Thursday, July 27, 2006

"Matahari mengelilingi Bumi"? atau "Bumi mengelilingi Matahari"?

Berikut ini saya kutipkan untuk hadirin sekalian sebuah diskusi menarik dari kelompok diskusi fisika Indonesia yang alamatnya sebagai berikut: fisika_indonesia@yahoogroups.com.

Kutipan ini adalah kutipan diskusi tentang pendapat yang menyatakan bahwa "Matahari Mengelilingi Bumi". Diskusi ini menurut saya sangat menarik, karena memperlihatkan bagaimana peranan akal, logika, dan prinsip-pinsip ilmu pengetahuan diperbincangkan. Keputusan untuk memilih saya serahkan kepada anda, hadirin sekalian.

Inilah diskusi itu:
---------------------
E-mail: 1

- In fisika_indonesia@yahoogroups.com , marsandhy hariyanto, akh_marsha85@...> wrote:
Salam Antariksa,
Big trouble for Astronomi Indonesia!! Kini saatnya Komunitas Astronomi Indonesia ditunggu actionnya: Sudah lama saya tunggu buku2 astronomi karya anak negeri... eh begitu muncul malah menghebohkan..... Salah seorang saudara kita : Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf (apa dia pernah belajar astronomi???) telah berhasil membuat kepastian baru mengenai fakta sistem tata surya kita. Ya keberhasilan itu adalah dengan diterbitkannya buku dengan judul: "Matahari mengelilingi bumi, sebuah kepastian al-Qur'an dan as-Sunnah serta Bantahan terhadap teori bumi mengelilingi matahari" yang diterbitkan oleh Pustaka Al Furqon dalam edisi lux. Bahkan sebentar lagi Bedah Buku di Jakarta :
Tengok infonya :
" Matahari Mengelilingi Bumi " Sebuah Kepastian dari al-Quran & as-Sunnah serta Bantahan Terhadap Teori Bumi Mengelilingi Matahari ? Bersama : Ustadz Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf ( Penulis )
Hari / Tgl. : Sabtu, 11 Jumadil Akhir 1427H - 8 Juli 2006
Waktu : 16.00 - 18.00 WIB
Tempat : Masjid Ash Shalihin, Jl. Walang Baru Raya No. 25 Koja -
Jakarta Utara
Rute Kendaraan :
Dari Terminal Tg. Priok, Mambo, Permai & Plumpang (Ps. Ular) naik KWK 09 jurusan Walang Baru turun di lokasi.
Dari Pulo Gadung & Semper naik Metromini 41 turun di halte Apotik Dinar, naik KWK 09 jurusan Walang Baru turun di lokasi.
Dari Lagoa, Jaya & Islamic Center KWK 06 jurusan Walang Baru turun di lokasi.
Informasi :
Pustaka An Nuur : 021 7019 0901
Pustaka Ammar : 021 6845 8034

Dan apa yang terjadi? Hampir di tiap daerah buku ini dibedah dan jelas banyak yg datang.... Bukunya larisssss...... Apa akibatnya? Ya jelas, dalam keawaman masyarakat kita ttg astronomi, keraguan yang mereka dapatkan. Sungguh.. hal ini amat meresahkan karena tidak sedikit akhirnya masyarakat yang mempercayai fahaman tsb.! bakan lagi sebuah forum diskusi internet sudah mengarah kepada cap 'kafir' bagi yang tidak percaya dengan buku tsb. "Sebuah Kepastian Al Quran.." begitu kata penulis..! Bahkan saya banyak mendapat sms dari kawan2 yang menanyakan hal ini bahkan menantang saya diskusi! Saya juga sempat mendapat imel dari kawan dari USM Malaysia dengan judul: PENEMUAN BESAR DI INDONESIA " Matahari ternyata mengelilingi Bumi " (hehehe dalam nada canda tentunya....). Dan malu rasanya hal yang beginian menjadi topik bahasan lagi. Jelas... astronomi kita ketinggalan jauh dengan dengan negeri jiran... Mungkin sebaiknya buku ini dibredel sebab "meresahkan". Di Malaysia buku ini memang dilarang beredar begitu kata kawan di Malaysia.

