tsunami dari satelit dilakukan, itu pun secara tidak sengaja. Tetapi, pengamatan ini tidak dapat digunakan untuk keperluan peringatan dini tsunami sebab keberadaan kedua satelit di atas Samudra Hindia itu melintas bukan untuk keperluan pengamatan tsunami, juga diperlukan waktu beberapa jam untuk menganalisis data yang dihasilkan.
Berapa kekuatan tsunami 26 Desember 2004 itu ? Total energi tsunami ini adalah ekivalen dengan sekitar lima megaton TNT (20 peta -10 pangkat 15-joules). Ini lebih dari dua kali total energi ledakan yang digunakan selama Perang Dunia II (termasuk dua bom atom). Di banyak tempat, gelombang tsunami mencapai ketinggian 24 meter sampai 30 meter ketika melanda pantai dan masuk ke arah daratan sampai sejauh dua km bergantung kepada topografi pantai (Pearce dan Holmes, 2005 : "Tsunami: The impact will last for decades" New Scientist - January 15, 2005).
Karena jalur sesar sepanjang 1200 km yang digoncang gempa ini berarah hampir utara-selatan, kekuatan paling besar gelombang tsunami ada pada arah barat-timur. Bangladesh di utara sesar relatif terserang tsunami secara lemah, dibandingkan dengan tsunami yang lebih kuat menyerang Somalia di sebelah barat sesar, meskipun Somalia terletak lebih jauh dari sumber gempa. Tsunami mulai menyerang pantai-pantai di sekeliling bagian utara Samudra Hindia dalam waktu 15 menit sampai 7 jam (Time travel map: Tsunami Laboratory, Novosibirsk, Russia; Time travel map: Active Fault Research Center : National Institute of Advanced Industrial Science and Technology, Japan). Aceh dan Sumatra terserang tsunami sangat cepat karena terletak di dekat jalur sesar dan laju runtuhan di segmen jalur sesar di wilayah ini terjadi sangat cepat (10.000 km/jam). Thailand, meskipun juga terletak di dekat episentrum gempa, diserang tsunami dua jam kemudian karena runtuhan di wilayah Laut Andaman terjadi lebih lambat daripada di sektor Indonesia.
Tsunami terukur sampai ke Antarktika berdasarkan tidal gauges pangkalan penelitian milik Jepang di Antarktika (Japan's Syowa Base) yang mencatat osilasi permukaan laut naik sampai 1 meter dan kekacauan ini berlangsung sampai beberapa hari setelah gempa terjadi ("Indian Ocean Tsunami" at Syowa Station, Antarctica, Hydrographic and Oceanographic Dept. Japan Coast Guard). Energi tsunami pun terlepas sampai ke Samudra Pasifik menghasilkan anomali ketinggian gelombang 20-40 cm di sepanjang pantai barat Amerika Utara dan Amerika Selatan (Indian Ocean Tsunami of 26 December, 2004. West Coast/Alaska Tsunami Warning Center (USGS). December 31, 2004) dan di beberapa tempat sampai setinggi 2,6 meter seperti di pantai Manzanillo, Mexico. Para ahli memperkirakan bahwa MOR (mid-oceanic ridge) telah ikut berperan dalam memfokuskan dan mengarahkan tsunami dalam jangakauan yang jauh (Carey, 2005 : "Tsunami Waves Channeled Around the Globe in 2004 Disaster" LiveScience-August 25, 2005).
Dari bencana terburuk pun, tetap ada hikmah yang dapat kita pelajari untuk kepentingan ke depan, apalagi kita di Indonesia senantiasa berhadapan dengan tenaga-tenaga alam tak tampak yang bisa kapan saja membangkitkan gempa dan tsunami. Pengetahuan kita belum memadai, tetapi kita selalu dapat mempelajari apa pun dari alam ini untuk kepentingan umat manusia.
salam dan selamat tahun baru 2007,
awang
********
Naskah di atas dipublikasikan pertama kali oleh penulisnya melalui iagi-net pada tanggal 30 Desember 2006. Dipublikasi kembali di sini atas izin tertulis dari penulisnya itu via e-mail hari Selasa tanggal 9 Januari 2007.
