Wednesday, November 29, 2006

Masalah Kaldera Lumpur Sidoarjo?: maaf, tidak ada dana Pemerintah! (Kebersamaan untuk Masalah Lumpur Sidoarjo)

Meskipun bencana lumpur di Sodiarjo dari hari ke hari makin banyak menimbulkan kerugian, tetapi Pemerintah masih berkeras pada pendiriannya: TIDAK ADA DANA PEMERINTAH UNTUK BENCANA ITU. Pada tahun anggaran 2006 dan 2007 nanti pun Pemerintah memang sengaja tidak mencadangkan dana (Detik.com, Rabu 29 Nopember 2006 jam 14.00 WIB).

Kita semuanya tahu bahwa dalam menghadapi masalah bencana itu masyarakat dibiarkan sendirian oleh Pemerintah. Dengan dalih bahwa semburan lumpur itu terjadi karena aktifitas Lapindo, maka semua urusan menjadi tanggungjawab perusahaan itu. Bila dilihat secara dangkal, hal itu memang benar. Siapa yang berbuat, harus bertanggungjawab. Tetapi mari kita lihat dari sudut pandang lain, dari sudut pandang bahwa kita semua adalah anggota dari suatu kelompok (negara).

Di dalam suatu kelompok yang anggota-anggotanya saling terikat satu sama lain, tentu ada semangat solidaritas kelompok. Semangat saling membantu bila ada anggota kelompok yang mendapat kesulitan. Semangat tersebut makin kuat seiring dengan makin kuatnya rasa saling terikat yang diraakan oleh anggota kelompok itu. Suatu contoh sederhana: bila kita bepergian dalam rombongan dengan berkenderaan. Bila ada salah satu kenderaan teman kita yang mengalami kesulitan, mogok misalnya, akankah kita membiarkan teman kita yang mengalami kesulitas itu begitu saja, dan kemudian kita tinggalkan di dalam kesulitan? Bila kelompok itu adalah kelompok yang sehat, pemimpin kelompok itu akan berhenti dan mencari tahu persoalan apa yang dihadapi oleh anggota kelompok itu. Kemudian, tergantung pada persoalannya, sebagian anggota kelompok yang dapat membantu kan diminta tinggal untuk memberikan pertolongan, dan anggota yang lainnya boleh meneruskan perjalanan

Di dalam satu keluarga pun juga demikian. Setiap anggota keluarga memiliki tanggungjawabnya masing-masing terhadap dirinya sendiri maupun terhadap keluarga / kelompok. Sampai batas tertentu, yaitu sejauh masih dapat diatasi sendiri oleh anggota keluarga itu, tentu segala persoalan menjadi tanggungjawab masing-masing anggota keluarga. Misalnya membersihkan kamar masing-masing atau pekerjaan lain yang disepakati pembagian tanggungjawabnya. Tetapi bila ada persolan yang dihadapi oleh salah satu anggota keluarga dan dia tidak sanggup menyelesaikan sendirian, tentu anggota keluarga yang lain akan membantu, dan bila persoalannya lebih sulit dan leboh luas lagi cakupannya, tentu tidak salah bila kepala keluarga yang ikut turun tangan, atau bahkan kepala keluarga harus turun tangan. Umpamanya bila ada dua orang kakak beradik yang berselisih dan sulit berdamai, tentu bapak atau ibu yang harus turun tangan mendamaikannya. Apakah bisa dibenarkan bila perselisihan itu didiamkan saja oleh kedua orang tuanya?

Persoalan Kaldera Lumpur Sidoarjo ini rasanya dapat kita lihat dari sudut pandang kekeluarkaan ini atau melihatnya dengan semangat solidaritas kelompok suatu masyarakat. Memang benar bahwa semburan lumpur itu terjadi di kawasan kerja PT. Lapindo Brantas Inc., dan perusahaan itu dinyatakan bertanggungjawab atas kejadian itu, tetapi apakah semua persoalan harus dibebankan dengan tanpa batas kepada PT. Lapindo Brantas Inc. Apabila persoalan itu kecil dan sederhana dan dapat diselesaikan, pendapat yang menyatakan bahwa semua persoalan adalah tanggungjawab PT. Lapindo Brantas Inc., dapat kita terima. Tetapi, bila ternyata persoalan itu terus berkembang sedemikian kompleksnya dan menyebabkan kerusakan yang sangat luas baik secara spasial maupun sosial dan menelan korban jiwa dan kita tidak tahu kapan persoalan itu berhenti atau akan terus berkembang, apakah benar bila semua tanggungjawab itu tetap dipikulkan kepada PT. Lapindo Brantas Inc.?

Kita semua mengikuti perkembangan persoalan semburan dan genangan lumpur di Sodiarjo itu, dan juga tahu bahwa persoalan lumpur itu dari hari ke hari makin terus membesar, makin banyak kerugian yang ditimbulkannya, dan kita tidak tahu kapan semua itu berakhir. Dengan semangat solidaritas kelompok, rasanya pantas kita bertanya: bagaimana peranan Pemerintah di dalam menyelesaikan persoalan semburan dan genaggan lumpur itu? Apakah Pemerintah akan terus berperan sebagai broker yang terus menekan PT. Lapindo Brantas Inc untuk bertanggungjawab, sementara kerugian makin besar dan korban jiwa telah berjatuhan? Atau, apakah Pemerintah akan bertindak sebagai pemimpin atau kepala keluarganya yang berusaha membantu anggota keluarga yang sedang mengalami kesulitan untuk lepas dari kesulitannya?