Ini yang saya khawatirkan meresahkan itu :

"....Mengenai apa yang dikatakan ahli falaq sekarang ini (bahwa bumi mengelilingi matahari), keterangannya belum mengantarkan kami sampai tingkat yakin, sehingga tidak dapat menolak dzahir al-Qur'an dan as-Sunnah nabi kami. Kami sampaikan bagi pengajar pelajaran geografi, jelaskan kepada para murid bahwa dzahir al-Qur'an al-Karim dan as-Sunnah menjelaskan bahwa malam dan siang terjadi akibat dari peredaran matahari terhadap bumi, bukan sebaliknya. Jika para murid bertanya, mana yang harus kami ambil, apakah dzahir al-Qur'an dan as-Sunnah atau apa yang mereka (ahli falaq) anggap nyata bahwa (bumi mengitari matahari)? Jawabnya, kita mengambil dzahir al-Qur'an dan as-Sunnah, karena al-Qur'an adalah Kalamullah I (ucapan Allah) yang telah menciptakan segala sesuatu, alam beserta segala isinya dan keadaanya, geraknya, dan diamnya. Firman-Nya adalah sebenar-benar perkataan dan paling jelas. Dia menurunkan al-Qur'an sebagai penjelas segala sesuatu. Allah mengabarkan bahwa Dia menjelaskannya kepada hamba agar mereka tidak tersesat. Sedangkan as-Sunnah, ia adalah ucapan utusan Tuhan semesta alam. Makhluk yang paling tahu dengan hukum-hukum dan perbuatan Tuhan-Nya. Tidaklah berbicara tentang hal ini melainkan dengan wahyu dari Allah U, karena tidak ada jalan untuk mengetahuinya melainkan dengan wahyu. ...."

Berikut link yg juga membahas buku tsb:
http://harry.sufehmi.com/archives/2006-06-22-1188 (link ini tidak berhasil saya akses pada tanggal 27 Juli 2006. "wahyu")
========= BELI SAJA BUKUNYA KALO PINGIN MALU.....==============

Saya jadi curiga jangan2 memang penulisnya sengaja membuat opini agar bukunya laris???? . Sebab 2 tahun lalu hoax seperti ini juga sempat muncul bahkan dikupas habis di milis Falak-Net. Tapiiiii?. inikan memalukan umat Islam dan bangsa Indonesia secara umum?? Apalagi membawa embel2 "kepastian"??????. Nah buat penerbit dan pengarangnya? sudahkah anda fikirkan apa akibat dari larisnya buku yang anda terbitkan?. Anda memang mendapat banyak rezeki dari buku yg anda jual??? tapi masyarakat hanya akan mendapat pembodohan2 yang tiada guna, tolong?jangan bawa kata2 "KEPASTIAN" sungguh saya tidak terima? nabi saja tidak pernah demikian?. ( apa ini kebebasan jurnalisme?? trick dagang??? ).
Ohhh.. mengapa peristiwa memalukan ini bisa terjadi di Indonesia???? Seandainya astronomi memasyarakat di Indonesia mungkin hal ini tidak terjadi....! Maybe.
Salam,
Mutoha
Jogja Astro Club (JAC)
Yogyakarta - Indonesia
http://groups.yahoo.com/goup/jogja_astroclub/
"Turut Memasyarakatkan Astronomi di Indonesia"

---------------------
E-mail: 2. Tanggapan.

From: zugarsonic
To: fisika_indonesia@yahoogroups.com
Sent: Thursday, July 27, 2006 4:54 AM
Subject: [FISIKA] Re: Terusan: [astronomi_indonesia] Matahari Mengelilingi Bumi...!!

Berhubung ini milis fisika, maka saya akan membahasnya dalam sudut pandang ilmu fisika. Saya berharap tulisan ini dapat memberikan tambahan wawasan bagi rekan-2 yang mempelajari astronomi.
Artikel di bawah ini saya tulis pada tahun 2003 dan dimuat di majalah INTISARI bulan Mei th 2004 hlm 141, pada kolom FISIKAMANIA:

Gerak Relatif Bumi & Matahari

Selama ini kita meyakini bahwa Bumi bergerak mengelilingi matahari, sama yakinnya dengan para ilmuwan zaman dulu yang menganggap Mataharilah yang mengelilingi Bumi. Apa reaksi Anda kalau ternyata keyakinan kita itu salah? Ternyata Albert Einstein yang terkenal dengan teori Relativitas itu sudah memaparkan penjelasan ini 100 tahun yang lalu !

Untuk memahami hal ini, pertama-tama kita harus mengerti dulu apa yang dimaksud dengan gerak dalam ilmu fisika. Jika kita menyatakan suatu benda bergerak, maka ada benda yang kedudukannya berubah relatif terhadap benda lain. Misalnya, pedagang rokok dalam kereta api yang bergerak relatif terhadap kereta, kereta bergerak relatif terhadap tanah (Bumi), Bumi bergerak relatif terhadap Matahari, Matahari bergerak relatif terhadap Galaksi Bintang, dan seterusnya. Dengan begitu, untuk menyatakan bahwa sesuatu bergerak, selalu menyangkut kerangka khusus sebagai acuan. Setiap kerangka yang diambil mempunyai keabsahan yang sama, meskipun kerangka yang satu bisa lebih memudahkan daripada kerangka yang lain untuk suatu kasus tertentu. Semua gerak adalah relatif, tidak ada gerak absolut. Jadi, sangat penting disini untuk menentukan suatu kerangka acuan tertentu
dalam perhitungan fisika.