Salam dari Ancol, Rabu, 10 Januari 2007
Wahyu
MENGHITUNG HARI SAAT LUMPUR TIBA MENGGENANGI
Di tahun 2007 ini, ternyata semburan lumpur di Sidoarjo terus berlangsung tanpa indikasi akan berhenti. Satu per satu perumahan dan berbagai objek di sekitarnya digenangi. Jumlah pengungsi terus bertambah. Sementara itu, skenario penyelesaian masalh ini tidak kunjung jelas. Keadaan semakin menjadi seakan terlupakan dengan adanya musibah tenggelamnya KM. Senopati Nusantara di Laut Jawa, dan hilangnya pesawat Adam Air dari udara Pulau Sulawesi yang sampai saat ini belum ditemukan rimbanya. Kini, dengan pola semburan yang seperti sekarang ini, penggenangan kawasan di sekitarnya tinggal menunggu giliran. Tulisan ini akan merekam perkembangan penggenangan lumpur itu yang makin meluas. Perkembangan terbaru dapat dilihat dibagian bawah.
02 Januari 2007, 17:58:07, Laporan J. Totok Sumarno
Perumahan Tanggulangin Anggun Citra Pesona, Tenggelam!!
ssnet| Setelah dihajar luberan lumpur panas Lapindo Brantas Incorporated beberapa kali, akhirnya perumahan Tanggulangin Anggun Citra Pesona di sisi timur Perumtas I, sudah tenggelam dalam lumpur panas. Selasa (02/01) lumpur panas sudah lebih dari 3 meter.
Lumpur panas yang berangsur-angsur semakin meninggi dan menggenangi perumahan yang belum banyak penghuninya itu, akhirnya mencapai puncaknya, pasca terjadinya ledakan pipa Pertamina didekat sumber semburan lumpur panas Lapindo Brantas Incorporated beberapa waktu lalu.
Selasa (02/01) kondisi kompleks perumahan tergolong menengah atas tersebut sangat memprihatinkan. Lumpur setinggi 3 meter sudah menutup seluruh blok yang ada. Jarak antara tinggi lumpur dengan atap rumah kira-kira tinggal satu meter saja.
Dari catatan yang dihimpun suarasurabaya.net, sampai Selasa (02/01) sekurangnya dua kompleks perumahan di kawasan Tanggulangin sudah tenggelam dalam luberan lumpur panas Lapindo Brantas. Selain Tanggulangin Anggun Citra Pesona, sebelumnya Perumahan Tanggulangin Anggun Sejahterah (Perumtas) I sudah tenggelam terlebih dulu.
04 Januari 2007, 15:12:33, Laporan J. Totok Sumarno
Luberan Lumpur Panas
Tak Sampai Sehari, Dusun Wangkal Tenggelam
ssnet| Luberan lumpur panas dari Lapindo Brantas Incorporated yang ‘menghajar’ sekitar kawasan Dusun Wangkal Desa Reno Kenongo, Kamis (04/01) ini sudah setinggi sekitar 2 meter. Rabu (03/01) kemarin, ketinggian lumpur tak lebih dari setengah meter. Tak sampai sehari, Dusun Wangkal tenggelam.
“Sampeyan lihat sendiri. Rabu (03/01) kemarin sekitar jam 11 siang lumpur masih sekitar 50 cm. Itu disana yang dekat Balongnongo. Di Wangkal sini, sekitar 20 – 25 cm. Sekarang, lumpur sudah sedemikian cepat bertambah jadi sekitar 2 meter,” kata NGATALI warga RT 16 RW 04 Wangkal, Reno Kenongo yang kembali ditemui suarasurabaya.net, Kamis (04/01).
Kamis (04/01) ini, tidak terlihat satupun warga Dusun Wangkal yang bertahan di rumahnya masing-masing. Luberan lumpur yang bertambah cepat sejak sekitar pukul 03.00 Wib, Kamis (04/01) itu, membuat warga tidak punya pilihan lain, selain meninggalkan rumah yang sudah disesaki lumpur panas.