Dampak peran Pemerintah yang bertindak sebagai broker telah kita rasakan sekarang ini. PT. Lapindo Brantas Inc dapat kita katakan berhadapan langsung dengan berbagai pihak yang dirugikan oleh semburan dan genangan lumpur Sidoarjo itu. Akibatnya adalah persoalan ganti kerugian tidak belum selesai, para pengungsi terus di pengungsian tanpa kepastian (banyak diantara pengungsi yang mengungsi atas biaya sendiri), dan upaya menangani persoalan yang tanpa arah yang jelas, serta kerugian yang terjadi makin terus membesar. Memang benar, Pemerintah membentuk Tim Penanggulangan Lumpur, tetapi tim itu nampaknya lebih berkonsentrasi pada upaya menghentikan semburan lumpur, sementara itu persoalan nyata di lapangan sangat kompleks dan berada di luar kemampuan tim itu untuk menyelesaikannya.

Berkenaan dengan persoalan semburan dan genangan lumur Sidoarjo ini, ada satu hal yang dapat dipastikan, yaitu: kekhawatiran akan bencana yang lebih besar. Dengan kondisi semburan lumpur seperti sekarang ini yang menyemburkan lumpur lebih dari 150.000 meter kubik per hari, subsidence yang terus berjalan, musim hujan yang mulai berlaku, dan upaya penanganan lumpur seperti sekarang, maka masa depan kawasan itu penuh tanda tanya.

-------------------
Selanjutnya mari kita ikuti kondisi dan pikiran yang berkembang di sekitar masalah Kaldera Sidoarjo ini.
21 November 2006, 16:35:43, Laporan Eddy Prasetyo

Pemerintah Pusat Harus Ambil Alih

ssnet| Pemerintah Pusat harus mengambil alih upaya penanggulangan lumpur Sidoarjo dari Lapindo Brantas Inc. Hal tersebut dikatakan Dr. RUDI RUBIANDINI anggota Tim Penasihat Teknis Penutupan Lubang Semburan Lumpur pada Suara Surabaya, Selasa (21/11).

RUDI menilai Lapindo sudah tidak sanggup lagi menyesuaikan target kinerja penanggulangan lumpur. Ia mencontohkan upaya penutupan pusat semburan lumpur menggunakan relief well yang berjalan lamban karena terkendala faktor-faktor non teknis.

“Dari 180 hari jadwal yang kita rancang, hanya 5 minggu saja yang efektif digunakan untuk melakukan pengeboran di relief well 1 dan 2. Banyak kenala non teknis mulai dari alat-alat telat datang karena koordinasi kurang, keuangan Lapindo yang kembang kempis sehingga tenaganya tidak mau ngebor, dan masih banyak lagi,” ujarnya.

Muara dari masalah ini, kata RUDI, adalah likuiditas pendanaan proyek penanggulangan banjir lumpur. “Pemerintah seharusnya mulai turun tangan. Misalnya, soal sewa rig Pertamina. Semestinya dihandle dulu oleh Pertamina, nanti bisa diklaimkan ke pemerintah lewat cost recovery,” ujar RUDI.
(Bagian berita selanjutnya tidak dikutip)
-------------------------------

28 November 2006, 15:12:41, Laporan J. Totok Sumarno
Air dan Lumpur Panas Terus ‘Menghajar’ Perumtas

ssnet| Selasa (28/11) luberan lumpur panas dan air semakin melebar di kompleks Perumahan Tanggulangin Anggun Sejahtera (Perumtas). Luberan lumpur panas bahkan sudah masuk sampai hampir 100 meter dari jalan Raya Kedungbendo. Sedangkan air dingin yang deras mengalir sudah mencapai depan masjid Baiturrahman Kedungbendo.

“Mulai ledakan Rabu (22/11) sampai sekarang ini, lumpurnya sudah naik terus. Airnya juga naik. Sekarang ini, saluran air di Perumtas Blok A, AA dan F itu sudah penuh lumpur panas. Pemilik rumah di blok A dan AA sudah pergi semua,” ujar SUTIKNO petugas sekuriti kompleks Perumtas, Selasa (28/11).

Sampai Selasa (28/11) menurut SUTIKNO dan beberapa warga Perumtas lainnya yang ditemui suarasurabaya.net, Selasa (28/11) diujung blok F yang sudah mulai dialiri air, tidak ada upaya sama sekali dari Timnas maupun aparat lainnya untuk menghentikan laju lumpur dan air.