Teori Relativitas muncul sebagai hasil analisis konsekuensi fisis yang tersirat oleh ketiadaan kerangka acuan universal. Teori yang dikembangkan tahun 1905 ini bersandar pada dua postulat. Salah satunya, semua hukum fisika sama dalam semua kerangka inersial. Postulat ini menyatakan ketiadaan kerangka acuan yang universal. Jika hukum fisika berbeda untuk pengamat yang berbeda dalam keadaan bergerak relatif, maka kita dapat menentukan mana yang dalam keadaan “diam” dan mana yang “bergerak” dari perbedaan tersebut. Namun, karena tidak ada kerangka acuan universal, perbedaan tadi tiada.

Jadi, apa arti itu semua? Kita sah-sah saja menyatakan bahwa Matahari bergerak mengelilingi Bumi jika acuannya adalah Bumi. Begitu pula sebaliknya. Kalau selama ini kita dipaksa “mengakui” bahwa "Bumilah yang mengelilingi Matahari", hal itu disebabkan karena lebih memudahkan dalam perhitungan fisika!!

Sumber Referensi:
- Buku Modern Physics (Arthur Beiser), terjemahan oleh The How Liong, PhD . Penerbit Erlangga
- Prof.Dr. Parangtopo (mantan Dekan FMIPA Universitas Indonesia, pada waktu memberikan sambutan kpd para mahasiswa baru di Balairung UI depok pd th 1988)
- Buku otobiografi Albert Einstein (Penerbitnya saya lupa karena bukunya dipinjam oleh teman saya I Nyoman Jamin (Fisika UI 88) pada sekitar th 1990-an dan belum dikembalikan sampai sekarang, jika anda membaca ini tolong dikembalikan ya)

Salam Fisika
Paulus Sugiharto B, S.Si

--------------------
E-mail: 3. Tanggapan.

On 7/27/06, A. Marconi wrote:
Logika formal dengan bersandar kepada postulat: "Salah satunya, semua hukum fisika sama dalam semua kerangka inersial". Postulat ini menyatakan ketiadaan kerangka acuan yang universal, tampaknya mendukung pengesahan pembenaran Ptolemeus (bumi dikelilingi oleh matahari.
Namun pembenaran demikian tidak memenuhi tuntutan logika dialektis yang menjadi ciri utama logika alam semesta. Tuntutan dialektika menyangkut suatu kelancaran logis formal dan relasi mekanika quantum, di mana berlaku gerak photon sebagai frame of reference yang oleh Einstein ditandai dengan huruf "c".
Analisis ini dapat kita temukan pada pola-pola pemikiran Einstein "The Meaning of Relativity", Albert Einstein and Leopold Infeld "The Evolution of Physics" dan Sir Arthur Eddington "New Pathways in Science" dan untuk fisika modern lebih cenderung meneliti pemikiran John Archibald Wheeler "Gravitation" di mana Wheeler banyak menekankan titik tolak anthropic.

Salam quantum,
A.M

------------------
Email: 4. Tanggapan

fisika_indonesia@yahoogroups.com
"Muhammad Hikam"
Thu, 27 Jul 2006 14:41:34 +0700
Re: [FISIKA] Re: Terusan: [astronomi_indonesia] Matahari Mengelilingi Bumi...!!

Tentu saja tidak ada larangan kalau ada yang berpendapat bahwa Matahari mengelilingi Bumi ketimbang Bumi mengelilingi Matahari. Kalau diambil Bumi sebagai frame of reference diam maka jadilah Matahari mengelilingi bumi, kalau Matahari dianggap sebagai titik diamnya maka jadilah Bumi mengelilingi Matahari.

The choice is yours. Pilihan Bumi sebagai frame of reference nol akan berakibat gerakan planet menjadi meliuk-liuk, tidak lagi "indah" seperti ellips, hitungan gerak bintang-bintang juga semakin susah. Dan fenomena Fisika tidak lagi mudah dan indah. Bayangkan saja anda sedang naik bus, lalu ambil bus sebagai frame of reference diam, maka semua yang lain berlarian, temasuk pohon-pohon di jalan. Tentu saja tidak ada larangan untuk membuat bus sebagai titik referensi diam, cuman ngitungnya jadi tambah rumit.

----------

Demikian diskusi tentang gerakan relatif Bumi dan Matahari.
Jadi, "Bumi Mengelilingi Matahari" atau "Matahari Mengelilingi Bumi"?

Salam dari Ancol, 27 Juli 2006
Wahyu

Tuesday, July 25, 2006

Merapi Mereda. Selanjutnya ?

Aktifitas erupsi Gunung Merapi periode April - Juli 2006 telah mereda. Pada tanggal 12 Juli 2006 statusnya telah kembali diturunkan menjadi Siaga. Bagaimana kondisi seismisitas Merapi pada saat statusnya diturunkan? Lihat Gambar 1.