06 Januari 2007, 08:25:56, Laporan J. Totok Sumarno
Pasar Baru Porong 'Mbludak', Warga Mulai Resah
ssnet| Sejumlah warga beberapa dusun di Reno Kenongo, yang rumahnya sudah terendam dalam lumpur panas Lapindo Brantas Incorporated, Sabtu (06/01) mulai resah. Pasalnya, penampungan pengungsi di pasar baru Porong sudah penuh.
Kondisi saat ini di pasar baru Porong, memang sangat memprihatinkan. Selain minimnya sarana, jumlah pengungsi dari hari ke hari terus bertambah. Hal itu seiring dengan semakin meluasnya luberan lumpur panas yang masuk ke pemukiman warga. Catatan yang dihimpun suarasurabaya.net, sampai Sabtu (06/01) sudah lebih 3000 KK atau sekurangnya 9000 jiwa menempati pengungsian di pasar baru Porong.
07 Januari 2007, 17:56:21, Laporan Noer Soetantini
Luberan Lumpur Meluas Ke Sawah Dusun Kedungbendo
ssnet| Luberan lumpur tidak hanya terjadi di sekitar Blok L Perum TAS 1 Desa Kedungbendo. Luberan mulai masuk ke persawahan Dusun Sengon Desa Reno Kenongo.
AHMAD YAZID warga Gempolsari pada RULLY reporter Suara Surabaya, mengaku resah dengan luberan lumpur dan jebolnya tanggul di sekitar Dusun Sengon Desa Reno Kenongo. Karena lumpur makin mendekat ke arah Gempolsari Kecamatan Tanggulangin.
***********
09 Januari 2007, 18:01:31, Laporan Zulfa Ely Agus Tiana Wati
Keseriusan Tmnas Menutup Semburan Lumpur Dipertanyakan
ssnet| Upaya menutup semburan lumpur Lapindo sampai saat ini belum menghasilkan juga. Peran tim khusus untuk menutup semburan yang melibatkan para pakar dipertanyakan.
MUHAMAD MIRDAS satu diantara tokoh Jatirejo pada RULLY reporter Suara Surabaya, Selasa (09/01), mengatakan, Tim Nasional (Timnas) terkesan hanya pasrah dengan kondisi yang ada. Tidak hanya itu, bahkan Timnas dianggap sudah menghentikan kerjanya dalam menangani lumpur Lapindo.
Tim khusus yang ditugaskan dalam penanganan lumpur Lapindo, sebut MIRDAS, meliputi Tim A untuk menutup semburan, Tim B untuk penanganan lumpur permukaan, juga Tim C untuk masalah-masalah sosial.
MIRDAS yang juga anggota DPRD Jatim mengatakan, keberadaan Timnas lebih sekadar macan ompong. Timnas tidak hanya gagal mengatasi masalah lumpur di permukaan tapi juga gagal mengatasi masalah sosial.
Sedangkan, sumber masalah sendiri adalah semburan lumpur yang hingga sekarang belum juga berhasil ditutup. Bahkan upaya terakhir satu-satunya yang masih tersisa relief well sekarang ini juga tanpa aktivitas.
RUDI NOVRIANTO Juru Bicara Timnas Penanggulangan Luapan Lumpur menyikapi hal ini mengatakan, upaya menutup semburan memang terhenti saat ini, tapi tetap akan dilanjutkan.
Diakui RUDI, target selesai Desember 2006 gagal tercapai. Kemungkinan baru akan selesai Februari 2007. Keberadaan relief well yang sekarang masih mencapai 3.572 feet, masih jauh dari target yang dicanangkan mencapai 7 ribu feet.