“Nggak ada apa-apa. Jangankan membuat tanggul, bantuan untuk evakuasi warga ini saja masih sangat minim. Apa kita ini mau ditenggelamkan, seperti di Jatirejo atau Kedungbendo sana? Warga sudah banyak yang mengungsi. Tapi nggak ada antisipasi apa-apa,” tutur BAMBANG HERIANTO veteran TNI-AD warga blok F Perumtas pada suarasurabaya.net, Selasa (28/11).
(Bagian akhir berita tidak dikutip)
-----------------------

27 November 2006, 20:10:39, Laporan J. Totok Sumarno
Evakuasi Perumtas
Ongkos Sewa Truk Mahal, Warga Mengeluh

ssnet| “Untuk sekali angkut dari Perumtas ke Gedangan, ongkosnya 750 ribu. Kalau dua kali angkut, ya tinggal dikalikan saja. Terlalu mahal itu. Nggak punya kita ongkos segitu. Nunggu truk dari tentara juga harus giliran, khawatir lumpur sudah masuk Mas”.

AGUS TRIANTO satu diantara warga Perumtas, kepada suarasurabaya.net, Senin (27/11) mengeluhkan mahalnya ongkos sewa truk untuk evakuasi barang-barang ke lokasi yang lebih aman.

Melihat kondisi masuknya lumpur yang deras dari tanggul di Jl. Raya Kedungbendo menuju ke Perumtas, beberapa truk dan mobil pick up, sengaja masuk ke lokasi perumahan untuk menawarkan jasa angkut.

Satu truk biasanya dilengkapi dengan sekurangnya 3 orang yang bertugas sebagai tukang angkuta barang dari dalam rumah ke atas truk serta membongkarnya ditempat tujuan. “Kita ini juga cari makan Mas. Harga segitu, nantinya juga dibagi-bagi kok. Makanya kalau dibilang terlalu mahal ya nggak juga,” ujar SUPARI satu diantara sopir truk yang ditemui suarasurabaya.net, Senin (27/11).

KUSTIANTI warga blok AA Perumtas juga mengatakan hal yang sama terkait mahalnya ongkos sewa truk. “Itu namanya memanfaatkan kesempatan!! Lihat orang lagi susah kayak gini kok malah bikin harga mahal!!” ucapnya dengan nada tinggi.

Menurut KUSTIANTI, sebelum kawasan Perumtas mulai tergenang lumpur, truk-truk dan pick up sewa itu beroperasi disekitar lokasi atau desa lainnya yang mulai terendam lumpur. “Mereka menawarkan harga yang jauh lebih murah. Giliran Perumtas yang kena mereka pasang harga tinggi. Kita ini sama-sama kesusahan, kok malah cari kesempatan,” gerutu KUSTIANTI masih dengan nada tinggi saat ditemui suarasurabaya.net, Senin (27/11).
-------------

27 November 2006, 19:26:07, Laporan Zulfa Ely Agus Tiana Wati

Ganti Untung Belum Terpenuhi
Pungli Mengusik Warga Desa Jatirejo


ssnet| Warga korban lumpur di Porong Sidoarjo melaporkan pungli (pungutan liar) yang dilakukan aparat Desa Jatirejo pada Bupati Sidoarjo.
Menurut warga Desa Jatirejo, seperti dilaporkan MARTHA reporter Suara Surabaya, Senin (27/11), pungli dilakukan aparat Desa Jatirejo untuk pengurusan surat-surat tanah dan ahli waris. Warga mengaku, dipungut Rp 150 ribu sampai Rp 300 ribu. Jika tidak dibayar, menurut pengakuan warga, surat-surat yang dibutuhkan tidak akan dipenuhi.

Mendengar laporan ini WIN HENDRARSO Bupati Sidoarjo langsung memanggil Camat Porong. Sementara itu, MULYADI Camat Porong mengakui ada pungli di Desa Jatirejo. Camat mengaku kecolongan ada aparatnya yang masih menarik uang pada warga korban lumpur.

Camat Porong ini sudah meminta uang yang dipungut ini dikembalikan lagi pada warga. Berikut penjelasan MULYADI, .

WIN HENDRARSO berjanji akan menindaklanjuti laporan warga ini. Badan pengawas Kabupaten Sidoarjo akan diturunkan untuk mengecek laporan warga tentang pungli di Desa Jatirejo. Jika terbukti bersalah, maka aparat yang bersangkutan akan dikenai sanksi.
-----------------

From: "harryrw"
To: iagi-net@iagi.or.id
Date: Wed, 29 Nov 2006 07:58:44 +0700
Subject: RE: [iagi-net-l] Banjar Panji : what if...?? No Choice.....