Gambar 1. Pola seismisitas Gunung Merapi pada periode erupsi April - Juli 2006.

Di dalam gambar tersebut tampak bahwa ketika status aktifitas Merapi diturunkan pada tanggal 12 Juli 2006, aktifitas erupsi Merapi telah merada. Hal ini ditunjukkan oleh tidak ada lagi kejadian Gempa Multifase dan Awan Panas. Gempa Multi fase mengindikasikan naiknya magma ke permukaan. Dengan tidak adanya gejala tersebut maka dapat dikatakan telah tidak terjadi lagi proses naiknya magma di dalam tubuh gunungapi tersebut. Sementara itu, Awan panas yang merupakan indikasi dari keluarnya magma dari juga telah tidak terjadi lagi setelah tanggal 12 Juli 2006.

Sementara itu, Gempa Tektonik dan Guguran masih terjadi. Dalam hubungannya dengan erupsi gunungapi, Gempa Tektonik tidak memiliki hubungan sebab akibat secara langsung dengan erupsi gunungapi. Dalam pada itu, Guguran yang masih terjadi ada kemungkinan terjadi karena guncangan gempa pada kubah lava yang belum stabil.

Selanjutnya, bila kecenderungan ini terus berlanjut. Maka, dalam 2 minggu ke depan, setelah Guguran tidak terjadi lagi, tingkat peringatan bahaya Merapi kembali dapat diturunkan menjadi Waspada. Sayangnya, ketika tulisan ini dibuat, website dari VSI yang menjadi sumber utama data analisis ini, sedang down yang dimulai sejak 3 hari yang lalu, sehingga penulis tidak mengetahui perkembangan Gunung Merapi yang paling akhir.

-------

Akhirnya, dari Gambar 1 di atas dapat disimpulkan bahwa:

  1. Gempa Multifase dan Awan Panas adalah indikator penting dalam penentuan status erupsi Gunung Merapi.
  2. Gempa Tektonik dapat mempengaruhi aktifitas erupsi gunungapi. Hal ini terlihat jelas pada erupsi Gunung Merapi periode ini. Tampak aktifitas erupsi meningkat setelah gempa tanggal 27 Mei 2006.

------

Selanjutnya Apa?

Erupsi gunungapi itu dapat dipastikan menghasilkan sangat banyak endapan material volkanik di lerengnya dan kawasan sekitar puncaknya. Material tersebut adalah material yang lepas dan mudah longsor. Dikhawatirkan, bila musim hujan mendatang tiba, akan terjadi aliran LAHAR. Kewaspadaan perlu bagi penduduk yang melakukan aktifitas di sungai-sungai yang berhului di kawasan Gunung Merapi, serta bagi pemukiman yang ada di dekat aliran sungai-sungai itu.

Jadi, setelah lepas dari bahaya langsung dari erupsi Gunung Merapi, sekarang kita perlu kembali waspada terhadap bahaya yang tidak langsung, yang sangat mungkin akan datang dalam bentuk aliran Lahar dikala musim hujan tiba.

Salam dari Ancol, 25 Juli 2006

Wahyu

Monday, July 24, 2006

Berbagai Hal Tentang Tsunami

Tsunami 26 Desember 2006 yang melanda wilayah pesisir Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam tampaknya telah menimbulkan trauma bagi sebagian besar penduduk Indonesia, terutama yang tinggal di daerah pesisir. Selain itu, kurangnya pengetahuan telah membuat sebagian diantara kita menjadi mudah terprovokasi, dan selanjutnya mudah pula menjadi panik. Kepanikan penduduk yang tinggal di daerah pesisir selatan Pulau Jawa Bagian Timur, mulai dari Pacitan sampai Blitar, beberapa hari yang lalu, 22 Juli 2006, pada malam hari menyusul munculnya isu gempa merupakan bukti kuat tentang adanya ketidakmengertian masyarakat tentang fenomena alam tersebut.

Untuk memahami lebih jauh tentang gempa dan tsunami, ada baiknya kita simak apa yang ditulis oleh Bapak Ma'rufin Sudibyo berikut ini:

--------------------
Sedikit catatan untuk gempa dan tsunami Samudera Hindia 2006.

1. Magnitude

Ada dua versi soal magnitude gempa ini. BMG menyebut angka 6,8 skala Richter sementara versi terakhir USGS malah lebih besar sampe 7,7. Mana yang benar ?

Keduanya benar. Analoginya sama dengan pertanyaan berapa suhu badan manusia yang sehat. Bila menggunakan termometer bersatuan derajat Celcius, jawabannya 36 - 37. Dan bila menggunakan satuan derajat Fahrenheit jawabannya 98 - 99.