09 Januari 2007, 20:22:13, Laporan J. Totok Sumarno
Tenggelam Dalam Lumpur, Ketapang Tinggal Kenangan
ssnet| “Sedih rasanya lihat rumah dan tanah kelahiran saya tenggelam dalam lumpur panas. Hampir setiap waktu kalau ada kesempatan saya selalu menyempatkan mampir, melihat sisa-sisa rumah saya. Tapi sudah nggak kelihatan. Cuma lumpur saja yang kelihatan”.
Sambil sesekali mengusap lelehan air matanya, ULFAH warga Desa Ketapang mengucapkan itu saat ditemui suarasurabaya.net, Selasa (09/01) di ujung tanggul kawasan Ketapang Keres atau jalan Mataram, Ketapang, Kecamatan Tanggulangin.
ULFAH dan keluarganya adalah satu diantara warga RT 1 RW 01 Ketapang yang rumah dan kampung halamannya sudah tenggelam dalam luberan lumpur panas Lapindo Brantas Incorporated, dengan ketinggian hampir mendekati 2 meter.
Ketika lumpur panas itu mengalir, ULFAH dan seluruh keluarga besarnya, langsung memutuskan untuk pindah ke famili di daerah Tulangan. “Kita semua pindah. Tetangga ikut pindah. Sekarang terpencar-pencar. Sedih kalau ingat itu, kampung halaman diluberi lumpur kayak gitu. Mulai kecil sampai saya punya cucu, saya tinggal di Ketapang. Kepekso saiki minggat nang kampung liyo,” tambah ULFAH.
Sedangkan KASRIPAN, hanya diam membisu memandangi balai desa dan sekitar lokasi pertigaan jalan Mataram atau lebih dikenal dengan sebutan Ketapang Keres itu sudah tenggelam dalam lumpur. Matanya hanya menerawang saja.
“Mau kemana lagi? Ya terpaksa ngungsi. Rumah, sawah, kampung semua tenggelam dalam lumpur. Sedihnya itu, semua riwayat sama cerita zaman dulu itu hilang ditenggelamkan lumpur. Sedih sekali,” kata KASRIPAN warga RT 2 RW 01 Ketapang, Kecamatan Tanggulangin, Selasa (09/01).
Sejauh mata memandang dari atas tanggul di lokasi bekas Desa Ketapang, Kecamatan Tanggulangin, Selasa (09/01) hampir sebagian besar rumah dan bangunan yang ada sudah tenggelam dalam lumpur. Yang tersisa hanya bagian atap saja. Desa Ketapang tinggal kenangan saja.
10 Januari 2007, 19:11:48, Laporan J. Totok Sumarno
Mengenaskan, Kedungbendo Jadi Danau Lumpur
ssnet| Lokasi Desa Kedungbendo, Kecamatan Tanggulangin, terutama yang berada dekat kompleks perumahan Tanggulangin Citra Pesona Permai sampai mendekati kawasan Perumahan Tanggulangin Anggun Sejahterah (Perumtas) I, Rabu (10/01) tak ubahnya seperti danau lumpur. Mengenaskan!
Ketinggian lumpur sudah lebih dari 2 meter. Hampir seluruh tiang listrik milik PLN yang berada di sepanjang jalan Raya Kedungbendo, mulai dari depan Perumtas I sampai mengarah ke perbatasan Dusun Sengon, Reno Kenongo, diluberi lumpur panas dengan ketinggian lebih 3 meter.
“Kira-kira lumpurnya itu sudah setinggi 5 meter, kalau dihitung dari bagian bawah, bekas jalan Raya Kedungbendo dulu ya. Ketinggian itu memanjang terus sampai mendekati kawasan Ketapang Keres sana. Desa Kedungbendo yang bersebelahan dengan Balongnongo, Desa Reno Kenongo sudah 5 meter lebih lumpurnya,” ujar BAMBANG IKSAN warga Kedungbendo yang mengungsi ke Penatar Sewu, Kecamatan Tanggulangin, Rabu (10/01).