Kalau boleh saya urun rembuk, menurut pengamatan saya, cukup banyak geoscientist yang berpendapat seperti sdr kabul bahwa pada akhirnya bencana ini harus diterima sebagai fenomena alam yang terlanjur diusik dan manusia tidak bisa mengontrolnya, dengan technologi yang ada sekarang dan dengan biaya yang wajar. Masalahnya sampai pada batas mana manusia c/o Lapindo dan pemerintah harus angkat tangan dan mulai menjadikan worst case option sebagai jalan yang harus di ambil, yang seperti sdr Kabul sebutkan yaitu memperkirakan daerah yang akan terkena dampak dari bencana ini secara geologi, merelokasi semua sarana dan memulai hidup dengan berdampingan dengan efek dari LUSI. Menentukan titik batas ini yang sulit, karena berbagai kepentingan berbenturan disini, baik ekonomi, politik, bisnis dsb dsb.
Tanpa harus menjadi naif, Mungkin sudah dilakukan suatu pertemuan khusus untuk mengevaluasinya dari berbagai sisi, menarik batas batas dan segera membuat suatu perencanaan yang jelas dan terbuka, menganggap masalah ini suatu yang sulit diterima oleh masyarakat awam adalah suatu sikap yang sudah tidak sesuai dalam era keterbukaan informasi seperti sekarang ini. Kalau mau menunggu, sampai kapan kita (/o warga sidoarjo)harus menunggu dan LAPINDO harus berusaha, sementara banyak dari kita di kalangan geoscientist yang beranggapan bahwa LUSI tidak bisa diprediksi kapan akan berhenti....
Harus ada suatu batas dimana pemerintah harus menyatakan secara resmi bahwa ini adalah bencana nasional dan harus ditangani dengan kadar yang sama dengan Tsunami di Aceh dan gempa di Bantul.

Harry RW
-----Original Message-----

From: Kabul Ahmad [mailto:kabul_ahmad@terralog.co.id]
Sent: Tuesday, November 28, 2006 5:31 PM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] Banjar Panji : what if...?? No Choice.....

Saya orang yang tidak percaya atau paling tidak, pesimistis bahwa relief well akan berhasil mengatasi masalah si LUSI ini.-- Mohon maaf kepada pak Rudy Rubiandini ). Secara geomechanic dan terjadinya subsidence yang sudah sangat parah juga kondisi dimana aliran mud flow ke atas adalah thermal drive mechanism...panas geothermal vulkanik yang mendorong steam (uap panas) di bawah sana yang diperkirakan > 400 deg.C (jelas bukan air lagi, tapi panas bumi).
Saya pribadi kurang yakin dengan teori tektonik yang menggerakkan "mudvulkano" ini...tapi benar-benar panasbumi yang menggodok air formasi menjadi uap panas yang menerobos melalui lobang bor panjang yang tak diselubung dan disemen itu dan membawa serta lapisan formasi lempung/F. Kalibeng itu. Kalau disebut sebagai gejala shale diapir, mengapa suhu dipermukaan berupa uap panas hingga > 215 deg.F atau 100 deg C?? persis sumur-sumur di Kamojang sana ?

Dan mengapa tak berhenti ? Bila diapir tentunya setelah tekanannya release, maka akan berhenti. Lalu berapa suhu dibawah sana > 9000 kaki ? Tarik dan hitung saja thermal gradientnya. Ingat loksai kita si LUSI ini berdekatan dengan zona vulkano (G. Arjuna, G. Welirang, G. Penanggungan).

Untuk mematikannya, secara teori ya didinginkan dulu sumbernya kemudian di sumbat dengan semen. namun akan butuh berapa ribu ton semen dan air dingin?...pabrik semen jangan-jangan malah tekor. Paling tidak harus mem-"balance" antara yang keluar dengan yang dimasukkan untuk menyumbat. Yang keluar sudah > 50,000M3 /hari. (total sekarang sudah berapa ya ??? ). Jika radius subsidence (amblasan) sudah > 4 km,....ya tinggal kalikan saja dengan kedalaman amblesan trus dihitung berapa material dibutuhkan untuk menyumbat.

Selain kerongkongan keluarnya lumpur juga sudah banyak spot dan membesar hingga beberapa meter lebarnya., jadi sudah "caving" yang besar sekali, selain gerak amblesan yang sangat cepat, secepat aliran lumpur itu sendiri.

Namun, karena relief well ini adalah tuntutan pihak asuransi (the last choice to be taken action) ya...mau tidak mau mesti di bor...dengan resiko bahwa akan "blow out" lebih besar lagi karena memang tidak ada pompa tersedia yang bisa mengatasi dengan > lebih dari 100.000 horse power tekanan mud flow ini.

Sebaiknya, biarkan mudflow ini keluar, evakuasi rakyat sesuai daerah bahaya yang sudah dipetakan, alirkan lumpur ke sungai porong dengan pompa yang diperbesar dayanya dan juga secara aliran gravitasi, tutup jalan tol, jalan rel KA, pindahkan pipa gas, listrik dll. Saya kira ini sudah diputuskan oleh sidang Kabinet yang lalu. Petakan segera daerah yang akan ambles (subsidence) hingga beberapa tahun kedepan (20-30 tahun) sesuai dengan peta bawah permukaan (seismik, isopach clay (Formasi Kalibeng)dan penyebarannya). Pindahkan segera pemukiman,pabrik, infrastruktur dll keluar arena wilayah bahaya tersebut selamanya.- Sudah mulai dilaksanakan saya kira. Perkuat bendungan dan tanggul menjadi lebih permanen. Rencanakan Kimpraswilnya dengan matang untuk daerah ini. <-- Sudah dilakukan juga saya kira.

Jadikan LUSI sebagai obyek wisata geologi seperti Bledug Kuwu, Mrapen (api abadi), Dieng dengan kawah-kawahnya -ada yang beracun juga lho, atau Geyser di YellowPark Wyoming.