Sama halnya dengan gempa. BMG selalu menggunakan magnitude bertipe body-wave magnitude (Mb), yang diberi satuan skala Richter (SR) karena mampu menyajikan hasil yang cepat (hanya 6 menit setelah gempa). Kelemahannya, nilai2 yang disajikan magnitude tipe ini memiliki level batas sehingga sulit untuk mendeskripsikan gempa2 besar. Sementara USGS memilih menggunakan magnitude bertipe moment magnitude (Mw) karena ketiadaan batas teratas, meski konsekuensinya membutuhkan waktu analisa lebih lama. Moment magnitude tidak memiliki satuan, namun di Indonesia biasa dikenakan ' satuan ' skala Magnitudo (SM) guna membedakannya dengan yang lain.

Jadi lengkapnya, gempa Samudera Hindia 17 Juli 2006 memiliki Magnitude Mb = 6,8 SR dan Mw = 7,7. Moment magnitude memang selalu lebih besar dari body-wave magnitude. Kalo di sejumlah media disebutkan berkekuatan 7,7 skala Richter, nampaknya informasi perbedaan tipe magnitude ini belum sampai ke tangan mereka.

2. Energi

Dengan Mw = 7,7 maka berdasarkan persamaan Kanamori : log E = 1,5 M + 4,8 didapatkan energi gempa sebesar 22.390 TeraJoule atau 5,35 megaton TNT. Jika dibandingkan dengan energi bom Little Boy yang diledakkan di atas Hiroshima (20 kiloton), gempa Samudera Hindia 2006 ini 268 kali lebih dahsyat.

3. Patahan

Adanya moment magnitude dalam gempa ini jelas menunjukkan sumber gempa berupa patahan. Dr. Hamzah Latif dkk (Tsunami Research Group, ITB) menyebut patahan ini memiliki panjang 80 km dan lebar 60 km. Sementara analisis fokal USGS Rapid Moment-Tensor Solution memastikan patahan ini adalah patahan naik (thrust) dengan arah barat laut - tenggara atau paralel dengan arah palung laut didekatnya. Lokasi patahan ada di lereng selatan pegunungan bawah laut yang membentang dari P. Timor - P. Sumba hingga Kep. Mentawai - P. Nias - P Simeulue dan disini memang biasa terjadi patahan2 naik.

Lokasi patahan hanya berjarak sekitar 50 km dari palung Jawa, tempat lempeng Australia menukik ke bawah lempeng Eurasia. Terhadap daratan terdekat (Pangandaran) patahan ini berjarak sekitar 200 km.
Dengan moment magnitude 7,7 dan luas patahan 5.600 km persegi, pergeseran total yang terjadi dalam patahan ini mencapai 1,97 meter. Sebagai pembanding, dalam gempa Yogya 27 Mei 2006 lalu, total pergeseran tidak melebihi 10 cm.

4. Kerusakan

USGS Community Internet Intensity Map menyebut guncangan gempa ini di Cilacap (300 km dari episentrum) memiliki skala 4 MMI, demikian pula di Yogya (500 km dari episentrum). Menggunakan persamaan intensitas Gutenberg - Richter dan persamaan atenuasi dengan koefisien atenuasi = - 0,0034. Dari sini didapatkan intensitas maksimal sebesar 4 - 5 MMI dengan dampak kerusakan bersifat minor dan diderita pantai selatan Jawa dari Pangandaran sampai Cilacap. Model komputer USGS Shake Map juga menyajikan hasil tak jauh berbeda. Bandingkan dengan gempa Yogya kemarin dimana tercatat intensitas maksimal sebesar 8 MMI di Bantul. Perbedaan ini bisa dipahami mengingat patahan Opak terletak di daratan, sementara patahan produk gempa Samudera Hindia 2006 ini jauh di tengah laut.

Intensitas gempa berkait erat dengan percepatan puncak yang diderita tanah akibat melintasnya gelombang gempa. Dengan persamaan Gutenberg - Richter diketahui percepatan maksimal di Cilacap sampai Pangandaran berada dalam rentang 2 - 6 % G (G = percepatan gravitasi Bumi = 981 cm.detik^-2). USGS Peak Acceleration Map memberikan nilai 2 % G untuk daerah yang sama. Dalam peta ini juga nampak distribusi gelombang gempa Samudera Hindia 2006 ini relatif homogen, mungkin karena tidak terpolarisasi seperti gempa Yogya yang menghasilkan distribusi gelombang 'berlekuk-lekuk'.

5. Tsunami

Agar tsunami bisa terjadi, magnitude gempa harus melebihi batas minimal yang diatur persamaan Iida : M = 6,42 + 0,01 H. Dengan kedalaman hiposentrum 33 km (versi USGS 48 km) magnitude minimal pencetus tsunami merusak adalah 6,7 - 6,9. Selain itu gempa juga harus menghasilkan deformasi vertikal yang besar di dasar laut, sehingga patahan sumber gempa harus berupa patahan naik (thrust) atau patahan turun (normal). Kedua syarat ini terpenuhi dalam gempa Samudera Hindia 2006.