Kawasan Desa Kedungbendo kini tak ubahnya danau lumpur panas. Sisa-sisa bangunan rumah sudah tidak nampak lagi. Kecuali bangunan rumah berlantai dua, sampai Rabu (10/01) hanya tersisa pada bagian lantai dua saja. Tidak mungkin lagi warga Kedungbendo bakal kembali ke rumah masing-masing.
Sementara itu, bangunan masjid di ujung jalan Raya Kedungbendo yang bersebelahan dengan pasar Desa Kedungbendo, hanya menyisahkan bagian atapnya saja. Bangunan masjid setinggi hampir 10 meter itu, Rabu (10/01) terlihat mengenaskan, hanya bagian atapnya saja yang terlihat. Sisanya ditenggelamkan lumpur panas.
02 Januari 2007, 17:58:07, Laporan J. Totok Sumarno
Perumahan Tanggulangin Anggun Citra Pesona, Tenggelam!!
ssnet| Setelah dihajar luberan lumpur panas Lapindo Brantas Incorporated beberapa kali, akhirnya perumahan Tanggulangin Anggun Citra Pesona di sisi timur Perumtas I, sudah tenggelam dalam lumpur panas. Selasa (02/01) lumpur panas sudah lebih dari 3 meter.
Lumpur panas yang berangsur-angsur semakin meninggi dan menggenangi perumahan yang belum banyak penghuninya itu, akhirnya mencapai puncaknya, pasca terjadinya ledakan pipa Pertamina didekat sumber semburan lumpur panas Lapindo Brantas Incorporated beberapa waktu lalu.
Selasa (02/01) kondisi kompleks perumahan tergolong menengah atas tersebut sangat memprihatinkan. Lumpur setinggi 3 meter sudah menutup seluruh blok yang ada. Jarak antara tinggi lumpur dengan atap rumah kira-kira tinggal satu meter saja.
Dari catatan yang dihimpun suarasurabaya.net, sampai Selasa (02/01) sekurangnya dua kompleks perumahan di kawasan Tanggulangin sudah tenggelam dalam luberan lumpur panas Lapindo Brantas. Selain Tanggulangin Anggun Citra Pesona, sebelumnya Perumahan Tanggulangin Anggun Sejahterah (Perumtas) I sudah tenggelam terlebih dulu.
04 Januari 2007, 15:12:33, Laporan J. Totok Sumarno
Luberan Lumpur Panas
Tak Sampai Sehari, Dusun Wangkal Tenggelam
ssnet| Luberan lumpur panas dari Lapindo Brantas Incorporated yang ‘menghajar’ sekitar kawasan Dusun Wangkal Desa Reno Kenongo, Kamis (04/01) ini sudah setinggi sekitar 2 meter. Rabu (03/01) kemarin, ketinggian lumpur tak lebih dari setengah meter. Tak sampai sehari, Dusun Wangkal tenggelam.
“Sampeyan lihat sendiri. Rabu (03/01) kemarin sekitar jam 11 siang lumpur masih sekitar 50 cm. Itu disana yang dekat Balongnongo. Di Wangkal sini, sekitar 20 – 25 cm. Sekarang, lumpur sudah sedemikian cepat bertambah jadi sekitar 2 meter,” kata NGATALI warga RT 16 RW 04 Wangkal, Reno Kenongo yang kembali ditemui suarasurabaya.net, Kamis (04/01).
Kamis (04/01) ini, tidak terlihat satupun warga Dusun Wangkal yang bertahan di rumahnya masing-masing. Luberan lumpur yang bertambah cepat sejak sekitar pukul 03.00 Wib, Kamis (04/01) itu, membuat warga tidak punya pilihan lain, selain meninggalkan rumah yang sudah disesaki lumpur panas.
06 Januari 2007, 08:25:56, Laporan J. Totok Sumarno
Pasar Baru Porong 'Mbludak', Warga Mulai Resah
ssnet| Sejumlah warga beberapa dusun di Reno Kenongo, yang rumahnya sudah terendam dalam lumpur panas Lapindo Brantas Incorporated, Sabtu (06/01) mulai resah. Pasalnya, penampungan pengungsi di pasar baru Porong sudah penuh.