Berdayakan warga sekitar dengan sumber material baru tersebut dengan pendirian pabrik keramik, batu bata, genteng, atau juga lulur pengencang kulit..agar awet muda! Export lumpur ke manca negara sebagai komiditi bahan baku keramik yang nomer wahid ! Atau mungkin ke Singapore yang daripada masih suka mencuri pasir dari Kep. Riau, mendingan export lumpur ini kesana untuk menambah wilayah daratan negara pulau itu.

-------------------

From: "Ariadi Subandrio"
To: iagi-net@iagi.or.id
Date: Thu, 23 Nov 2006 20:31:54 -0800 (PST)
Subject: Re: [iagi-net-l] pit iagi 2006 sukses, duka semburan lumpur

Potensi co-lateral disaster apa lagi yang akan dapat menggetarkan nurani kita, kawan2 sudah memperingatkan pencermatan terhadap rel KA adalah sangat penting. Masak harus nunggu sampai gerbong terguling sih, kemudian penyesalan lagi. berulang2 gitu terus. Maaf kepada Timnas, tapi bahaya memang semakin meningkat..... tidak ada salahnya jika selain konsentrasi pada relief well dan pembuangan lumpur juga melakukan usaha monitoring gerakan tanah baik penurunan, pergeseran termasuk bagian yang diprioritaskan, juga pemindahan darurat infrastruktur.

lam-salam,
ar-
(sayangnya penyampaian kawan2 geosaintis seringkali dianggap sebagai
tari2an....


---------------------

"Agus Hendratno" gushendratno@yahoo.com
To: iagi-net@iagi.or.id
Date: Thu, 23 Nov 2006 03:57:46 -0800 (PST)
Subject: Re: [iagi-net-l] pit iagi 2006 sukses, duka semburan lumpur
PIT IAGI di Riau Sukses, semua komunitas geologi kembali prihatin, karena adanya subsiden di sekitar tol porong depan semburan yang kemudian mengakibatkan ledakan yang hebat dan menelan korban jiwa. Kita semua berduka. Belum usai duka lumpur, duka ledakan akibat deformasi di sekitar kaldera LUSI, ada semburan lumpur muncul di Banjarmasin yang dipicu pengeboran air tanah. Blaik...

Analisis deformasi di sekitar tol tersebut telah dikemukakan oleh berbagai tim peneliti yang telah turun di LUSI sejak akhir Juni lalu. Tapi kita semua melihat dan mengikuti, ternyata merelokasi semua aset umum (tol, rel, jaringan pipa gas, pemukiman penduduk) dan masyarakat dalam radius 2 km dari kaldera LUSI, tidaklah mudah dan alotnya minta ampur, policy yang ada di pihak-pihak terkait. Duka lagi....
Salam dari Pekanbaru
agus hendratno

----------------

From: "H.Z Abidin" hzabidin@gd.itb.ac.id
To: iagi-net@iagi.or.id
Date: Fri, 24 Nov 2006 11:18:35 +0700
Subject: Re: [iagi-net-l] Sumber Api ? /Lusi meminta korban jiwa

Untuk pak Rovicky dan rekan-rekan ysh,

Seperti sudah diketahui, sebenarnya fenomena subsidence di kawasan BJP sudah diukur dengan survei GPS oleh pihak ITB. Sudah 5 GPS campaigns di laksanakan sejak Juni 2006, dan hasilnya juga sudah diserahkan ke pihak yg berwenang.

Nampaknya kita memang selalu telat belajar dan memahami fenomena alam ..:-)

Saya pribadi sedih dan 'terluka', untuk korban yang jatuh dan juga untuk info ilmiah yang ternyata tidak bisa mengantisipasi hal tersebut.

Salam,

Hasan
(Dr. Hasanuddin Z Abidin)
Associate Prof. in Satellite Geodesy, Dept. of Geodetic Engineering, Institute of Technology Bandung, Jl. Ganesha 10, Bandung 40132, INDONESIA
Telp.: 62-22-2534286, 62-22-2530701; Fax.: 62-22-2530702; Mobile phone: 0811-24-7265; E-mail: hzabidin@gd.itb.ac.id, hzabidin@indo.net.id; Website: http://geodesy.gd.itb.ac.id/
==============================

From: "Agus Hendratno" gushendratno@yahoo.com
To: iagi-net@iagi.or.id
Date: Fri, 24 Nov 2006 23:09:04 -0800 (PST)
Subject: Re: [iagi-net-l] Jangan ada dusta untuk memanej bencana

Teman-teman IAGI /mailist

Dibalik musibah pasti ada hikmah, pelajaran dan ilmu pengetahuan. Penanganan rehab-rekon, juga penanganan pasca bencana / pasca musibah di Aceh, di Nias, di Jogja, di Klaten, di LUSI, di Merapi, di berbagai wilayah indonesia, yang ternyata KAGAK RES BUERES, saya lebih menyoroti bahwa yang BERWENANG ini TIDAK BISA IKHLAS untuk bermain secara CANTIK.
Semua geosaintis / pakar-pakar yang meng-advise berbagai musibah tersebut bersama beberapa stake-holder, telah menunjukkan permainan yang SUPER CANTIK, dan ikhlas bahkan sampai Istiqomah. Tapi..., yang tidak jelas justru pihak-pihak yang SUPER WEWENANG ini seringkali Gagap ketika mendengar berbagai tafsiran dan analisis para pakar. Njuk terus kepriye..., maning. Piye jal... Sehingga yang terlihat diluar, lebih banyak kita menyaksikan dan mendengarkan adanya kelambatan, kebingungan dalam menangani semua itu. Ben wae...