Patahan naik yang menjadi sumber gempa membujur ke arah barat laut - tenggara, sehingga tsunami yang ditimbulkannya lebih mengarah ke timur laut – barat daya. Pergeseran total dalam patahan naik ini mencapai 1,97 meter. Menurut Dr. George Pararas - Carayannis, pergeseran patahan mengandung dua komponen : komponen mendatar (x) dan komponen vertikal (z). Umumnya gempa memiliki rasio x / z = 10 / 3, sehingga besarnya pergeseran vertikal dalam patahan ini mencapai 0,566 meter.

Anggap area pembangkitan tsunami identik dengan luas patahan naik yang terbentuk. Maka menurut persamaan Carayannis : E = (1/6) x rho x g x z^2, tsunami Samudera Hindia 2006 memiliki energi 3.242 Giga Joule atau 0,77 kiloton TNT, tidak berbeda jauh dengan energi tsunami dalam gempa Banyuwangi 2 Juni 1994 (Mw = 7,2). Karena itu tsunami ini bersifat lokal dan tidak bisa disandingkan dengan tsunami besar produk gempa megathrust 26 Desember 2004 yang energinya mencapai 2 megaton TNT.

Radius jangkauan tsunami ini mencapai 1.100 km. Ketinggian tsunami tercatat 20 cm di Bali. Di Pangandaran - Teluk Penyu, yang tepat berada di timur laut sumber gempa, tinggi tsunami disebut mencapai 1 - 2 meter (ada pula yang menyebut 5 - 7 meter). Sementara di Pulau Christmas dan Pulau Cocos yang terletak di sebelah barat daya sumber gempa, tinggi tsunami dilaporkan hanya 60 cm dan 10 cm saja. Nampaknya sebagian besar energi tsunami Samudera Hindia 2006 ini dihantarkan ke arah timur laut.

Kawasan Pangandaran - Teluk Penyu dilaporkan tergenangi air bah hingga 500 meter ke daratan. Menggunakan persamaannya Bretschneider dan Wybro : X max = 1400 (yo/10)^(4/3), tinggi tsunami di garis pantai (yo) memang sekitar 5 meter. Namun ada pula yang menyebut Cilacap timur tergenang air hingga 3.000 meter ke daratan, yang berkorelasi dengan yo = 18 meter. Bentuk garis pantai dari Pangandaran – Teluk Penyu yang berteluk membuat massa air laut lebih berdesakan disini dibanding pantai yang datar dan akibatnya tsunami mengalami penguatan (run-up) lebih besar hingga ketinggiannya di garis pantai pun jauh lebih besar. Hal yang sama dijumpai di Parangtritis, dimana dilaporkan dalam media lokal (WAWASAN) tergenang air hingga sejauh 300 m, yang berkorelasi
dengan yo = 3 meter.

Ada kemungkinan gempa Samudera Hindia 2006 ini juga diikuti dengan longsoran besar di dasar laut, yang melipatgandakan jangkauan dan daya rusak tsunami. Dalam sejarah, gempa yang lebih kecil seperti gempa Flores (12 Desember 1992, Mw = 7,2) diikuti longsoran dasar laut dan garis pantai utara P. Flores sehingga muncul tsunami dengan ketinggian maksimal luar biasa : 26 meter. Dalam gempa megathrust 26 Desember 2004, tingginya tsunami di pantai barat Aceh (yang mencapai 34 meter) juga disebabkan oleh terjadinya longsoran sangat besar di dasar laut. Makanya dalam gempa megathrust 28 Mei 2005 yang mengguncang Nias, karena tidak disertai longsoran dan juga pergeseran totalnya relatif mendatar, tsunami yang timbul " nyaris tidak seberapa ".

Periode tsunami Samudra Hindia 2006 ini mencapai 28 menit, berdasar catatan di Benoa (Bali). Dengan demikian, karena kecepatan rata2 tsunami 800 km/jam (di laut dalam), panjang gelombangnya adalah 370 km.

6. Fireball

Bersamaan dengan datangnya tsunami di pantai selatan Jawa, terdeteksi beberapa fenomena aneh. Sejumlah penduduk Pangandaran menyaksikan munculnya fireball (bola api raksasa) berwarna kemerahan di atas laut. Hal yang sama juga disaksikan penduduk pantai Petanahan (Kebumen). Di Parangtritis, kedatangan tsunami bahkan didahului dengan dentuman keras. Beberapa pihak berspekulasi fenomena ini merupakan pertanda adanya ujicoba nuklir di Samudra Hindia, yang salah satu dampaknya memang bisa membangkitkan tsunami.