Kondisi saat ini di pasar baru Porong, memang sangat memprihatinkan. Selain minimnya sarana, jumlah pengungsi dari hari ke hari terus bertambah. Hal itu seiring dengan semakin meluasnya luberan lumpur panas yang masuk ke pemukiman warga. Catatan yang dihimpun suarasurabaya.net, sampai Sabtu (06/01) sudah lebih 3000 KK atau sekurangnya 9000 jiwa menempati pengungsian di pasar baru Porong.
07 Januari 2007, 17:56:21, Laporan Noer Soetantini
Luberan Lumpur Meluas Ke Sawah Dusun Kedungbendo
ssnet| Luberan lumpur tidak hanya terjadi di sekitar Blok L Perum TAS 1 Desa Kedungbendo. Luberan mulai masuk ke persawahan Dusun Sengon Desa Reno Kenongo.
AHMAD YAZID warga Gempolsari pada RULLY reporter Suara Surabaya, mengaku resah dengan luberan lumpur dan jebolnya tanggul di sekitar Dusun Sengon Desa Reno Kenongo. Karena lumpur makin mendekat ke arah Gempolsari Kecamatan Tanggulangin.
***********
09 Januari 2007, 18:01:31, Laporan Zulfa Ely Agus Tiana Wati
Keseriusan Tmnas Menutup Semburan Lumpur Dipertanyakan
ssnet| Upaya menutup semburan lumpur Lapindo sampai saat ini belum menghasilkan juga. Peran tim khusus untuk menutup semburan yang melibatkan para pakar dipertanyakan.
MUHAMAD MIRDAS satu diantara tokoh Jatirejo pada RULLY reporter Suara Surabaya, Selasa (09/01), mengatakan, Tim Nasional (Timnas) terkesan hanya pasrah dengan kondisi yang ada. Tidak hanya itu, bahkan Timnas dianggap sudah menghentikan kerjanya dalam menangani lumpur Lapindo.
Tim khusus yang ditugaskan dalam penanganan lumpur Lapindo, sebut MIRDAS, meliputi Tim A untuk menutup semburan, Tim B untuk penanganan lumpur permukaan, juga Tim C untuk masalah-masalah sosial.
MIRDAS yang juga anggota DPRD Jatim mengatakan, keberadaan Timnas lebih sekadar macan ompong. Timnas tidak hanya gagal mengatasi masalah lumpur di permukaan tapi juga gagal mengatasi masalah sosial.
Sedangkan, sumber masalah sendiri adalah semburan lumpur yang hingga sekarang belum juga berhasil ditutup. Bahkan upaya terakhir satu-satunya yang masih tersisa relief well sekarang ini juga tanpa aktivitas.
RUDI NOVRIANTO Juru Bicara Timnas Penanggulangan Luapan Lumpur menyikapi hal ini mengatakan, upaya menutup semburan memang terhenti saat ini, tapi tetap akan dilanjutkan.
Diakui RUDI, target selesai Desember 2006 gagal tercapai. Kemungkinan baru akan selesai Februari 2007. Keberadaan relief well yang sekarang masih mencapai 3.572 feet, masih jauh dari target yang dicanangkan mencapai 7 ribu feet.
09 Januari 2007, 20:22:13, Laporan J. Totok Sumarno
Tenggelam Dalam Lumpur, Ketapang Tinggal Kenangan
ssnet| “Sedih rasanya lihat rumah dan tanah kelahiran saya tenggelam dalam lumpur panas. Hampir setiap waktu kalau ada kesempatan saya selalu menyempatkan mampir, melihat sisa-sisa rumah saya. Tapi sudah nggak kelihatan. Cuma lumpur saja yang kelihatan”.
Sambil sesekali mengusap lelehan air matanya, ULFAH warga Desa Ketapang mengucapkan itu saat ditemui suarasurabaya.net, Selasa (09/01) di ujung tanggul kawasan Ketapang Keres atau jalan Mataram, Ketapang, Kecamatan Tanggulangin.