Manajemen wewenang tidak sejalan secara simultan dan sinergi dengan analisis para pakar. maka yang terjadi TUNGGULAH MUSIBAH BERIKUTNYA.........

Kalau boleh kita mengatakan, para pihak yang berwewenang : Janganlah ada dusta diantara panjenengan-panjenengan dalam memanej musibah-musibah; semakin ada dusta yang jadi korban adalah rakyat kecil nan miskin. Para geosaintis telah mengingatkan semua itu.

----------------

Akhir kata, semoga kita dan para pemimpin kita, selalu diberi kekuatan, kejernihan pikiran dan kebijaksanaan dalam menyelesaikan masalah, termasuk masalah Kaldera Lumpur Sidoarjo ini. Amin!

Salam dari Ancol, 29 Nopember 2006
Wahyu

Sunday, November 26, 2006

Semburan Lumpur Kolam Kanan dan Sidoarjo: sampai kapan?

Semburan Lumpur Kolam Kanan

Rabu, 22 Nopember 2006, dimulai dari upaya mencari air bersih dengan membuat sumur bor sedalam 136 meter oleh Ketut Tegal, munculah sembura lumpur di Desa Kolam Kanan, Kecamatan Barambai, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan. Berikut ini kisahnya yang dikutip dari Kompas Edisi Cetak, 26 Nopember 2006, hal 3.

Bagi Ketut Tegal, pengeboran sumur itu tidak lain hanya untuk mendapatkan air bersih yang layak dikonsumsi. Keinginan mendapatkan air bersih itu sangat wajar karena Desa Kolam Kanan—yang dihuni sekitar 400 keluarga asal Bali yang mengikuti program transmigrasi pada tahun 1971—tidak pernah mendapatkan air bersih.

Di awal-awal mereka ditempatkan di daerah itu, selain harus membuka hutan rawa sekitar rumah mereka, untuk keperluan air bersih—terutama untuk minum dan memasak—mereka harus menadah air hujan. Air parit atau rawa gambut di daerah tersebut tidak bisa dikonsumsi karena rasanya sangat asam dan berwarna hitam.

Sekarang mereka terbantu karena disediakan satu tangki plastik berukuran sekitar 3.000 liter untuk air bersih yang disediakan perusahaan daerah air minum setempat. Namun, rupanya itu belum mencukupi karena untuk mandi mereka masih menggunakan air gambut. "Penderitaan kesulitan air itu paling kami rasakan ketika terjadi kemarau panjang empat bulan terakhir ini. Kami harus antre. Kalau tidak kebagian, kami terpaksa beli," kata Kade Kundri.

Tergerak untuk mengatasi penderitaan selama puluhan tahun itulah keluarga Ketut Tegal memanggil ahli sumur bor, Mualim, warga Kecamatan Belawang, Barito Kuala. Mualim kemudian membawa empat pekerjanya untuk menggali sumur bor di depan rumah Ketut. Rencananya, jika berhasil mendapatkan sumber air, para penggali sumur bor itu bakal mendapat bayaran Rp 5,5 juta.

Kegembiraan sempat muncul saat mereka sudah memasukkan pipa sumbur bor sepanjang 135 meter. Sebab, air bersih sempat keluar dengan baik. Namun, hal itu hanya berlangsung setengah jam karena kemudian pada lubang pipa itu keluar suara gemuruh. Selanjutnya, menyemburlah lumpur yang tingginya melebihi pohon kelapa di halaman rumah tersebut. "Kami tidak menyangka terjadi begitu. Padahal, hanya sekadar untuk mencari air bersih," kata Kundri.

Kemarin ketinggian semburan masih sekitar satu-dua meter dengan diameter lubang semburan sekitar lima meter.

Suasana desa itu pun berganti. Halaman rumah Ketut Tegal kini berubah menjadi genangan lumpur setinggi lebih kurang 20 sentimeter. Luas genangan mencapai 50 meter persegi. Beberapa pohon kelapa, salak, tanaman bunga maupun tumbuhan lainnya layu dan mati. Tak heran bila warga berbagai daerah yang datang ke lokasi itu menyebut-menyebut kasus itu mirip kasus lumpur panas di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur.

Semburan lumpur itu muncul akibat adanya penggalian sumur bor sedalam 136 meter di dekat rumah Ketut Tegal, Rabu lalu. Awalnya, lubang semburan lumpur hanya berdiameter 4 sentimeter, tetapi kemudian melebar hingga 3 meter, bahkan kemarin sudah mencapai 5 meter.

Kemarin semburan lumpur masih berlangsung dengan ketinggian satu-dua meter. Karena itu, kawasan yang diamankan diperluas menjadi sekitar 200 meter persegi.