Benar tidaknya biarlah pihak yang berkompeten (dalam hal ini BATAN atau LIPI) yang membuktikan. Namun tsunami produk ledakan nuklir, demikian juga tsunami produk letusan gunung berapi, memiliki sifat sangat berbeda dibanding tsunami produk gempa tektonik. Carayannis menyebut panjang gelombang awal tsunami produk letusan gunung berapi bergantung kepada diameter kaldera yang terbentuk. Dalam letusan dahsyat Krakatau 1883 yang menghasilkan kaldera berdiameter 7 km, periode tsunaminya tidak lebih dari 5 menit. Analisis menunjukkan dengan kecepatan penjalaran 90 km / jam (karena terjadi di laut dangkal), panjang gelombang tsunami Krakatau ini memang tidak lebih dari 7 km. Selain itu ketinggian tsunami mengalami penyusutan cukup drastis seiring dengan bertambahnya jarak. Tsunami Krakatau 1883 memiliki tinggi 30 meter di Anyer - Merak, namun menyusut menjadi 2 meter saja begitu tiba di Jakarta. Di Surabaya tinggi tsunami Karakatau tinggal 20 cm saja. Kedua sifat ini juga dimiliki tsunami produk ledakan nuklir.

Sementara tsunami Samudera Hindia 2006 jauh berbeda. Panjang gelombangnya mencapai 370 km dengan periode 28 menit. Jika tsunami ini diandaikan terbentuk oleh ledakan bom nuklir, bom itu harus mampu memproduksi kawah di dasar laut dengan diameter 370 km. Untuk keperluan itu dibutuhkan bom yang mampu melepaskan energi ledakan sebesar 160 juta megaton TNT. Energi sebesar itu hanya bisa dihasilkan oleh tumbukan asteroid raksasa. Sebagai gambaran, jika 27.000 hululedak berkepala nuklir yang ada di Bumi saat ini dikumpulkan dan diledakkan bersama-sama, energinya paling banter 'hanya' 20.000 megaton TNT.

Kemungkinan lain penyebab bola api itu bisa berupa terlepasnya gas alam (baca : metana) dalam jumlah besar ke angkasa. Pelepasan ini biasanya selalu beriringan dengan terbentuknya mud volcano alias banjir lumpur (seperti yang terjadi di Porong). Fenomena ini pernah teramati pada bulan Oktober 2001 di tepi Laut Kaspia, Azerbaijan, ketika api yang luar biasa besar (berdiameter 300 meter) mendadak keluar dari pucuk sebuah bukit yang dulunya gunung lumpur. Api menyala hingga 30 menit kemudian.

7. Epilog

Tsunami sebenarnya bukanlah fenomena asing di pantai selatan Jawa. Di tahun 1904 kawasan Pangandaran - Teluk Penyu pun pernah tergulung tsunami produk gempa dengan Mw 8 (menurut USGS) yang pusat gempanya di sebelah barat pusat gempa 2006 ini. Di timur, bekas2 tsunami juga pernah ditemui di Pacitan. Kasus paling gres terjadi di Banyuwangi, 1994 silam.

Suka atau tidak, kita yang hidup di Indonesia, selalu harus berurusan dengan gempa dan tsunami. Keduanya adalah siklus alam, hanya saja barangkali kita yang belum bisa memahaminya. Kepanikan yang muncul di Cilacap - Pangandaran, juga di Yogya dalam gempa kemarin, barangkali akan terus berulang di masa depan ketika kita tidak juga memahami siklus alam yang kita diami dan mencoba 'bersahabat' dengannya.

Harapannya, semoga ada diseminasi informasi yang lebih luas. Bagaimana melindungi diri dan orang lain dari gempa, dan juga dari terjangan tsunami. Bukan sekedar menanti munculnya ratap tangis.

Demikian, semoga catatan kecil ini berguna. Terima kasih sekali jika ada yang mau melengkapinya, hingga kita bisa belajar lebih banyak lagi akan Bumi dan jagat raya ini.

Salam
Ma'rufin
---------------------

Semoga bermanfaat.

Salam dari Ancol,
Wahyu

Catatan: Kutipan tulisan Bapak Ma'rufin tersebut dimuat atas izin yang diberikan kepada penulis via email tertanggal 21 Juli 2006.

Monday, July 03, 2006

Kapan Aktifitas Erupsi Gunung Merapi Mereda?

Status Gunung Merapi dinaikkan dari NORMAL menjadi WASPADA pada tanggal 15 Maret 2006. Dasar dari peningkatan status tersebut antara lain adalah meningkatnya aktifitas seismik (kegempaan) Gunung Merapi. Selanjutnya, dengan makin meningkatnya aktifitas seismik, maka pada tanggal 12 April 2006 statusnya kembali dinaikkan menjadi SIAGA. Sejak itu, hari-hari selanjutnya adalah hari-hari yang penuh kekhawatiran akan erupsi Gunung Merapi, dan kegiatan pengamatan terhadap aktifitas Gunung Merapi dilakukan 24 jam.