ULFAH dan keluarganya adalah satu diantara warga RT 1 RW 01 Ketapang yang rumah dan kampung halamannya sudah tenggelam dalam luberan lumpur panas Lapindo Brantas Incorporated, dengan ketinggian hampir mendekati 2 meter.
Ketika lumpur panas itu mengalir, ULFAH dan seluruh keluarga besarnya, langsung memutuskan untuk pindah ke famili di daerah Tulangan. “Kita semua pindah. Tetangga ikut pindah. Sekarang terpencar-pencar. Sedih kalau ingat itu, kampung halaman diluberi lumpur kayak gitu. Mulai kecil sampai saya punya cucu, saya tinggal di Ketapang. Kepekso saiki minggat nang kampung liyo,” tambah ULFAH.
Sedangkan KASRIPAN, hanya diam membisu memandangi balai desa dan sekitar lokasi pertigaan jalan Mataram atau lebih dikenal dengan sebutan Ketapang Keres itu sudah tenggelam dalam lumpur. Matanya hanya menerawang saja.
“Mau kemana lagi? Ya terpaksa ngungsi. Rumah, sawah, kampung semua tenggelam dalam lumpur. Sedihnya itu, semua riwayat sama cerita zaman dulu itu hilang ditenggelamkan lumpur. Sedih sekali,” kata KASRIPAN warga RT 2 RW 01 Ketapang, Kecamatan Tanggulangin, Selasa (09/01).
Sejauh mata memandang dari atas tanggul di lokasi bekas Desa Ketapang, Kecamatan Tanggulangin, Selasa (09/01) hampir sebagian besar rumah dan bangunan yang ada sudah tenggelam dalam lumpur. Yang tersisa hanya bagian atap saja. Desa Ketapang tinggal kenangan saja.
10 Januari 2007, 19:11:48, Laporan J. Totok Sumarno
Mengenaskan, Kedungbendo Jadi Danau Lumpur
ssnet| Lokasi Desa Kedungbendo, Kecamatan Tanggulangin, terutama yang berada dekat kompleks perumahan Tanggulangin Citra Pesona Permai sampai mendekati kawasan Perumahan Tanggulangin Anggun Sejahterah (Perumtas) I, Rabu (10/01) tak ubahnya seperti danau lumpur. Mengenaskan!
Ketinggian lumpur sudah lebih dari 2 meter. Hampir seluruh tiang listrik milik PLN yang berada di sepanjang jalan Raya Kedungbendo, mulai dari depan Perumtas I sampai mengarah ke perbatasan Dusun Sengon, Reno Kenongo, diluberi lumpur panas dengan ketinggian lebih 3 meter.
“Kira-kira lumpurnya itu sudah setinggi 5 meter, kalau dihitung dari bagian bawah, bekas jalan Raya Kedungbendo dulu ya. Ketinggian itu memanjang terus sampai mendekati kawasan Ketapang Keres sana. Desa Kedungbendo yang bersebelahan dengan Balongnongo, Desa Reno Kenongo sudah 5 meter lebih lumpurnya,” ujar BAMBANG IKSAN warga Kedungbendo yang mengungsi ke Penatar Sewu, Kecamatan Tanggulangin, Rabu (10/01).
Kawasan Desa Kedungbendo kini tak ubahnya danau lumpur panas. Sisa-sisa bangunan rumah sudah tidak nampak lagi. Kecuali bangunan rumah berlantai dua, sampai Rabu (10/01) hanya tersisa pada bagian lantai dua saja. Tidak mungkin lagi warga Kedungbendo bakal kembali ke rumah masing-masing.
Sementara itu, bangunan masjid di ujung jalan Raya Kedungbendo yang bersebelahan dengan pasar Desa Kedungbendo, hanya menyisahkan bagian atapnya saja. Bangunan masjid setinggi hampir 10 meter itu, Rabu (10/01) terlihat mengenaskan, hanya bagian atapnya saja yang terlihat. Sisanya ditenggelamkan lumpur panas.
Subscribe to:
Posts (Atom)