Warga Desa Kolam Kanan, Kecamatan Barambai, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan, Sabtu (25/11) kemarin, beramai-ramai membangun tanggul darurat setinggi satu meter dengan luas 50 x 50 meter persegi.

Berkaitan dengan semburan lumpur itu, pihak Dinas Pertambangan Kalimantan Selatan bersama-sama dengan tiga ahli eksplorasi dari Badan Geologi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah mengambil sampel lumpur untuk diteliti. Selain dari Badan Geologi Departemen ESDM, kata Heryozani - Pelaksana Harian Kepala Dinas Pertambangan, juga akan datang tim ahli dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, dan Institut Teknologi Bandung.

Apa bedanya Semburan Lumpur Kolan Kanan dengan Semburan Lumpur Sidoarjo?

1. Pencetusnya?. Bila Semburan Lumpur Kolam Kanan (SLKK) dimulai dari upaya mencari air bersih yang dilakukan oleh Ketut Tegal, maka Semburan Lumpur Sidoarjo (SLS) dimulai dari kegiatan eksplorasi minyak bumi dalam upaya memenuhi kebutuhan bahan bakar nasional yang dilakukan olah PT. Lapindo Brantas Inc.
2. Durasinya?. SLKK baru berlangsung beberapa hari, sementara SLS telah berbulan bulan.
3. Kapan berhenti? Sama-sama tidak diketahui.
4. Dampaknya? SLKK sejauh ini baru mengenangi pekarangan rumah Ketut Tegal dan beberapa pohon ditebangi, sementara itu SLS menggenangi daerah pemukiman, kawasan industri, persawahan, dan merusak berbagai macam infrastruktur penting dan terakhir mengganggu suplai gas untuk pembangkit listrik sistem Jawa – Bali yang sangat vital.
5. Tertuduhnya? Pada kasus SLKK belum ada seorang pun yang dituduh bersalah (karena diangap bencana?), sementara pada kasus SLS yang dinyatakan harus bertanggungjawab PT. Lapindo Brantas Inc.

Pertanyaan selanjutnya

1. Bila SLKK terus berlanjut, dan skala genangannya terus meluas (seperti SLS, semoga saja jangan), siapa yang harus bertanggungjawab?
2. Untuk kasus SLS, setelah ledakan pipa gas Pertamina yang mengganggu sistem jaringan listrik interkonensi Jawa-Bali, jalan tol dan rel kereta api yang harus direlokasi, sekian banyak pengungsi, sekian banyak pegawai pabrik yang harus menganggur, sekian banyak insdustri yang tutup, dan sekian banyak pihak yang dirugikan karena harus berputar, karena kehilangan waktu, karena meninggal dunia, dan lain sebagainya; harus menunggu sampai seberapa besar bencana terkait (collateral damages) harus terjadi agar dapat dinyatakan sebagai Bencana Nasional?


Salam dari Ancol, 26 Nopember 2006
Wahyu

Tuesday, November 21, 2006

Kaldera Lumpur Sidoarjo dan Sistem Zonasi

Hari ini, Kamis dini hari, 23 Nopember 2006 jam 04.20, Detik.com memberitakan bahwa penurunan tanah sedalam 5 (lima) meter telah menyebabkab meledaknya pipa gas Pertamina Porong. Peristiwa ini sangat menegaskan bahwa pembentukan Kaldera Lumpur Sidoarjo telah sangat nyata. Terkait dengan peristiwa ini, tuntutan pemindahan infrastruktur dari kawasan bahaya semburan lumpur menjadi semakin mendesak. Di hari-hari mendatang, kerusakan infrastruktur yang tidak dipindah karena amblesan akan semakin sering diberitakan. Mungkin tidak hanya infrastruktur yang perlu dipindahkan, pemukiman di sekitar kawasan semburan lumpur pun perlu dipindahan ke lokasi yang lebih aman dari kemungkinan meluasnya amblesan.
------------

Hari ini, 21 Nopember 2006 jam 16.56 WIB, kembali tanggul genangan lumpur Sidoarjo kembali ambles sampai 1 (satu) meter. Demikian diberitakan oleh Detik.com. Kejadian ini memperkuat perkiraan bahwa pembentukan kaldera yang berkaitan dengan terjadinya semburan lumpur itu sedang berlangsung.
-------------

15 November 2006, 15:57:37, Laporan Wiwin Kartikasari
Tanggul Cincin Terus Turun 1 Cm Setiap Hari
ssnet| Tanggul cincin di semburan utama Porong terus turun 1 centimeter setiap hari, bahkan sekarang sudah turun sekitar 95 centimeter.

Dilaporkan Teguh reporter Suara Surabaya, Rabu (15/11), Rudi Novrianto Jubir Timnas Penanggulangan Semburan Lumpur Porong mengatakan, kondisi tanggul cincin di sekitar semburan lumpur panas tersebut turun karena permukaan tanah di sekitarnya turun, dan sekarang sudah turun sekitar 95 centimeter.
--------------

Kutipan berita tersebut menunjukkan bahwa saat ini Mud Volcano Sidoarjo telah memasuki fase pembentukan kaldera yang indikasi permukaannya (amblesan atau subsidence) dapat dilihat secara visual. Sebelumnya, indikasi amblesan itu hanya dapat diketahui melalui pemamtauan GPS.