Aktifitas merapi terus meningkat. Aktifitas seismik semula didominasi oleh gempa multifase. Selanjutnya, sejak 12 April 2006 guguran lava terus meningkat jumlah kejadiannya. Akhirnya, pada tanggal 13 Mei 2006, seiring dengan munculnya Awan Panas (Wedus Gembel), status Gunung Merapi kembali ditingkatkan menjadi AWAS, yaitu tingkat peringatan bahaya yang tertinggi, tingkat 4. Mulailah hari-hari pengungsian yang penuh dengan ketidak-pastian bagi penduduk yang berdiam di lereng Merapi.

Pemerintah, baik pusat maupun daerah, dan masyarakat telah bersiap-siap dengan kemungkinan terburuk dari erupsi Merapi. Tetapi, ke-engganan penduduk untuk mengungsi dan kejemuan menunggu di lokasi pegungsian menjadi masalah tersendiri yang tidak sederhana. Satu-satunya harapan utama adalah kabar baik dari Merapi tentang meredanya aktifitas erupsi gunungapi itu.

Pada tanggal 27 Mei 2006, terjadi gempa tektonik yang mengguncang kawasan Yogyakarta dan Jawa Tengah. Gempa tersebut mempengaruhi aktifitas erupsi Merapi yang ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah kejadian Awan Panas dan Gempa Guguran selama dua minggu.
Pada tanggal 13 Juni 2006, menyusul kecenderungan menurunnya kejadian Awan Panas sejak tanggal 8 sampai 12 Juni 2006, status kewaspadaan terhadap Merapi diturunkan menjadi SIAGA. Namun, pada tanggal 14 Juni 2006, status kembali ditingkatkan menjadi AWAS menyusul kembali meningkatnya aktifitas seismik kejadian Awan Panas di Merapi.

Beberapa hari terakhir ini, Gunung Merapi memperlihatkan aktifitas erupsi yang menurun. Jumlah kejadian Awan Panas, Gempa Multifase dan Gempa Guguran menunjukkan kecenderungan menurun. Meskipun demikian, belajar dari pengalaman sebelumnya, status AWAS tetap dipertahankan. Ini adalah langkah yang tepat, karena meskipun menunjukkan kecenderungan menurun, hadirnya ketiga parameter aktifitas erupsi itu masih menunjukkan bahwa Merapi masih aktif.

Gambar

Sekarang, pertanyaannya adalah “Kapan erupsi Gunung Merapi periode ini mereda, dan para pengungsi diperbolehkan pulang?”.

Jawaban atas pertanyan itu dapat kita peroleh dari gambaran aktifitas seismik dan kejadian Awan Panas di Merapi. Menurut hemat penulis, secara sederhana, “apabila kemunculan suatu fenomena dijadikan dasar bagi peningkatan status kewaspadaan terhadap erupsi Gunung Merapi, maka menghilangnya fenomena-fenomena itu harus pula dijadikan dasar bagi penurunan status kewaspadaan”.

Berdasarkan pernyataan di atas maka:
1). Status AWAS dapat diturunkan menjadi SIAGA bila tidak terjadi lagi Awan Panas, dan bersamaan dengan itu juga terjadi pengurangan jumlah kejadian Gempa Guguran secara signifikan.
2). Status SIAGA dapat diturunkan menjadi WASPADA bila kejadian Gempa Guguran terus menunjukkan kecenderungan terus menurun dan jumlah kejadiannya menjadi sangat rendah atau tidak ada kejadian sama sekali.
3). Status WASPADA dapat diturunkan menjadi NORMAL bila setelah dalam jangka waktu tertentu aktifitas Merapi berada dalam kondisi aktifitas normalnya seperti sebelum periode erupsi ini.

Dalam penurunan tingkat kewaspadaan, pengenalan kita akan sejarah erupsi Merapi menjadi penting. Perlu kita ketahui apakah dalam sejarah erupsi Merapi pernah ada kejadian “terjadi erupsi yang meningkat tiba-tiba setelah beberapa hari memperlihatkan tidak ada kejadian Awan Panas”. Kewaspadaan akan hal ini akan menentukan berapa hari harus menunggu setelah indikasi utama suatu status menghilang, sehingga penurunan status dapat ditetapkan.

Dengan kecenderungan aktifitas Merapi seperti sekarang, maka berdasarkan pada rekaman data seismisitasnya (Gambar), kita dapat berharap dalam 2 minggu ini status kewaspadaan dapat diturunkan dari AWAS menjadi SIAGA. Bila kecenderungan terus berlanjut, 2 minggu selanjutnya, status tersebut dapat diturunkan lagi menjadi WASPADA.

Semoga datang kabar baik dari Merapi.

Salam dari Ancol, 4 Juli 2006
WBS