Berikut ini adalah arti dari istilah kardera, yang dikutip dari Alasaka Volcano Observatory (http://www.avo.alaska.edu/downloads/glossary.php).
caldera - A large crater formed by collapse or subsidence of the ground surface following a great eruption. During a typical caldera-forming eruption, the magma chamber is partially emptied and large amounts of ash and pyroclastic debris are extruded.

Terminologi itu dapat kita terapkan untuk kasus Mud Volcano di Sidoarjo. Semburan Lumpur Sidoarjo yang demikian besar volumenya telah menyebabkan kekosongan. Kekosongan itulah yang sekarang disusul dengan amblesan (collapse atau subsidence) dari permukaan tanah di atasnya.

Bila benar demikian, maka yang perlu dilakukan adalah mencari tahu seberapa luas atau bagaimana penyebaran sistem retakan yang ada sehingga dapat diperhitungkan berapa besar atau berapa luas kaldera yang akan terbentuk, bagaimana bentuknya dan berapa dalamnya.

Sampai saat ini, upaya menghentikan semburan lumpur belum berhasil. Membuang lumpur ke laut pun kita mengalami kesulitan. Sementara itu, tanggul makin sering retak dan kemudian jebol. Sedang volume semburan lumpur makin besar mencapai 156.000 meter kubik per hari. Dan, kita tetap tidak tahu sampai kapan semburan lumpur itu akan berlangsung. Jadi, sekarang inilah saatnya kita segera mengarahkan perhatian kita pada mengelola endapan lumpur yang sekarang ada dan yang akan muncul.

Menahan meluasnya lumpur dengan tanggul memiliki banyak keterbatasan. Salah satunya adalah bahwa kita tidak mungkin terus menerus manambah tinggi tanggul mengikuti bertambahnya ketinggian lumpur. Menurut rekaman data geologi di daerah South Caspian Basin yang diketahui dari data seismik, mud volcano dapat mencapai ukuran raksasa dengan tinggi 1,4 km dengan diameter mencapai 10 km (Davies, R.J., 2005; Emplacement of giant mud volcanoes in the South Caspian Basin). Hal ini berarti bahwa ada kemungkinan endapan lumpur di Sidoarjo itu akan terus bertambah tinggi dan bertambah luas genangannya. Di beritakan bahwa tanggul cincin di sekeliling pusat semburan sekarang ini telah mencapai ketinggian 26 meter. Selain itu, seiring dengan terjadinya amblesan atau subsidence, tanggul makin sering retak dan jebol.

Oleh karena itu, berdasarkan pada berbagai perkembangan terakhir itu, kini saatnya kita menangani genangan lumpur itu mempergunakan Sistem Zonasi, yang dilengkapi dengan saluran pembuangan. Tidak cukup lagi mengandalkan upaya menangani genangan lumpur hanya dengan sistem tanggul seperti dan upaya pembuangan seperti yang ada saat ini.

Secara garis besar, sistem zonasi yang dibuat adalah sebagai berikut:
1. Zonasi kawasan bahaya genangan lumpur ini bisa dibuat sebagaimana zonasi dalam pengelolaan suatu kawasan lindung atau kawasan terbatas lainnya.
2. Penempatan tanggul-tanggul penahan lumpur sebagai pembatas zona dilakukan dengan mempertimbangkan sistem retakan yang ada, dan memperhitungkan suplai lumpur. Zona (bahaya) utama hendaknya ditetapkan meliputi kawasan penyebaran retakan. Dan, di luar kawasan itu ditetapkan zona penyangga (buffer zone). Bila perlu, di luar buffer zone dapat dibuat zona terbatas lainnya. Jadi, minimal agar dibuat dua lapis tanggul. Satu tanggul yang mengelilingi zona utama, dan satu lagi mengelilingi zona penyangga. Bila perlu, dapat dibuat lagi tanggul d luarnya.
3. Berbagai macam infra struktur, fasilitas umum, dan pemukiman hendaknya dipindahkan dari kawasan yang masuk ke dalam zona penyangga atau buffer zone.
4. Tanggul-tanggul hendaknya dibuat permanen.
5. Saluran pembuangan dibuat untuk mengantisipasi curah hujan yang tinggi.

Kemudian, dengan perkembangan kondisi yang seperti sekarang ini, persoalannya telah menjadi terlalu besar skalanya untuk hanya ditangani oleh swasta (Lapindo,?). Kiranya, sekarang sudah saatnya Pemerintah mengambil alih upaya penyelesaian persoalan semburan lumpur tersebut. Penanganan genangan lumpur dengan sistem zonasi itu hanya akan dapat berjalan bila dilaksanakan oleh Pemerintah, karena akan banyak kegiatan pembebesan atau pengosongan lahan, pemindahan penduduk dan pemindahan infra struktur dan berbagai fasilitas umum.

Salam dari Ancol, 21 Nopember 2006
Update, 23 Nopember 2006
Wahyu